HALO SEMARANG – Anggota Komisi XII DPR RI Syafruddin, menyoroti regulasi gas elpiji 3 Kg Kementerian ESDM, yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Walaupun aturan baru telah dibatalkan Presiden Prabowo Subianto, dia meminta tidak boleh ada penimbunan gas yang disubsidi oleh pemerintah itu.
Syafruddin mengatakan, sejak 1 Februari Menteri ESDM melarang penjualan gas elpiji 3 kg diecerkan.
Kebijakan itu mengakibatkan terjadinya polemik di masyarakat, bahkan menjadi gejolak.
Di sisi lain, masyarakat menerima angin segar dengan adanya pernyataan Menteri Keuangan bahwa harga elpiji 3 kg sesunguhnya ialah Rp. 12.750, bukan harga yang dijual di pengecer.
“Ini menjadi sorotan, terutama di Masyarakat Kalimantan Timur, di mana harga elpiji (3 Kg) di Kaltim bahkan bisa mencapai Rp 45.000 – Rp 60.000 per tabung sejak Februari 2025,” ujar Syafruddin seperti dirilis new.dpr.go.id, Jumat (7/2/2025).
Ini bukan pertama kali harga jual elpiji 3 Kg seharga ini, namun sudah berjalan cukup lama di Kalimantan Timur, terlebih jika elpiji langka maka masyarakat semakin menjerit.
Legislator asal Dapil Kalimantan Timur itu, mengatakan walaupun larangan penjualan eceran elpiji 3 Kg sudah dibatalkan Presiden Prabowo, dia meminta pemerintah perlu pengawasan atau pemantauan langsung ke daerah-daerah.
“Jangan sampai ada penimbunan gas elpiji 3 kg oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga mengakibatkan adanya kelangkaan gas elpiji 3 kg, dan mengakibatkan harga jual di pengecer jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan,” beber Politisi Fraksi PKB ini.
Ia pun mengatakan, perlu adanya pengawasan langsung kepada agen atau Pertamina Gas elpiji sebagai penyalur ke pangkalan atau pengecer. Jangan sampai ada penimbunan tabung gas elpiji 3 kg.
Menurutnya, jika kebijakan baru bahwa pengecer atau pangkalan elpiji harus terdaftar atau yang sudah menjadi pangkalan resmi, maka perlu adanya kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan izin resmi tersebut.
“Jangan sampai malah dibuat ribet persyaratan untuk mendapatkan perizinan, mengingat banyak masyarakat menjadi pengecer atau pangkalan elpiji 3 kg sebagai sumber mata pencaharian mereka, khususnya masyarakat menengah ke bawah,” urainya.
Dengan diberlakukannya kembali para pengecer untuk menjual elpiji 3 kg, kata Syafruddin, perlu diperhatikan harga jualnya jangan sampai melebihi jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ada di daerah.
“Seperti contoh kasus di Kabupaten Berau Kalimatan Timur, HET Rp 25.000, namun dijual ke masyarakat seharga Rp 45.000 – Rp 50.000,” bebernya.
Syafruddin juga meminta pemerintah untuk mempercepat elpiji sintesis terbarukan yang diproduksi dari hidrogen hijau agar segera bisa digunakan untuk menggantikan elpiji konvensional. (HS-08)