HALO SEMARANG – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea da Cukai (DJBC) Jawa Tengah dan DIY memusnahkan pita cukai dan rokok ilegal serta ekspose sinergi penyelesaian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) perdana, dengan tindak pidana asal terkait rokok ilegal.
Pemusnahan dilakukan terhadap 88.014 keping pita cukai dan 6,8 juta batang rokok ilegal yang merupakan hasil penindakan Kanwil DJBC Jateng dan DIY dalam periode Febuari hingga November 2020. Total nilai barang yang dimusnahkan sebesar Rp 7,03 miliar dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 3,12 miliar.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah dan DIY, Muhamad Purwantoro menyatakan, bahwa barang yang dimusnahkan merupakan hasil pengungkapan kasus, atas sinergi dengan Pemprov dan Aparat Penegak Hukum lainnya seperti TNI, POLRI dan Kejaksaan serta instansi terkait lainnya.
“Dalam periode 2021, Bea Cukai se-Jateng dan DIY telah melakukan 478 penindakan dengan jumlah rokok yang diamankan mencapai 51,05 juta batang rokok ilegal. Nilainya mencapai Rp 40,78 miliar, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 26,74 miliar,” ujarnya usai pemusnahan rokok di halaman Kantor Pemprov Jateng, Selasa (14/12/2021).
Ia menjelaskan, penyidikan yang dilakukan pada tahun 2021 sebanyak 37 perkara dengan menetapkan 37 orang sebagai tersangka. Saat ini sebanyak 36 perkara sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21), di mana 1 perkara di antaranya merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasus itu menyeret salah satu pengusaha rokok ilegal, berinisial BK.
Ia menyebut, pengenaan pasal TPPU ini adalah langkah baru Bea Cukai sesuai kewenangan yang dimiliki untuk memberikan efek jera kepada pelaku yang memproduksi rokok ilegal, di mana aset yang diduga diperoleh dari tindak pidana asal terkait rokok ilegal dapat dirampas untuk negara.
“Pengenaan pasal TPPU juga merupakan bentuk keseriusan dalam memberantas rokok ilegal dari hulu hingga hilir. Dalam penyelesaian perkaranya, Bea Cukai bersinergi dengan Kejaksaan khususnya Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah,” paparnya.
Perkara TPPU dengan tersangka BK merupakan tindak lanjut dari perkara tahun 2020 yang sudah Inkracht dan BK sudah selesai menjalani hukuman pidananya.
Namun karena diduga kuat BK melakukan tindak pidana pencucian uang atas hasil keuntungan yang diperoleh dalam bisnis rokok ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka kepada BK saat ini kembali diperkarakan dalam TPPU yang saat ini sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
“Pasal yang disangkakan adalah pasal akumulatif yaitu pasal 3 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 juncto pasal 55 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP, karena dilakukan secara bersama-sama dan berulang dengan ancaman pidana penjara paling lama 25 tahun dan denda paling banyak Rp 11 miliar,” imbuhnya.
Purwantoro menambahkan, bahwa pemberian efek jera kepada para pelaku penting dilakukan mengingat rokok ilegal merugikan negara dan masyarakat. Pemberantasan peredaran rokok ilegal tidak hanya untuk mengamankan penerimaan negara, namun juga untuk mengendalikan konsumsi dan menciptaan iklim usaha yang sehat.
Puwantoro mengimbau kepada para pengusaha yang belum legal untuk berusaha mengurus administrasi usahanya, karena “Legal Itu Mudah”. Jajaran Bea Cukai di seluruh daerah siap membantu dengan memberikan pelayanan terbaik dan berintegritas.
Apabila terus menjalankan bisnis rokok ilegal, maka selain dikenakan pasal tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, juga akan dikenakan pasal tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(HS)