
JIKA berkunjung ke Kota Semarang, salah satu ikon di Kota Lumpia yang wajib dikunjungi adalah sebuah gedung bersejarah yaitu Lawang Sewu di kawasan Tugumuda Semarang. Lawang Sewu Semarang, selain terkenal di dalam negeri sendiri, kini sedikit demi sedikit, keberadaanya diketahui oleh para petualang dari mancanegara. Bangunan dengan arsitektur megah, serta memiliki sejarah panjang tentang perkembangan perjuangan kemerdekaan Indonesia di masa lampau, gedung ini memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi wisatawan yang datang ke Semarang.
Memasuki salah satu Gedung Lawang Sewu, disambut lorong panjang yang dipenuhi pintu kayu di kanan dan kiri. Bangunan yang dulu juga berfungsi sebagai tempat tinggal pegawai NIS ini dilengkapi dengan ballroom, ruang makan yang luas, gedung serbaguna, hingga gedung pertunjukan berbentuk bahtera terbalik di lantai atas. Sayangnya tidak ada lagi perabotan yang tersisa di ruangan tersebut. Namun, masih terlihat benda-benda peninggalan Belanda, seperti wastafel dan closet berdiri di bagian toilet. Lalu di gedung tersebut juga ada ruang bawah tanah yang saat ini tertutup untuk umum. Dulunya, ruangan-ruangan bawah tanah sempit, gelap, dan lembab ini pernah digunakan sebagai penjara berdiri dan penjara jongkok tahanan Serdadu Jepang
yang membuat bulu kuduk berdiri.
Bahkan sebelum direnovasi dan dirawat dengan baik, gedung ini sangat identik dengan hal-hal mistis. Apalagi beberapa acara di stasiun televisi swasta yang menyajikan cerita misteri, beberapa kali memanfaatkan gedung ini untuk lokasi shoting. Khususnya di lorong bawah tanah yang juga berfungsi penampungan air dengan tujuan untuk sistem pendingin ruangan gedung.
Humas PT KAI Daop 4, Krisbiantoro mengatakan, konservasi dan revitalisasi Lawang Sewu sudah selesai secara menyeluruh, pada Mei 2015 lalu. Sehingga sekarang ini pengunjung sudah bisa menikmati keindahan seluruh bangunan kuno itu. Pengunjung juga bisa melihat-lihat museum Lawang Sewu yang berisi dokumentasi Lawang Sewu dari masa ke masa, proses revitalisasi, dan
sebangainya.
“Seiring selesainya proses revitalisasi seluruh bangunan bekas kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) itu, tingkat kunjungan wisatawan juga mengalami kenaikan signifikan,” terangnya, Kamis (3/10/2019).
Jauh sebelum menjadi salah satu destinasi petualangan dan markas besar PT KAI, Lawang Sewu Semarang lebih dulu diduduki oleh para kolonialis. Tergabung dalam sebuah organisasi NIS, para kolonialis tersebut mengendalikan Kota Semarang dari sini.
Oleh karena itu, tidak heran jika bangunan Lawang Sewu Semarang mempunyai arsitektur yang tidak umum di Indonesia. Elemen kolonial masih lumayan kental di sini. Namun, hal tersebut justru yang tidak dihilangkan oleh PT KAI dalam renovasi dan pugaran.
Awal pendiriannya, gedung kuno ini digunakan sebagai kantor pusat Perusahaan Kereta Api Swasta bernama Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Matatscappij (NIS) atau kantor pusat Perusahaan Kereta Api Swasta NIS. Bangunan tersebut berlokasi di ujung Bodjonhweg atau yang sekarang dikenal dengan nama Jalan Pemuda.
Alasan dibangunnya gedung yang termasuk bangunan cagar budaya tersebut karena pada saat itu, pertumbuhan jaringan kereta api yang cukup pesat di Jawa menjadikan jumlah pegawai yang dipekerjakan pun bertambah. Sehingga memerlukan kantor baru yang lebih luas. Ciri khas dari bangunan yang didirikan sejak 1904 hingga 1907 ini bergaya art deco, dirancang oleh arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Bangunan tiga lantai tersebut memiliki dua menara kembar di depannya ini.
Penyebutan Lawang Sewu oleh penduduk lokal bukan tanpa alasan. Dalam bahasa Jawa, lawang berarti pintu dan sewu berarti seribu, jadi lawang sewu berarti seribu pintu. Hal ini bukan berarti bahwa Lawang Sewu memiliki seribu pintu, melainkan untuk menggambarkan jumlah pintu di Lawang Sewu yang teramat banyak.
Meski sudah berusia satu abad, gedung bergaya indis yang dipadukan dengan ornamen lokal yang kental ini masih terlihat kokoh berdiri di tengah Kota Semarang. Waktu rupanya tak mampu memudarkan kegagahan dan keanggunan gedung yang menjadi landmark Kota Semarang ini.
Selain arsitekturnya yang indah, Gedung Lawang Sewu juga sarat akan nilai sejarah. Gedung yang tepat di depan Jalan Raya Pos Daendels ini juga sempat jadi penjara bawah tanah oleh serdadu Jepang saat gedung tersebut dikuasai para penjajah dari Negeri Sakura pada tahun 1942.

Yang paling fenomenal, tentu terkait sejarah masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Gedung ini menjadi saksi bisu perjuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia dalam mengusir penjajah, khususnya dalam moment pertempuran
Lima Hari di Semarang, adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945. Dua penyebab utama pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr Kariadi.
Lawang Sewu menjadi lokasi pertempuran antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan Kempetai dan Kidobutai Jepang.
Saat itu para pemuda AMKA berusaha mempertahankan Lawang Sewu namun kalah persenjataan dan personel. Pemuda AMKA bersuaha menyelamatkan diri dan tercatat ada 12 orang kabur ke toilet ketika pasukan Jepang menyerang secara membabi buta.
Untuk mengenang pejuang AMKA yang gugur di sana dibangun sebuah monumen. Lokasinya berada di halaman tepatnya di belakang lokomotif yang dipajang.
Dalam monumen tersebut tertulis kata-kata mutiara berbunyi, “Djiwamu bagaikan sajap pendukung tjita-tjita bangsa. Raga
bagaikan alas kemerdekaan nusa”.
Paska-kemerdekaan RI, Lawang Sewu difungsikan sebagai kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) yang saat ini menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Gedung ini juga sempat dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah hingga 1994. Saat ini pengelolaan Gedung Lawang Sewu berada di bawah PT KAI.(HS)