CAPAIAN salah satu program nasional dari Kementerian Kesehatan, yakni Bulan Imunisasi Anak sekolah (BIAS) di Kota Semarang tercatat cukup positif. Sebab, data dari Dinas kesehatan Kota Semarang pada program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) hingga 31 Agustus 2023 di angka 98 persen untuk vaksin MR (Measles dan Rubella), diberikan untuk siswa kelas 1 dan 2 sekolah dasar/sederajat. Sedangkan capaian Human Pappiloma Virus (HPV) diberikan untuk anak perempuan kelas 5 dan 6 untuk mencegah kanker serviks di atas 80 persen.
Menurut dr Hapsari Sp.A, untuk mencapai angka 100 persen terkait capaian imunisasi, Dinkes Kota Semarang harus melakukan berbagai terobosan seperti melakukan penyisiran atau pendataan anak usia sekolah sehingga tak terlewatkan mendapatkan vaksin.
“Dinkes perlu melakukan sweeping karena saat pelaksanaan vaksinasi, ada saja siswa yang tidak masuk sekolah karena sakit ataupun alasan lainnya. Selain itu, penting juga mengedukasi kepada orang tua agar setelah sembuh bisa melakukan vaksinasi susulan. Karena memberikan imun atau antibodi kepada anak penting agar nantinya kuat dan mencapai herd imunity atau kekebalan kelompok, terutama anak sekolah,” ujarnya, Senin (25/9/2023).
Dia mengatakan, bahwa dengan pencapaian BIAS HPV di Kota Semarang pada Agustus diangka 80 persen lebih itu, dinilai cukup tinggi. ”Ini sudah cukup bagus, mengingat pentingnya hak dasar anak agar tumbuh sehat. Apalagi vaksin baru di program BIAS yakni HPV mencegah kanker leher rahim untuk anak perempuan usia produktif maupun usia SD kelas 5-6 SD. Mengingat kasus penderita penyakit ini tinggi dan berbahaya bahkan menimbulkan kematian. Program ini sangat efektif turunkan angka kesakitan dan kematian, terutama mencegah sel kanker serviks,” paparnya.
Dirinya juga mengapresasi program BIAS dari Kemenkes dengan memberikan vaksin atau imunisasi pada setiap bulan Agustus untuk imunisasi Campak, Rubela dan Human Papiloma Virus (HPV). Sedangkan setiap bulan November untuk imunisasi Dihteria Tetanus (DT) dan Tetanus dihteria (Td).
“Karena biaya vaksin ini cukup mahal jika dilakukan sendiri di luar puskesmas. Vaksin ini gratis dengan difasilitasi pemerintah, dalam bentuk pemberian vaksin atau anti gen pada anak sejak bayi lahir sampai usia sekolah sudah mendapatkan vaksin. Tentunya berkat peran kader posyandu yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan puskesmas. Selain itu, harapannya bisa menjangkau anak usia sekolah yang tidak sekolah, karena belajar di rumah saja atau home schooling.
“Puskesmas atau pihak kelurahan bisa mendata anak-anak tersebut sehingga bisa mendapatkan vaksin atau antigennya. Sedangkan bagi orang tua yang memilih melakukan vaksinasi anaknya ke dokter spesialis atau di luar puskesmas, bisa melaporkan jika sudah vaksin sebelumnya. Tujuannya agar terdata di puskesmas. Ada memang beberapa anak yang divaksin di luar puskesmas karena alasan tidak mau antre meski orang tuanya harus rela mengeluarkan biaya sendiri,” ungkapnya.
Namun pihaknya tetap memberikan saran agar melakukan imunisasi di puskesmas karena difasilitasi pemerintah. Jadi warga tidak mengeluarkan uang lagi dan bisa dipakai untuk kebutuhan lainnya. Adapun standar operasional prosedur (SOP) sebelum dilakukan vaksin, petugas kesehatan akan melakukan screening kesehatan anak. Hal ini terkait kondisi anak saat akan divaksin dinyatakan benar-benar sehat. “Misalnya anak yang mengalami imun compromise HIV AIDS, kondisi anak grade 4 tidak bisa dilaksanakan. Tapi bagi anak dalam kondisi sudah baik, virus di dalam tubuh tidak terdeteksi lagi maka bisa dilakukan. Memang ada kelompok tidak bisa diberi vaksin, seperti sedang proses penyembuhan penyakit leukemia karena rentan terhadap antigen, kemudian anak gizi buruk dan gagal ginjal. Agar diketahui riwayat kesehatannya akan ada form yang harus diisikan orang tua saat akan vakasinasi dalam kondisi sehat, begitu juga ketika anak sedang tubuhnya panas ditunggu dulu sampai sembuh,” jelasnya.
Diakuinya ada perbedaan jumlah pemberian vaksin yang didapatkan di puskesmas dan dokter spesialis. Meski demikian, baik anak divaksin di puskesmas maupun dokter spesialis tetap akan memiliki efektivitas imun tubuh.
“Memang misalnya diberikan vaksin pnemokokus kepada bayi baru lahir itu sebanyak empat kali, maka efektivitas akan makin tinggi, dan begitu pula yang diberikan sebanyak tiga kali juga punya antibodinya bagus. Kalau di tempat kami ada empat kali vaksin dengan jarak imunisasi 2, 4, 6 bulan dan satu tahun. Sedangkan jika dilakukan tiga kali yakni dengan rentang waktu yakni 2, 4 dan satu tahun,” katanya.
“Sementara HPV di puskesmas juga diberikan dua kali, yakni jarak vaksin selama satu tahun dalam rentang usia 9-14 tahun. Kalau di kami ada tiga kali vaksin HPV yakni dengan rentang waktu yakni 2, 4 dan satu tahun,” lanjutnya.
Imunisasi Lanjutan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, M Abdul Hakam menjelaskan, upaya tindak lanjut BIAS MR pada Agustus untuk mencapai 100 persen, pihaknya melakukan sweeping anak sekolah yang terkendala seperti sedang sakit dan izin tidak masuk sekolah saat vaksinasi.
“Serta tidak mau divaksin booster karena sebelumnya sudah vaksinasi di dokter spesialis. Sehingga anak sekolah yang dalam kondisi sehat tidak ada yang terlewat untuk vaksin,” imbuhnya.
Dijelaskan Hakam, jika imuniasasi lanjutan untuk anak sekolah dasar ini bertujuan meningkatkan perlindungan terhadap penyakt campak, rubella, difteri, tetanus dan kanker serviks.
BIAS di Kota Semarang sendiri dilaksanakan pada bulan Agustus dan bulan November 2023. Di bulan Agustus vaksin MR diberikan untuk siswa kelas 1 SD. Dengan target sasaran BIAS MR Kota Semarang tahun 2023 sebanyak 23.040 siswa, dan capaian siswa yang sudah di-MR per-31 Agustus 2023 sebanyak 22.559 siswa atau sebesar 98 persen.
Adapun BIAS HPV diberikan siswa perempuan kelas 5 dan 6 sekolah dasar. Dengan target sasaran kelas 5 sebanyak 12.454 siswa, capaian 10.417 siswa atau sebesar 83.6 persen.
Sementara target sasaran kelas 6 sebanyak 12.676 siswa capaian 10.233 siswa atau sebesar 80,7 persen. “Karena terkendala oleh alokasi jumlah vaksin HPV yang diterima Kota Semarang masih 80 persen dari sasaran,” paparnya.
BIAS bulan November mendatang, pihaknya juga akan melakukan pemberian imunisasi berupa Diphteria Tetanus (DT) dan Tetanus diphtheria (Td). “Untuk DT diberikan kelas 1 SD target sasaran sebanyak 23.040 siswa. Untuk Td diberikan kelas 2 SD (sasaran sebanyak 23.179 siswa dan Kelas 5 SD sasaran sebanyak 25.099 siswa,” ungkapnya.
Sementara, Peneliti dari Lembaga Penelitian dan Pengandian kepada Masyarakat (LPPM) Undip Semarang, Ayun Sriatmi menjelaskan, sejak tahun 2022, melalui keputusan menteri kesehatan sebelumnya hanya mendapatkan 11 jenis antigen, mulai sekarang ditambahkan dengan tiga antigen baru yaitu Rota virus mencegah diare virus, PCV mencegah ISPA akut, dan HPV anak perempuan cegah kanker servik.
Ditambahkannya, terkait cakupan imunisasi belum bisa diketahui kabupaten/kota mana yang memiliki cakupan terendah maupun tertinggi di Jawa Tengah. Sebab dipengaruhi jumlah stok vaksin atau ketersedian vaksin dan memang dilaksanakan secara bertahap. “Yang menjadi pilot project untuk pemberian rota virus di Kabupaten Banyumas. Kemudian baru dilaksanakan menyeluruh di semua kabupaten/kota se-Jateng. Rota virus diberikan untuk usia anak belum sekolah,” katanya.
Adapun teknis pelaksanaan BIAS, puskesmas meminta data dari dinas pendidikan semua anak SD kelas 5-6 dapat DT dan anak perempuan HPV. “Saat ini saya melihat koordinasi antara dua instansi terkait sudah cukup baik. Yang menjadi kendala selama ini justru dari orang tua yang tidak mengizinkan anaknya untuk diimunisasi di sekolah. Dengan berbagai alasan orang tua yang menganggap imunisasi oleh puskesmas tidak penting. Sehingga mereka kecenderungan memilih dokter spesialis daripada ke tenaga kesehatan dari puskesmas. Menariknya, bahkan mereka yang tidak mengizinkan anaknya untuk mendapatkan imunisasi adalah kalangan orang tua menengah atas, terutama di sekolah internasional dan sekolah swasta. Sehingga petugas kesulitan untuk masuk ke sekolah tersebut. Selain itu masih ada anggapan dari masyarakat yang menganggap vaksin haram,” paparnya yang juga Ketua Prodi Magister FKM Undip ini.
Menurut Ayun, upaya untuk mendorong pemerintah menggencarkan BIAS ini yakni dengan melakukan sosialisasi dan edukasi terutama orang tua. “Bila diperlukan dibuatkan semacam payung hukum agar setiap anak memperoleh hak imunisasi. Namun di sisi lain orang tua yang menolak mempertentangkan regulasi itu dengan hak asasi anak. Sehingga apakah perlu ada ancaman atau hukuman bagi tidak vaksin, di kesehatan tidak bisa dilakukan. Karena dikhawatirkan jika semua wajib vaksin atau imunisasi bagi anak, yang memang tidak boleh divaksin terkena dampak dari regulasi tersebut. Seperti anak-anak yang status kesehatan memiliki penyakit leuimia, lupus dan auto imun tidak boleh diimunisasi karena punya imun yang rentan,” pungkasnya.(HS)