in

Representasi dari Smookers, Ketua Komisi XIII DPR RI Sebut Kontribusi Industri Tembakau Rp 213 Triliun

Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menjadi narasumber diskusi di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024). (Foto: dpr.go.id)

 

HALO SEMARANG – Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya meminta dengan tegas agar Pemerintah RI, dalam hal ini Kementarian Kesehatan, mempertimbangkan realitas sosial, terkat peraturan tentang rokok, yang dinilai merugikan banyak pihak.

Willy mengingatkan bahwa jika kebijakan tentang tembakau dibuat tanpa mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi, maka yang akan paling dirugikan adalah para petani tembakau dan pekerja, yang terlibat di mata rantai industri ini.

Hal itu dia sampaikan di tengah diskusi hangat, tentang masa depan industri hasil tembakau, yang digelar oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP),  di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024).

“Kasihan banyak yang mau dimiskinkan,” kata dia, seperti dirilis dpr.go.id.

Dia pun mengungkapkan kekhawatiran terhadap nasib petani yang menggantungkan hidup pada industri tembakau.

“Kalau mereka terus diabaikan, bisa saja nanti timbul perlawanan sosial,” tambahnya.

Di samping itu, dia juga mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan berdiskusi dengan cara yang partisipatif, mengedepankan dialog yang membangun.

“Ini bukan soal kalah menang, tapi soal mencari solusi yang terbaik untuk Republik,” ujarnya, menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam perumusan kebijakan.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengajak para peserta diskusi, untuk melihat persoalan ini secara objektif dan mendalam.

“Kita tidak bisa membuat peraturan yang semena-mena, harus mempertimbangkan semua kepentingan,” ujar Willy, menandaskan pentingnya tidak mengedepankan ego sektoral.

Ia menegaskan bahwa ia berbicara bukan hanya sebagai Ketua Komisi XIII DPR RI, tetapi juga sebagai “representasi dari smokers (perokok),” atau konsumen tembakau, yang merasa kebijakan terkait industri ini sering kali terlalu berat sebelah.

“Undang-undang dan peraturan harus melibatkan semua pemangku kepentingan, ada inklusi di sana,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa regulasi yang berpihak pada satu kepentingan saja akan menimbulkan ketidakseimbangan dan berpotensi menyakiti sektor-sektor yang rentan.

Dalam diskusi ini, Willy menyinggung kontribusi besar industri tembakau terhadap negara.

“Cukai yang disumbangkan oleh industri tembakau ini mencapai Rp 213 triliun,” katanya, membandingkannya dengan industri farmasi yang hingga saat ini masih belum memiliki pijakan kuat di Indonesia dan hanya menjadi pasar konsumtif.

Menurutnya, Indonesia seharusnya lebih bijak dan belajar dari pengalaman berbagai negara dalam mengelola sumber daya strategis. (HS-08)

Nurhadi Kritik Kebijakan RPM Kesehatan yang Dinilai Berpotensi Rugikan Industri Tembakau

Berantas Judi Online, Polri Sita Aset Puluhan Miliar