in

Tahun Depan, Pemprov Jateng Siap Bentuk Satgas Sampah di Setiap Desa

Warga memasukkan sampah organik ke tempat sampah yang ada di depan rumahnya.

 

HALO SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo telah membuat tim kecil untuk membuat rumusan dari rekomendasi Kongres Sampah, salah satunya pembentukan Satgas Sampah di seluruh desa. Ganjar menargetkan tahun depan rumusan tersebut langsung bisa dieksekusi.

Kongres Sampah yang terselenggara Sabtu-Minggu (12-13/10/2019) mengeluarkan empat rekomendasi akhir, yakni pembentukan Satgas Sampah di seluruh desa di Jateng, mencanangkan gerakan pemilahan sampah 3 Ng yaitu ngelongi, nganggo dan Ngolah (mengurangi, memanfaatkan, dan mengolah), memberi insentif pada inovasi pengolahan serta pembentukan Dewan Konsorsium Sampah Jateng.

“Saya lagi nyusun APBD, untuk kami rancang agar soal penanganan sampah bisa masuk. Terlebih kepala dinas LHK ditunjuk sebagai ketua Dewan Konsorsium Sampah yang juga melibatkan pengusaha, tokoh masyarakat, seniman dan lainnya. Jadi secara kelembagaan ada. Ini yang akan kami jadikan acuan untuk mengeluarkan kebijakan. Jadi (Kongres Sampah-red) ini bukan sekadar kumpul-kumpul atau pertukaran wacana saja,” kata Ganjar, Senin (14/10/2019).

Acuan kebijakan tersebut berupa rumusan yang saat ini tengah digarap oleh tim kecil yang terdiri dari kalangan pemerintahan, akademisi, aktivis, serta inovator persampahan. Rumusan itu meliputi mana rekomendasi yang harus dibuat regulasi, mana yang perlu dukungan politik anggaran, mana yang jadi dorongan atau perintah terkait penanganan persampahan.

“Tim ini sudah bekerja, kami siapkan percepatan di tahun depan. Urusannya gampang. Ritmenya mengikuti politik anggaran. Sampai pertengahan November APBD akan diketok. Maka hari ini segera kami masukkan mana-mana yang mesti terlibat. Termasuk rangsangan dengan lomba. Lomba Satgas, bank sampah dan lainnya,” katanya.

Untuk pembentukan Satgas Sampah, Ganjar mengatakan adalah hal yang sangat mungkin, terlebih sudah ada embrionya di desa Kesongo, Kabupaten Semarang tempat diselenggarakannya Kongres Sampah. Namun Ganjar mengatakan gerakan tersebut memang memerlukan waktu, tidak bisa sak dek sak nyet (tiba-tiba menyelesaikan).

“Kongres Sampah ini adalah titik bertemunya para inovator, kreator dan pelaku yang masing-masing punya pengalaman baik untuk mengelola sampah. Ketika orang mudah marah soal sampah sebenarnya mereka berimajinasi seolah-olah mengatakan ayo kita bereskan dan kerjakan. Tapi bagaimana mengerjakannya? Praktik baik di level desa itu berbeda apalagi di perkampungan kota,” imbuhnya.

Perbedaan cara itulah yang akan diterapkan Ganjar untuk mengatasi sampah di Jawa Tengah. Dia mengutip filosofi Jawa, deso mowo coro negoro toto, yang bermakna setiap wilayah punya kearifan lokal masing-masing. Maka negara yang harus memadukan. Cuma, lanjut Ganjar, ketika hal tersebut tidak terlalu efektif bisa dilanjutkan dengan membuat aturan. Urutannya dari imbauan ke masyarakat kemudian dilahirkan regulasi.

“Banyak orang yang tidak sabar sehingga orang menyampaikan bahwa ini harus cepat. Kemarin dapat cuitan dari Bu Susi, Bu Susi termasuk kategori orang tidak sabar. Karena apapun yang diomongkan dan gerakkan, tidak terlembagakan dengan baik. Padahal ini mengubah perilaku. Karena deso mowo coro dan negoro mowo toto. Ada cara di setiap desa, itu filosofi yang mungkin banyak orang yang tidak menyadari. Ada lokalitas. Saya tidak suka menyeragamkan, tapi bagaimana di desa itu punya cara masing-masing,” katanya.

Dengan adanya kelembagaan yang mengawasi sampah seperti Dewan Konsorsium Sampah yang telah dicanangkan di Kongres tersebut, Ganjar berharap memperoleh data riil soal persampahan dari dalam rumah hingga pengolahan. Kalau itu sudah berjalan, menurut Ganjar, akan lebih memudahkan pengelolaannya di TPA. Misalnya di Cilacap, Semarang dan Solo. Tiga Kota itu bisa dijadikan replikasi pengelolaan TPA di daerah lain.

“Kita ukur satu tahun nanti ada perubahan di setiap area atau tidak? Nah perguruan tinggi akan kita libatkan untuk ini. Saya kepinginnya kalau dari (kongres sampah) ini kemudian dibuat banyak kebijakan dan bisa berjalan dengan baik, kongres sekali itu cukup. Tapi rasa-rasanya akan ada lagi di tahun depan untuk mengukur capaian Kongres Sampah perdana ini dalam satu tahun. Jika setelah itu sudah ada yang bisa diukur secara kuantitatif, maka kongres ini cukup dua kali. Selanjutnya aksi terus,” terangnya.

Untuk membuat aksi tersebut Ganjar mengajak masyarakat agar turut aktif dalam gerakan pemilahan sampah sejak dalam rumah. Agar lebih memudahkan gerakan itu, Ganjar juga mengimbau terbentuknya komunitas peduli lingkungan sebanyak-banyaknya.

“Ayo buat komunitas di setiap daerahmu untuk mulai pemilahan sampah. Kemudian kita olah, atau berikan ke pengelola yang punya cara pengolahan yang benar,” pungkas Ganjar.(HS)

Hendi Siap Tanggung Kerugian Pengamen Angklung Kota Lama

Pemkot Siap Gandeng Akademisi UIN Walisongo Guna Membangun Semarang