in

Produksi Gabah di Jateng Meningkat 1,36 Persen

Foto : Jatengprov.go.id

 

HALO SEMARANG – Produksi gabah di Jawa Tengah, pada 2021 meningkat 1,36 persen dibanding 2020. Pada 2021, para petani di Jateng berhasil  memproduksi 9,618,657 ton gabah kering giling (GKG), atau meningkat 1,36 persen dibanding 2020 yang tercatat 9,489,165 ton GKG.

Hal itu disampaikan Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jawa Tengah, Edi Darmanto, seperti dirilis Jatengprov.go.id, Jumat (4/3/2022).

Dengan capaian tersebut, menurut dia, secara nasional Jateng merupakan provinsi lumbung beras ke dua setelah Jatim.

Untuk meningkatkan produksi beras, Jateng memiliki program peningkatan indeks pertanaman. Dengan program itu, luas panen di Jateng juga naik 1,79 persen dibanding 2020. Mulanya 1,67 juta hektare menjadi 1,70 juta hektare, pada 2021.

Adapun, lima besar daerah di Jateng penyumbang produksi padi adalah Kabupaten Grobogan 800.945 ton, Sragen 743.074 ton, Cilacap 739.140 ton, Demak 656.823 ton, dan Pati 549.005 ton.

Dia tak menampik, luas lahan di Jateng berkurang. Namun demikian, berbagai usaha intensifikasi dan ekstensi pertanian, menjadikan produksi padi di Jawa Tengah naik.

“Luas panen kita naik, karena kita punya program peningkatan indek pertanaman. Yang biasanya tanam dua kali jadi tiga kali. Yang biasanya tiga kali jadi empat kali. Tambah satuan luas, dengan provitas tertentu sehingga menambah produksinya,” kata dia.

Edi menyebut, ada beberapa langkah yang ditempuh untuk menggenjot produksi padi di Jateng.

Pertama, memanfaatkan benih unggul yang berproduktivitas tinggi, berumur pendek dengan rasa yang enak. Selanjutnya, menggunakan teknologi mekanisasi pertanian secara konsisten seperti traktor, transplanter yang dapat mempercepat proses tanam padi dan pada saat panen menggunakan combine harvester.

Ditambahkan, Distanbun Provinsi Jateng juga memberdayakan Penyuluh Pertanian dalam pendampingan teknologi budidaya dan Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT). Hal tersebut dilakukan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit.

Selain itu, Jateng juga memunyai brigade olah tanah, dan brigade pengendalian hama serta penyakit. Brigade tersebut tersebar di enam eks karesidenan (Wilayah Semarang, Surakarta, Pati, Kedu, Banyumas dan Pekalongan).

Upaya lain yang ditempuh melalui gerakan pompanisasi dan pemanfaatan long storage di beberapa daerah, dalam rangka mencukupi kebutuhan air disaat kemarau. Selain itu, waduk-waduk yang banyak dibangun di Jateng juga menjadi faktor mengapa luas tanaman padi di Jateng tetap tinggi.

Dengan luas tanam dan luas panen bertambah, produktivitasnya naik, menjadikan produksi padi di Jateng terus meningkat.

“Untuk pupuk (subsidi) kita memang kurang, karena yang disubsidi pemerintah hanya 48 persen dari kebutuhan. Nah inisiasi dari kepala dinas (pertanian) di daerah masing-masing kabupaten, bisa di dorong lebih kreatif mempergunakan pupuk organik dan memanfaatkan jerami kembali ke sawah, menambah pupuk hayati pembenah tanah. Sehingga kekurangan pupuk subsidi Itu bisa tercukupi,” urainya.

Terakhir, pihaknya optimistis pada tahun ini produksi padi bisa jauh lebih tinggi. Karena, selain gerakan yang telah dilakukan, Jateng juga getol mempraktikan teknologi pertanian 4.0. Dengan teknologi itu diharapkan petani muda milenial tertarik terjun ke dunia pertanian.

“Kalau perhitungan kami, berdasarkan tren 10 tahun terakhir untuk lima tahun ke depan, produksi padi di Jateng masih aman. Selain itu, beras di Jateng juga cukup memikat daerah lain. Kalau sudah diberi brand Delanggu, C4, Raja Lele dan mentik wangi pasti banyak yang meminang,” kata Edi. (HS-08)

750 Mahasiswa KKN Unisnu Jepara Kembali ke Kampus

Atasi Kelangkaan, Pemkab Jepara Kembali Sediakan Minyak Goreng Murah