in

Kasus Dugaan Korupsi dan Pengoplosan BBM di Pertamina, Legislator Desak Audit Total BUMN Migas

SPBU Penjual Produk BBM Pertamina. (Foto : esdm.go.id)

 

HALO SEMARANG – Dugaan mega korupsi yang melibatkan beberapa anak perusahaan inti, di bawah PT Pertamina (Persero), dengan kerugian negara diduga mencapai Rp193,7 triliun, mengindikasikan lemahnya fungsi pengawasan holding terhadap kinerja anak-anak perusahaan di lingkungan Pertamina.

Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, menegaskan bahwa korupsi yang diduga berlangsung selama lima tahun ini, menunjukkan adanya sindikat dan permufakatan jahat yang terjadi secara sistematis di tubuh Pertamina.

Menurutnya, praktik melawan hukum, melalui markup harga telah merugikan negara dan menipu rakyat.

“Ini luar biasa parah. Seruan untuk menegakkan akhlak di lingkungan Kementerian BUMN justru diluluhlantakkan oleh salah satu BUMN terbesar yang katanya berkelas dunia,” kata Asep, di Jakarta, Rabu (26/2/2025), seperti dirilis dpr.go.id.

Ia pun mendesak agar dilakukan audit total secara menyeluruh oleh pihak independen yang memiliki kredibilitas tinggi guna memastikan transparansi keuangan dan tata kelola perusahaan.

“Saran saya, lakukan audit total dan pemeriksaan menyeluruh oleh pihak yang benar-benar independen dan memiliki kredibilitas tinggi terhadap kondisi keuangan serta manajemen perusahaan,” tegasnya.

Politisi Fraksi Partai NasDem itu juga menyatakan dukungan penuh kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu dalam rangka pemberantasan korupsi di Pertamina.

“Saya kira kasus ini merupakan kejahatan sistemik dan terorganisir (organized crime). Kejaksaan Agung mendapatkan momentum untuk melakukan bersih-bersih hingga ke akar-akarnya,” ujarnya.

Menutup pernyataan, Asep menegaskan bahwa hukuman bagi para pelaku harus setimpal agar memberikan efek jera.

“Kemarin kita ribut soal efisiensi anggaran, tapi ternyata ada begundal-begundal yang menikmati kesenangan di atas penderitaan negara dan rakyat. Ini sangat keterlaluan!” kata dia.

Untuk diketahui, Komisi XII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), dengan sejumlah mitra kerja termasuk Plt Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra, Direktur Utama Mobility Shell Indonesia, Direktur Utama, Direktur Utama PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Direktur Utama PT AKR Corporindo, Direktur Utama PT Indomobil Prima Energi, dan Direktur Utama PT Vivo Energy Indonesia. (HS-08)

Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi yang memimpin rapat tersebut mengungkapkan sejatinya bahwa salah satu fokus utama dari pertemuan ini adalah memastikan ketersediaan pasokan BBM, khususnya untuk periode menjelang Lebaran.

Namun, isu yang lebih mendesak saat ini adalah terkait kualitas RON yang beredar di pasar, di mana muncul spekulasi bahwa beberapa jenis BBM, seperti Pertalite, di oplos dengan RON yang lebih tinggi.

“Intinya dari tema hari ini selain ketersediaan pasokan untuk menjelang lebaran dan bulan puasa, isu yang terkini adalah isu terkait RON oplosan. maka itu sebenarnya itu yang ingin kita diskusikan bersama dengan perusahaan-perusahaan lain apakah dimungkinkan ?” ujar Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi, saat memimpin rapat yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Ia menekankan pentingnya untuk memastikan adanya kepastian skema terkait pembuatan RON, baik oleh pihak swasta maupun Pertamina.

Ia menyoroti ketidakpastian yang berkembang di publik terkait isu tersebut, dan berharap agar jangan sampai isu yang beredar justru merusak kepercayaan masyarakat terhadap kualitas BBM yang dijual di SPBU.

“Kami juga ingin mengetahui bagaimana sistem verifikasi dan pengawasan terhadap kualitas RON ini, sehingga masyarakat tidak disesatkan oleh informasi yang keliru,” tambah Legislator Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.

Lebih lanjut, ia juga menyinggung tentang sejarah RON di Indonesia, yang pernah menggunakan RON 88 pada masa Orde Baru, dan saat ini Pertamina memiliki RON 90 sebagai bahan bakar paling rendah, yang dikenal dengan nama Pertalite.

Ia mengungkapkan keprihatinannya atas isu yang menyebutkan bahwa RON 90 bisa disamakan dengan RON 92, yang tentunya menimbulkan pertanyaan terkait kualitas bahan bakar tersebut.

Menanggapi isu tersebut, Plt Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra memberikan klarifikasi mengenai kualitas BBM yang mereka pasarkan.

Dalam penjelasannya, pihak Pertamina Patra Niaga mengungkapkan bahwa mereka mengimpor BBM dengan dua sumber, yakni dari kilang Pertamina dalam negeri dan dari luar negeri. Produk gasoline yang diterima dari kedua sumber tersebut, baik RON 90 maupun RON 92, sudah diterima dalam bentuk yang sesuai dengan spesifikasinya, tanpa adanya perubahan RON.

“Untuk Pertalite, kami menerima produk dalam bentuk RON 90, dan untuk Pertamax, produk yang diterima adalah dalam bentuk RON 92, baik dari kilang dalam negeri maupun dari impor. Kami juga menambahkan aditif pada Pertamax untuk meningkatkan kualitas dan performa produk,” jelas Plt Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra.

Pertamina juga menjelaskan bahwa setiap produk BBM yang diterima di terminal mereka telah melalui serangkaian pengujian kualitas, baik sebelum maupun setelah proses pengiriman. Pengujian rutin dilakukan di terminal-terminal Pertamina untuk memastikan bahwa produk yang sampai ke SPBU sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Plt Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra juga menyatakan komitmennya dalam menjaga kualitas BBM yang dipasarkan di Indonesia, dan berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan serta Bareskrim untuk mengawasi kualitas BBM di lapangan.

Mereka juga menekankan bahwa pengujian kualitas BBM di seluruh Indonesia dilakukan secara rutin oleh Kementerian ESDM, dalam hal ini Lemigas, untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dijual di SPBU sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

Rapat ini menjadi momen penting untuk memperjelas isu-isu yang berkembang di masyarakat terkait kualitas BBM, khususnya mengenai RON oplosan, dan memastikan bahwa pasokan BBM menjelang bulan puasa dan Lebaran dapat tercapai dengan lancar.

Komisi XII DPR RI juga menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan yang ketat terhadap industri BBM untuk memastikan bahwa publik tidak terjebak dalam isu yang berpotensi merusak kepercayaan terhadap kualitas bahan bakar yang dipasarkan di Indonesia. (HS-08)

MK Diskualifikasi Calon Kepala Daerah, Legislator di DPR Ini Minta DKPP Periksa KPU-Bawaslu

Tingkatkan Pelayanan dan Pengawasan, Kemenkeu Terbitkan Aturan Baru Terkait Barang Kiriman