HALO SEMARANG – Aset pemerintah dan BUMN yang ditelantarkan, sebenarnya bisa dimiliki oleh masyarakat melalui prosedur pengajuan kepemilikan yang benar. Hal itu dikatakan Ketua Umum Serikat Pembela Kaum Alit Indonesia (SPKAI), Agus Dwi Wuryanto, Minggu (9/8/2020).
Maka untuk itu, SPKAI akan membentuk tugas prioritas aset bangsa untuk rakyat Indonesia (Prabu RI), yang konsen terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar.
“Aset-aset yang terlantar itu sebetulnya bisa menjadi hak milik warga, sepanjang prosesnya memenuhi kaidah-kaidah yang tertuang dalam PP No 11/2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar. Karena pada hakikatnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Agraria, bahwa tanah itu harus memiliki manfaat sosial,” ujar Agus.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 disahkan oleh pemerintahan era Bung Karno, sedianya untuk menyelamatkan aset bangsa dan sekaligus memberi keamanan dan kenyamanan bagi warga negara terkait dengan hak kepemilikan tanah.
PP 11/2010 ini bertujuan untuk mempertegas undang-undang tersebut. Namun faktanya Peraturan Pemerintah ini belum tersosialisasikan ke masyarakat dengan baik.
“Karena menurut hemat saya, pemerintah, dan BUMN juga was-was jika asetnya yang terlantar itu akan dimiliki oleh orang lain,” jelas Agus.
Menurut Agus yang pernah menjabat sebagai Seksi Aset BUMN PT Kereta Api Indonesia (persero), negara sudah membuka ruang agar warga negara yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia boleh mengajukan kepemilikan atas aset-aset terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut. Hal ini dalam rangka mengimplementasikan UU 5/1960 Tentang Agraria.
“Oleh sebab itu, SATGAS Prioritas Aset Bangsa RI akan mensosialiasikan hal ini agar aset-aset negara yang masuk definisi terlantar bisa dimiliki oleh warga. Sehingga ke depan tidak ada lagi penelantaran aset,” tegas pria yang sudah lama berkecimpung dalam pengawalan persoalan agraria ini.
Saat ini, SATGAS Prioritas Aset Bangsa yang dibentuk padaMinggu (2/8/2020), diketuai oleh Mukhtaruddin.
SPKAI sendiri berkantor pusat di Bandung, dan memilik perwakilan di Kota Semarang tepatnya di Muktiharjo Kidul, Pedurungan.
SPKAI konsen melakukan pengawalan dan koreksi terkait kebijakan-kebijakan publik aparat negara, pemerintah, Lembaga Negara dan BUMN yang tidak mengimplementasikan peraturan perundang-undangan.
Sesuai dengan pengesahan Kementerian Hukum dan Ham, SPKAI melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat berkaitan dengan kebijakan publik yang berupa regulasi, peraturan, undang-undang, dan lain-lain yang belum diketahui oleh masyarakat.(HS)