HALO SEMARANG – Anggota DPR RI, Selly Andriany Gantina mengecam pencabulan yang dilakukan pengurus sebuah panti asuhan di Kota Tangerang, pada sejumlah anak asuhnya.
Ia pun meminta agar para predator seksual tersebut mendapat hukuman maksimal dengan pemberatan.
“Memang perbuatan pelaku sudah biadab ! Harus dihukum seberat-beratnya,” kata Selly Andriany Gantina, baru-baru ini seperti dirilis laman resmi DPR RI, dpr.go.id.
Selly pun mendukung pihak kepolisian yang menjerat para predator itu dengan Undang-Undang 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Selly menilai UU TPKS yang rampung lewat peran Puan Maharani sebagai Ketua DPR pada tahun 2022 lalu ini, menjadi aturan yang paling kuat, lantaran tidak hanya menjerat si pelaku, melainkan pula lembaga yang menanganinya.
Artinya, kata Selly, Panti Asuhan yang berada di Tangerang itu bisa ditinjau secara legalitas, mulai dari izin dan hukumnya.
Negara juga dapat memiskinkan pelaku, melalui penyitaan aset kekayaannya dengan diperlihatkan identitasnya.
“Dengan demikian, pelaku tidak hanya terkena sanksi hukum, melainkan juga sanksi sosial dari masyarakat,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Barat VIII itu.
Jika wajah pelaku terekam dalam jejak digital di media, korban harus mendapat perlindungan hukum kuat dan ditutupi secara identitas serta mendapatkan pendampingan rehabilitasi mental.
Adapun pelaku disangkakan melanggar pasal 6 UU TPKS dengan ancaman 12 tahun penjara.
Selain itu Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 76E dan 76I juncto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 289 KUHP.
Ancaman hukuman dalam Pasal 76E UU Perlindungan Anak adalah maksimal 15 tahun penjara.
Selly yang dalam periode 2019-2024 bertugas di Komisi VIII dengan bidang kerja terkait perlindungan anak itu pun mendorong penegak hukum memberi pemberatan hukuman bagi pelaku mengingat status para tersangka yang merupakan pengasuh para korban.
“Dalam pasal 82 ayat 2 UU Perlindungan Anak sudah tegas mengatur bahwa tindak pidana kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh pengasuh anak hukuman pidananya diperberat dengan penambahan 1/3 masa hukuman,” tutur Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini.
Termaktub dalam 82 ayat 2 UU Perlindungan Anak yaitu dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah ⅓ (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
“Saya berharap penegak hukum dapat memberikan ancaman hukuman seberat mungkin dengan maksimal. Agar ada efek jera sehingga tidak akan terulang kejadian serupa di kemudian hari,” ucap Selly. (HS-08)