
HALO SEMARANG – PSIS secara resmi melayangkan surat protes atas kepemimpinan wasit M Adung asal Jakarta pada pertandingan tandang melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan kompetisi Shopee Liga 1 2019 di Stadion Gelora Bung Tomo, Kamis (30/5/2019) pukul 20.30. Salah satu protes yang dilayangkan, yaitu tidak tegasnya kepemimpinan wasit atas aksi tendangan brutal gelandang Persebaya, Elisa Yahya Basna terhadap pemain PSIS, Fredyan Wahyu Sugiyantoro.
Kejadian seperti ini, menurut Komisaris PSIS, Khairul Anwar, seharusnya wasit berkaca pada kasus meniggalnya striker Persiraja Alm Akli Fairuz dan gelandang PKT Bontang Alm Jumadi Abdi. “Pelanggaran seperti itu tak bisa ditolelir karena sudah membahayakan nyawa pemain,” tegasnya.
Sebenarnya Persebaya sendiri pernah mengalami pengalaman tak mengenakkan, karena pemain andalannya pernah meninggal dunia di lapangan setelah bertabrakan dengan pemain lawan.
Dia adalah Eri Irianto, yang mulai diperhitungkan namanya di kancah sepak bola nasional usai menunjukkan potensi besarnya kala berseragam Petrokimia Putra di Liga Indonesia I musim 1994/1995 silam.
Akan tetapi, kisah tragis menimpa pemain yang sempat mengenakan seragam tim nasional Indonesia selama 10 kali ini. Pada tanggal 3 April 2000, Persebaya menjamu PSIM Yogyakarta di stadion Gelora 10 November dalam lanjutan Liga Indonesia musim 1999/2000.
Di laga tersebut, Eri bertabrakan dengan pemain PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga. Tabrakan yang cukup keras menyebabkan Eri pingsan dan harus dibawa ke Rumah Sakit (RS) Dokter Soetomo, Surabaya.
Setelah lama tak sadarkan diri, pada malam harinya Eri menghembuskan napas terakhir yang konon akibat serangan jantung.
Sebagai penghormatan, Persebaya lalu memensiunkan nomor punggung 19 milik Eri dan menamai mes mereka yang terletak di Jalan Karanggayam 1, dengan nama Wisma Eri Irianto.
Pemain lain yang mengalami nasib tragis akibat pelanggaran keras pemain lawan adalah Jumadi Abdi, gelandang PKT Bontang.
Sosok yang satu ini mulai naik daun saat membela klub asal kota kelahirannya, Persiba Balikpapan, di pertengahan tahun 2000-an. Layaknya Eri, Jumadi juga dikenal sebagai salah satu gelandang pekerja keras di Liga Indonesia.
Bersama klub yang kemudian berganti nama jadi Bontang FC ini, Jumadi meregang nyawanya di atas lapangan.
Peristiwa itu terjadi tatkala Jumadi dan rekan-rekannya di PKT Bontang bersua dengan Persela Lamongan di stadion Mulawarman, Bontang, pada tanggal 7 Maret 2009. Laga ini sendiri merupakan lanjutan kompetisi Liga Indonesia musim 2008/2009.
Di tengah laga yang memang berlangsung cukup alot dan keras, Jumadi jadi korban hantaman kaki pemain Laskar Joko Tingkir, Deny Tarkas. Kejadian tersebut bermula dari keberhasilan Jumadi menerobos sektor tengah Persela.
Ketika dirinya mampu melepaskan diri dari kepungan beberapa pemain Persela, datanglah Deny Tarkas dari arah depan yang kemudian melayangkan kakinya dan mengenai perut Jumadi. Pemain yang identik dengan rambut gondrongnya ini pun terkapar di tengah lapangan.
Melihat kondisi tersebut, tim medis segera menandu Jumadi keluar lapangan dan membawanya ke RS Pupuk Kaltim. Di sana, Jumadi mendapat perawatan intensif. Namun luka yang diakibatkan oleh tabrakan tersebut cukup serius, mengingat bahwa pull sepatu Deny Tarkas telak menghantam perut Jumadi hingga membuat usus halus Jumadi sobek dan bocor.
Efeknya pun fatal, kotoran yang ada di organ tersebut menyebar ke organ-organ lain dan menyebabkan nyawa Jumadi tak bisa diselamatkan.
Jumadi meninggal dunia tepat sepekan pascakejadian tersebut dan yang lebih ironis lagi, dia tiada tepat sehari setelah ulang tahunnya yang ke-26.
Pemain lainnya yang bernasib sama yaitu Akli Fairus. Mungkin nama ini jadi yang paling asing di telinga pencinta sepak bola Indonesia. Karier dari figur yang berposisi sebagai penyerang ini memang banyak dihabiskannya di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Pascalulus dari Universitas Syiah Kuala, dia hilir mudik ke beberapa klub di NAD sebelum akhirnya mendarat di Persiraja Banda Aceh di tahun 2010. Bersama kubu Laskar Rencong, penampilan Akli meningkat secara signifikan.
Sayangnya, badai yang menerpa sepak bola Indonesia akibat dualisme di tubuh induk organisasi sepak bola Indonesia (PSSI), membuat karier Akli meredup. Sang pemain pun akhirnya hijrah ke PS Pidie Jaya untuk menyelamatkan kariernya. Namun tak berselang lama, Akli bergabung kembali dengan Persiraja.
Di klub yang pernah melahirkan sosok penyerang buas dalam diri Irwansyah ini pula kisah pilu Akli terjadi. Adalah laga Divisi Utama antara Persiraja versus PSAP Sigli pada musim 2013/2014 yang jadi pertandingan pamungkas buat Akli di sisa hidupnya.
Pada pertandingan yang diselenggarakan pada 10 Mei 2014 itu, Akli mengalami tabrakan dengan penjaga gawang PSAP, Agus Rohman. Ketika laga memasuki injury time, Persiraja mendapat peluang emas di depan gawang PSAP setelah tembakan seorang pemain Persiraja gagal ditangkap dengan sempurna oleh Agus.
Melihat bola liar itu, Akli pun menyongsongnya demi mencetak skor, sayangnya di momen itu pula kaki Agus menerjang perut Akli. Sang goalgetter pun terkapar sambil mengerang kesakitan. Dirinya lantas ditandu keluar lapangan. Hingga akhirnya pada 15 Mei 2014, Akli yang sudah dirawat selama lima hari tak sanggup lagi bertahan. Sebab kondisi luka dalam yang didapatnya usai terkena tendangan Agus sudah terlalu parah.(HS)