SEMARANG – Inovasi dan transfer teknologi terus digenjot Pemkot Semarang melalui kerja sama sister city yang dijalin dengan beberapa kota maju di luar negeri. Salah satunya dengan Kota Toyama, Jepang dengan meluncurkan 72 Bus Trans Semarang dengan Bahan Bakar Gas (BBG) di Patra Convention Hotel Semarang, Rabu (9/1).
Selain Hendi, sapaan akrab Wali Kita Semarang tersebut, Wali Kota Toyama, Jepang, Yoshiaki Harada, serta sejumlah perwakilan Kementrian Republik Indonesia juga turut hadir.
“Kami tidak mau kerja sama yang ada hanya sekadar rundingan tanpa tindak lanjut. Alhamdulillah setelah MoU Sister City (Kota Kembar) dengan Kota Toyama, langsung ditindaklanjuti dengan mengkonversi bahan bakar solar ke gas untuk transportasi massal,” ungkap Hendi.
Terkait pembiayaan, dirinya menuturkan jika penyiapan Bus Bahan Bakar Gas dilakukan dengan skema joint crediting mechanism, yaitu dengan anggaran oleh Pemerintah Kota Semarang dan Toyama sama besar.
Kerja sama ini, lanjut Hendi, juga terlaksana berkat dukungan fasilitas serta regulasi dari Pertamina, Pertagas Niaga, IGES, ITDP serta Rockefeller Foundation yang memprakarsai program 100 resilient cities (kota tangguh). Dalam program tersebut, Kota Semarang terpilih sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang masuk dalam jejaring 100 kota tertangguh dunia dengan salah satu program dan strategi yang dilakukan adalah pengembangan transportasi yang terintegrasi.
Ke depan, Hendi juga menjajaki potensi pengembangan hidro energi yang memanfaatkan arus sungai menjadi tenaga listrik. Hendi melihat Kota Semarang memiliki beberapa sungai dengan arus dan debit yang berpotensi menggerakkan turbin menjadi tenaga lisrik sebagaimana di Toyama.
“Jadi kerja sama kota kembar, terkhusus dengan Toyama akan terus kami tingkatkan. Bentuk apa yang baik di Toyama, akan kami aplikasikan juga di Kota Semarang,” kata Hendi
Peluncuran Bus Bahan Bakar Gas di Kota Semarang tersebut diyakini Hendi mampu membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat di Kota Semarang. Selain ramah lingkungan dengan emisi yang lebih rendah, pemanfaatan bahan bakar gas pada BRT ini juga dipercaya mampu menghemat biaya operasional. Penghematan dapat dilakukan karena BBG dapat menghemat penggunaan bahan bakar sekaligus membuat mesin lebih awet. Saat ini konversi BBG dilakukan dengan sistem retrofit di mana bahan bakar dapat menggunakan gas dan solar.
Secara detail, dari hasil uji coba yang dilakukan, menurut Kepala BLU UPTD Trans Semarang, Ade Bhakti Ariawan pada pemakaian harian untuk armada ukuran sedang dibutuhkan rata-rata 80 liter solar dengan harga Rp. 5.150 per liter. Sedangkan dengan sistem retrofit, hanya dibutuhkan 60 liter gas dan 21 liter solar yang jika dikonversikan rata-rata diperoleh penghematan sebesar Rp 37.900 setiap harinya untuk setiap armada.
“Bila dikalikan dengan seluruh jumlah armada dan hitungan per tahun, nilai efisiensinya akan sangat besar. Tiga stasiun pengisian bahan bakar gas telah disiapkan yakni terminal Tambak Aji di kantor Dinas Perhubungan, terminal Mangkang dan terminal Kaligawe,” tandasnya. (Halo Semarang)