KOTA Semarang menjadi salah satu kota penting dalam sejarah perkembangan moda transportasi di Indonesia, khususnya jasa kereta api. Sebab di Kota Atlas ini ada stasiun pertama di Indonesia, yakni bernama Stasiun Samarang Netherlandsch Indische Spoorweg Maatschappi (NIS) yang terletak di Kampung Spoorlaan (Tambaksari), Kemijen, Semarang Timur, Kota Semarang.
Stasiun ini merupakan salah satu dari empat stasiun pertama yang dibangun di Indonesia, yang mana tiga stasiun lainnya yaitu Stasiun Alastua Semarang, Stasiun Brumbung (Mranggren), dan stasiun Tanggung (Grobogan).
Saat mengunjungi bekas bangunan stasiun pertama ini, halosemarang.id sempat tak menyangka bahwa bangunan bersejarah ini kini sudah berubah jadi permukiman warga. Beberapa bagian bangunan asli masih tersisa, namun banyak yang sudah rusak. Seperti pada bagian tembok sudah ada yang jebol, dan ada jendelanya yang hilang.
Meski pada bangunan memanjang ini masih tertempel tulisan dari PT KAI menyatakan bangunan ini termasuk cagar budaya yang dilindungi.
Dulunya, bangunan tersebut selain bergungsi sebagai stasiun juga digunakan sebagai kantor kepala stasiun dan kantor koperasi karyawan.
Hal ini bisa diketahui dari tulisan yang masih tertempel di papan pintu sampai sekarang. Sedangkan kondisi bangunan samping kanan dan kirinya sudah terendam air rob, dan dipenuhi tanaman air dan rumput liar.
Tak jauh dari bangunan tersebut, terdapat bangunan lainnya yang masih digunakan untuk koperasi karyawan PT KAI dan rumah tempat tinggal warga.
“Dulu saat stasiun ini masih beroperasi lengkap dengan jalur kereta, ada dua jalur rel kereta api. Jalur rel pertama melayani jurusan Semarang-Purwodadi dan lain-lain. Sedangkan jalur rel lainnya, yang digunakan kereta barang untuk mengangkut barang-barang atau petikemas ke pelabuhan Tanjung Emas,” kata Sri Suwarni (72), warga RT 05, RW 03, Kemijen, Semarang Timur, Kamis (25/7/2019).
Ditambahkan Sri, yang tinggal di rumah yang dulunya digunakan untuk gudang penitipan sepeda para karyawan, dulu suaminya merupakan salah satu karyawan petugas pengatur perjalanan kereta api (ppka) sampai pensiun tahun 2002 lalu.
Sedangkan saat stasiun masih operasi, dia berjualan membuka warung di stasiun ini. Kemudian dia tinggal di bekas gudang sepeda tersebut, atas seizin dari kepala stasiun.
“Setelah tidak beroperasi, pernah bangunan ini dipakai untuk gudang perbaikan kereta dan untuk menyimpan berbagai barang kereta. Namun saat ini semuanya sudah hilang, tidak ada sisa dari bekas rel lama maupun barang lainnya,” imbuhnya.
Pengamat Sejarah Kota Semarang, Rukardi Achmadi mengatakan, stasiun Samarang (Tambaksari) di Kampung Spoorland, tercatat adalah stasiun kereta api pertama di Indonesia. Stasiun ini dibuka pada 10 Agustus 1867. Sekarang dari kontruksinya sudah terbenam tanah di kedalaman air rob.
Dikatakan, dulu dibangunnya stasiun ini, karena pada waktu itu di Pulau Jawa belum ada transportasi modern. Lalu lintas barang antardaerah masih menggunakan transportasi tradisional, seperti memakai kereta kuda, gerobak untuk mengangkut barang maupun orang.
Namun jauh sebelum stasiun itu dibangun, setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda menduduki Semarang, mulai ada pembangunan infrastruktur transportasi. Semarang pun tumbuh menjadi daerah industri penting, khususnya dalam perdagangan karena di Semarang ada pelabuhan.
“Pelabuhan di Semarang juga menjadi salah satu pelabuhan terbesar, selain pelabuhan di Batavia, dan Surabaya,” terangnya.
Apalagi, saat itu Pelabuhan Semarang telah melayani ekspor karena untuk menampung hasil perkebunan dan dikirim Belanda. Yakni ekspor gula dan kopi, hasil panen dari wilayah pedalaman Semarang seperti Salatiga, Yogyakarta, dan Solo.
“Daerah tersebut yang dikenal sebagai sentra perkebunan tanaman ekspor, khususnya kopi dan gula. Sedangkan untuk mengangkut produk itu sebelum sampai ke pelabuhan, dulu masih memakai gerobak. Padahal untuk menuju Semarang melalui jalur yang berupa perbukitan dan naik turun seperti Bawen. Sehingga butuh waktu lama dan berpotensi hasil kebun itu rusak,” katanya.
Belum lagi, lanjut Rukardi, saat musim hujan, jalan akan sulit dilintasi dan licin. Sehingga Belanda merencanakan pembangunan jalur kereta api di Jawa, sekitar tahun 1840, oleh Kolonel Vanderwijck. Ide tersebut disambut pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda menawarkan jalur itu untuk dikelola sendiri, sedangkan keuntungannya sistem sharing.
“Saat itu ada pengusaha, yang mendirikan perusahaan NIS, berdiri tahun 1862 di Belanda. Perusahaan itu diberikan konsensi untuk jalur kereta api pertama ditunjuk di Semarang,” katanya.
Diterangkan Rukardi, proyek pembangunan stasiun dimulai 17 Juni 1864. Oleh Gubernur jenderal Hindia Belanda LAJ Baron Sloet van de Beele, yang mengawali cangkulan jalur kereta api pertama di Jawa dan Indonesia di Stasiun Samarang.
“Rencana awal dibangun jalur Semarang- vorstenlanden atau daerah kerajaan (Solo dan Yogyakarta). Namun karena anggaran terbatas hanya dibangun sampai di stasiun Tanggung (Grobogan) dan memiliki jarak 24,6 km. Karena rob, pada tahun 1905 meski belum ada sumber resminya stasiun ini mulai tidak difungsikan,” katanya.
Lalu tahun 1914 dibangun stasiun NIS yang sekarang menjadi Stasiun Tawang. Stasiun teraebut dibangun untuk menyambut acara pameran internasional “Koloniale Tentoonstelling”. Sehingga sejak tahun 1914, Stasiun Samarang tidak dipakai dan akhirnya mangkrak.
“Kemudian pernah dipakai gudang. Pada masa kemerdekaan tahun 1950an, bangunan aset jawatan kereta api ini ditempati karyawan yang tidak punya rumah untuk dijadikan tempat tinggal,” tandasnya.
Rukardi mengharapkan, bangunan yang memiliki nilai sejarah perkembangan transportasi kereta api di Indonesia ini bisa tetap dilestarikan. Dan bisa direkontruksi karena masih ada bangunan lamanya. Bangunan yang sudah terpendam, diharapkan bisa digali dan dinaikkan, dengan teknologi serta dibangun tugu peringatan.
“Karena stasiun ini pernah menjadi stasiun pertama di Indonesia. Harusnya tugas ini menjadi tanggungjawab PT KAI, agar sejarah yang terkait stasiun pertama tidak hilang,” pungkasnya.(HS)