HALO SEMARANG – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dr H Sandiaga Salahuddin Uno mendorong ekowisata serta pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan dengan meningkatkan kolaborasi. Dengan kolaborasi bisa melahirkan solusi inovatif untuk Parekraf kedepan.
Hal ini disampaikan Sandiaga saat menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional secara daring yang digelar atas kerjasama antara Universitas Semarang (USM) dan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Bali dengan tema “Pengembangan Pariwisata Berbasis Lingkungan dan Mitigasi Bencana di Destinasi Wisata” di kampus Politeknik Pariwisata Bali pada pekan kemarin.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Uno mengungkapkan, saat ini nilai utama dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia mengacu pada quality and sustainable. Karena sebelum pandemi pariwisata mengandalkan jumlah kunjungan saja dan tidak memperhatikan kualitas dan lama kunjungan.
“Oleh karena itu kita harus perhatikan kualitas dan keberlanjutan, memperhatikan kearifan lokal, memperhatikan bagaimana kita menghadirkan lapangan pekerjaan, meningkatkan penghasilan masyarakat, mengembangkan bisnis model yang tidak berat terhadap lingkungan dan pembangunan insfrastuktur yang lebih berkeadilan,” terang Sandiaga seperti dalam rilis Humas USM.
Dia juga menambahkan, oleh karena itu ke depannya wisata memperhatikan aspek konservasi keberlanjutan sosial, budaya, dan ekologi.
‘’Kami mendorong ekowisata karena memiliki prospek ke depan, di mana destinasi dan atraksi wisata akan mengarah kepada konsep Nature, Eco, Wellness, dan Adventure (NEWA),” sambungnya.
Kegiatan menghadirkan narasumber pakar lingkungan yang sekaligus Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip, Prof Sudharto P Hadi PhD, Guru Besar ITB Prof Dr Ir Gede Widiadnyana Merati, Koordinator Progdi Manajemen Kepariwisataan Poltekpar Bali, Dewa Ayu Made Lily Dianasari ST MSi dan moderator Wakil Rektor II USM, Dr Titin Winarti. Seminar ini diikuti 500 peserta secara luring dan daring.
Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Direktur III Poltekpar Bali, Dr. Luh Yusni Wiarti, Pembina Yayasan Alumni Undip Ir Soeharsojo IPU, Dekan Fakultas Teknik USM Dr Purwanto serta para pejabat struktural dan mahasiswa.
Selain menggelar seminar nasional, kedua kampus ini juga melakukan penandatanganan MoU dan MoA tentang penguatan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengembangan kelembagaan antara USM dan Politeknik Pariwisata Bali.
MoU ditandatangani oleh Rektor USM, Dr Supari MT dan Direktur Politeknik Pariwisata Bali, Drs Ida Bagus Putu Puja MKes di Kampus Politeknik Pariwisata Bali.
Rektor USM Dr Supari MT mengatakan, adanya kerja sama dengan menandatangi MoU dan MoA ini ke depan akan dilanjutkan dengan kegiatan yang saling menguntungkan terutama kegiatan Tri Dharma.
“Harapan kami ke depan dengan kerja sama ini semoga bisa berperan nyata mempersiapkan sumber daya insani untuk mewujudkan pariwasata yang berkualitas dan berkelanjutan, sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di Jateng dan di Bali,” ungkap Supari
Sementara Dr. Luh Yusni Wiarti dalam sambutannya, berharap momentum ini dapat sangat tepat untuk mengembangkan pariwisata secara arif melalui sinergitas dan kolaborasi, karena dengan sinergi dan kolaborasi tujuan akan tercapai.
Seminar nasional dan kerja sama ini menjadi ajang mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi kedua belah pihak baik USM maupun Poltekpar Bali.
Sementara itu, Prof Sudharto dalam materinya memaparkan, bahwa sekarang ini masyarakat harus sadar wisata tidak hanya ramah dengan wisatawan, tapi harus menghormati budaya lokal.
Menurutnya pariwisata berkelanjutan, merupakan pariwisata yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan dan kepentingan generasi yang akan datang. Implikasinya yaitu memenuhi kebutuhan (ekonomi) tidak dimanfaatkan hanya segelintir orang, pelestarian daya dukung lingkungan dan keadilan sosial.
“Kita ketahui mass tourism atau turis massa adalah pariwisata yang dikendalikan oleh sebuah entitas atau agen yang mengatur perjalanan, akomodasi, konsumsi, souvenir. Seperti yang terjadi agen wisata dari China mereka akan menginap di hotel milik mereka, souvenir beli milik mereka, sehingga manfaat ekonomi dinikmati entitas atau biro perjalanan global, nilai tambahan tidak atau kurang dinikmati oleh masyarakat local, dan mass tourism juga disebut sebagai bentuk kolonialisme atau penjajahan pariwisata, dan hal ini tidak kita harapkan. Untuk menghindari hal tersebut kita kenal dengan konsep ekowisata,” paparnya.
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang berorientasi pada pelestarian daya dukung lingkungan, budaya dan memberikan manfaat secara ekonomi pada masyarakat setempat.
‘’Kata kuncinya adalah turis yang menghargai budaya lokal, yang mengapresiasi kondisi lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, manfaat ekonominya dirasakan masyarakat lokal,” sambung Prof Sudharto.
Sementara Prof Dr Ir Gede Widiadnyana Merati menyampaikan tentang pariwisata berbasis mitigasi bencana,
Konsep dasar mitigasi bencana ada tiga kata kunci dalam kaitannya dengan penanganan bencana alam, yaitu pertama hazard atau bahaya alam yang mengancam. Adalah peristiwa alam yang terjadi akibat bekerjanya hukum-hukum alam, proses fisika-kimia yang mengaturnya. Misalnya angin, terjadi karena pergerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Lalu disaster atau bencana, adalah kerugian baik jiwa, materi, kesempatan yang ditimbulkan oleh ancaman alam. Dalam kaitan tersebut disimpulkan bahwa besarnya bencana yang terjadi akan berbanding lurus dengan besarnya hazard yang timbul.
“Ancaman alam yang merupakan peristiwa alam, tidak dapat diatur oleh manusia seperti besaran, waktu, tempat, sehingga jika ingin memperkecil bencana. Tak ketinggalan kata kunci lainnya, adalah mitigasi yang dapat dilakukan oleh manusia, sehingga makin besar usaha mitigasi maka bencana menurun,” pungkasnya. (HS-06)