HALO SEMARANG – Mendukung pengurangan dampak perubahan iklim dan efek rumah kaca, Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Penataan Ruang (Distaru) berkomitmen untuk membangun infrastruktur berupa bangunan gedung hijau (BGH) yang ramah lingkungan. Karena, sebesar 30 persen emisi akibat efek rumah kaca saat ini disebabkan dari bangunan rumah tempat tinggal.
Kepala Distaru Kota Semarang, Muhammad Irwansyah menjelaskan, dampak pemanasan global membuat kondisi bumi makin panas, dan menghasilkan emisi karbon lebih banyak yang kenaikan sampai 1,2 persen, dan salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mulai dengan bangunan gedung hijau (BGH). Sedangkan di Kota Semarang sendiri, yang telah bertranformasi sebagai kota metropolitan, dengan penduduk 1,6 juta, harus didorong agar memperbanyak bangunan gedung hijau yang saat ini masih rendah. Harapannya, kata Irwansyah, pemanfaatan ruang untuk pembangunan ke depannya bisa berkelanjutan.
“Dan di samping itu, terobosan inovatif ini dengan mengajak kolaborasi dengan seluruh stakeholder untuk mewujudkan prototipe rumah tinggal sederhana dengan konsep bangunan gedung hijau di Kota Semarang. Semoga dengan adanya kerja sama ini bisa bergerak bersama, di antaranya Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, para pengembang perumahan, BUMN, BUMD, maupun pihak swasta lainnya,” katanya, saat acara Launching FGD dan Penandatangan Komitmen Bersama Program Senandung Hijau, Semarang Hebat Strategi Mewujudkan BangunanGedung Hijau, bertempat di Hotel Gumaya, Rabu (16/10/2024).
Bangunan gedung hijau tidak hanya dari sisi fisik bangunannya saja, tapi juga pengelolaan lingkungan sekitarnya. “Tentunya ada standar teknis dan non teknis bangunan gedung hijau. Mulai dari infrastuktur gedung yang ramah lingkungan, dibangun untuk bisa mengurangi radiasi matahari, maupun pengumpulan air hujan bisa didaur ulang untuk bisa dimanfaatkan kembali, sampai material bahan yang digunakan nantinya,” paparnya.
Sementara, Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu berharap program Senandung Hijau Semarang Hebat ini benar-benar berdampak positif bagi lingkungan. Gedung hijau menjadi bangunan ramah lingkungan atau green building. Dia meminta, prototip bangunan gedung hijau atau rumah tinggal sederhana juga melihat dari sisi wilayah masing- masing.
Mengingat Kota Semarang memiliki karakter geografis yang berbeda di tiap kecamatan, seperti di pesisir dan ada di daerah yang memang diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau.
“Kalau di pesisir kan lebih panas, beda dengan di wilayah Semarang bagian atas. Yang wilayahnya dominan masih perbukitan, dan hutan, sehingga di desain rumahnya seperti rumah panggung untuk antisipasi keamanannya, agar menghindari binatang liar. Sedangkan, di pesisir bisa memanfaatkan solar cell guna menangkap panas matahari untuk dijadikan energi terbarukan, bisa menyuplai kebutuhan listrik maupun berbagai sumber daya lainnya yang ada di sekitarnya,” pungkasnya.(HS)