SUASANA khidmat menyelimuti Perayaan Cap Go Meh sekaligus Haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berlangsung di Gedung Rasa Dharma, kawasan Pecinan Semarang, pada Minggu, 16 Februari 2025. Acara istimewa ini tidak hanya dihadiri oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga oleh tokoh-tokoh lintas agama, termasuk perwakilan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), jaringan Gusdurian, dan pengurus perkumpulan sosial Boen Hian Tong.
Ketua Boen Hian Tong, Harjanto Halim, menjelaskan bahwa acara ini merupakan gabungan dari beberapa perayaan sekaligus. Selain memperingati Cap Go Meh dan Haul Gus Dur, acara ini juga menandai Ulang Tahun Boen Hian Tong yang ke-149. “Hari ini juga dilaksanakan pemilihan pengurus baru Boen Hian Tong, dan saya terpilih kembali sebagai ketuanya,” ungkapnya di sela-sela acara.
Dalam suasana penuh kebersamaan tersebut, pengunjung dihidangkan menu khas Imlek seperti Lontong Cap Go Meh dan nasi Ulam Bunga Telang. “Hidangan khas Imlek ini menjadi jamuan untuk semua tamu. Nasi Ulam Bunga Telang melambangkan keberagaman yang ada di Indonesia,” tambah Harjanto.
Gus Dur memiliki peran penting dalam menghapus Inpres nomor 14 tahun 1967 yang diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa. “Semangat Gus Dur adalah bagaimana menjadi manusia. Beliau selalu mengatakan bahwa kemanusiaan adalah di atas segalanya,” imbuhnya.
Berkat perjuangan Gus Dur membela kaum minoritas, masyarakat Tionghoa merasa diperhatikan. “Oleh karena itu, kami terus mengenang beliau dalam setiap Haul Gus Dur dengan melakukan ziarah ke makamnya di Jombang. Ini sudah kami lakukan selama empat tahun terakhir,” ungkap Harjanto.
Acara tersebut juga diwarnai dengan hiburan, termasuk penampilan musik dari Lam Kwan yang membawakan lagu-lagu tradisional Tionghoa, serta penampilan stand-up comedy yang menghibur para tamu.
Salah satu peserta dari Gusdurian Semarang, Nuhab, memberikan apresiasi tinggi kepada pengurus Boen Hian Tong yang menggelar acara tersebut. Ia menyebut Gus Dur sebagai “Bapak Tionghoa” Indonesia yang memiliki tempat istimewa di hati masyarakat etnis Tionghoa. “Sebagai murid ideologis Gus Dur, kami akan terus melanjutkan pemikiran dan keteladanan beliau,” katanya.
Nuhab menambahkan bahwa Haul Gus Dur seharusnya menjadi momentum refleksi bagi semua. “Gus Dur adalah role model yang mengajarkan tentang keberagaman. Beliau pernah berkata, ketika kamu berbuat baik, orang tidak akan menanyakan agamamu, suku, atau latar belakangmu. Gus Dur mengajarkan kita untuk memandang manusia sebagai manusia seutuhnya, tanpa pandang bulu. Semoga Haul Gus Dur ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun, seperti yang kami lakukan,” pungkasnya.
Dengan semangat kebersamaan dan harapan yang kuat, perayaan ini tidak hanya menjadi ajang untuk mengenang Gus Dur, tetapi juga untuk memperkuat tali persaudaraan antarumat beragama di Indonesia.(HS)