HALO KENDAL – Merasa prihatin atas hampir punahnya tanaman kopi liberika, yang jadi warisan pendahulu dan juga menjadi ciri khas kopi Kendal, seorang petani Kendal berusaha membudi dayakan tanaman kopi tersebut.
Tak tanggung-tanggung, Widodo (52) petani Desa Mlatiharjo, Kecamatan Patean, mengaku sudah 21 tahun bergelut membudi dayakan tanaman kopi asal Liberia Afrika tersebut.
Menurutnya tanaman perkebunan itu, kini mulai hilang di Kendal. Padahal kopi yang dibawa saat zaman kolonial Belanda tersebut, saat ini sedang dicari para pecinta kopi.
“Meskipun memiliki harga yang lebih mahal dari kopi arabika dan robusta, kopi liberika ini mempunyai aroma buah nangka. Liberika juga dikenal kadar kafeinnya rendah. Sehingga nyaman di perut,” ujarnya, Rabu (22/7/2020).
Menurut Widodo, profesi pemberdayaan bibit kopi liberika, sudah dia tekuni sejak tahun 1999. Salah satu alasan bertahan hingga sekarang, karena prihatin akan tanaman warisan pendahulu tersebut.
“Saya merasa prihatin, tanaman kopi liberika banyak yang ditebang, karena memang fisik batangnya besar dan tinggi. Akibatnya, para petani yang memotong batangnya,” ungkapnya.
Widodo mengaku, dirinya masih mempunyai beberapa tumbuhan kopi liberika. Bahkan tumbuhan kopi liberika miliknya, diameter batangnya ada yang sangat besar, tidak cukup bila dipeluk oleh orang dewasa.
“Tumbuhan kopi itu berusia ratusan tahun, warisan nenek moyang. Saya berharap, dengan budi daya yang telah saya lakoni selama 21 tahun ini, bisa mempertahankan kopi ciri khas Kendal,” harapnya.
Ditambahkan, hingga saat ini, di Kendal masih ada sekitar 50 hektare kebun kopi liberika. Tanaman kopi liberika itu tumbuh subur di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Patean, Sukorejo, dan Limbangan.
Ditanya soal harga bibit, Widodo mengaku, dirinya menjual bibit kopi liberika dengan harga Rp 2.000 perbatang.
“Kopi liberika di Kendal memiliki banyak jenis, di antaranya, jenis exelsa, ada yang daunnya besar mirip tembakau dan ada yang daunnya kecil mirip pohon apel,” pungkasnya.(HS)