in

Cerita Nelayan Morodemak Kesulitan Melaut hingga Terjebak Tak Bisa Pulang Akibat Pendangkalan Muara dan Abrasi Laut

Nelayan Morodemak yang mengalami kesulitan saat melaut karena pendangkalan muara dan tingginya abrasi laut, saat diwawancarai awak media di acara program rehabilitasi memanfaatkan sedimentasi laut yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), baru-baru ini.

KEHIDUPAN masyarakat nelayan, terutama di wilayah pesisir Jawa Tengah dihadapkan pada persoalan lingkungan dan ekosistem alam. Seperti pendangkalan muara yang tak hanya dialami oleh nelayan di ujung timur Provinsi Jawa Tengah, yaitu Tembarak. Tapi juga dihadapi masyarakat nelayan di pesisir pantai utara Jawa Tengah, yaitu Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

Setiap kali melaut, mereka terganggu dengan pendangkalan muara untuk aktivitas keluar masuknya kapal. Dampaknya membuat mesin tempel kapal motor, maupun baling-baling kapal tersangkut/tertabrak gundukan pasir.

“Memang perlu pengerukan muara karena sangat merusak alat mesin kapal, ketinggian pasir capai setengah meter, apalagi saat air laut surut, otomatis kapal tidak bisa lewat, dan harus menunggu air sampai naik,” ujar Abdul Latif, salah seorang nelayan Morodemak saat ditemui beberapa waktu lalu.

Menurut dia, pada tahun 2024 ini, kondisi pendangkalan muara di Morodemak adalah paling parah. Penyebab pendangkalan karena pasir yang terbawa arus.

“Jadi kalau pas air laut surut pernah terjebak tidak bisa pulang. Harus menunggu air laut naik lagi, bahkan bisa menginap semalaman tidak bisa mencari ikan di laut. Atau memutar lewat rute lainnya, membuat jaraknya yang cukup jauh,” katanya.

Saat melaut, dia bersama beberapa rekan menaiki kapal berukuran sedang untuk mencari nafkah sehari-hari.

“Kalau hasilnya baik, bisa membawa pulang rata-rata hasil tangkapan ikan sampai tonan, termasuk kembung, tongkol maupun ikan lainnya. Sedangkan batas melautnya sampai wilayah Jepara, tergantung lihat arusnya,” imbuhnya.

Untuk kebutuhan bahan bakar minyak atau BBM sendiri, mereka merasa terbantu. Karena saat ini untuk mengisi solar kapal di wilayahnya terdapat SPBN. “Terbantu sekali, cari solar gampang,” katanya.

Untuk menjawab persoalan di pesiair tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun melaksanakan program rehabilitasi kawasan Pesisir Morodemak bersama dengan Universitas Diponegoro. Dimana dalam program tersebut, menambang sedimentasi berupa pasir laut yang nantinya digunakan pemanfaatannya bagi masyarakat sekitar. Kegiatan ini sekaligus dalam upaya membaiki penurunan lingkungan.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Prof. Denny Nugroho Sugianto, menilai pentingnya pemanfaatan hasil sedimentasi sebagai langkah kunci dalam rehabilitasi ekosistem pesisir di Morodemak yang telah mengalami penurunan.

“Pemanfaatan sedimen yang tepat dapat memberikan manfaat ganda, yaitu memulihkan ekosistem pesisir yang rusak dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.

Sebagai pakar coastal engineering, Prof. Denny menggarisbawahi kerusakan yang signifikan di wilayah pesisir Demak, termasuk kemunduran garis pantai, hilangnya ekosistem mangrove, dan rusaknya tambak akibat abrasi.

“Kerusakan di wilayah pesisir ini sudah sangat parah, dengan abrasi yang menyebabkan hilangnya lahan tambak dan ekosistem mangrove. Oleh karena itu, pengelolaan hasil sedimentasi menjadi sangat penting untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak langsung,” paparnya.

Selain itu, pengelolaan sedimen juga membantu mengembalikan keseimbangan alamiah sehingga fungsi lingkungan pesisir dapat dipulihkan secara optimal. Ia menekankan, bahwa pengelolaan sedimentasi memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, akademisi, hingga masyarakat lokal.

Sebagai informasi, rehabilitasi di Morodemak akan dilakukan dengan pemasangan breakwater yang terbuat dari buis beton, produk lokal yang dapat dibuat dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

Buis beton ini nantinya akan diisi dengan sedimen, ditutupi dengan karung untuk mencegah penyebaran, dan disusun secara berlapis sebagai penghalang pertama terhadap gelombang laut.

Sehingga dengan pengelolaan sedimentasi yang terencana dan partisipasi aktif masyarakat, langkah ini diharapkan mampu memulihkan ekosistem pesisir secara berkelanjutan. Serta tentunya bisa meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir dalam menghadapi tantangan lingkungan alam yang ada. (HS-06)

Revitalisasi Rumah Kemasan Jateng, Nana Sudjana: Upaya Tingkatkan Layanan UMKM

Dorong Pertumbuhan UMKM di Jawa Tengah, Bank Jateng Resmikan Area Mikro Rembang dan Unit Mikro Randublatung