
HALO SEMARANG – Rencana Pemerintah Kota Semarang ingin mengubah lokasi resos Argorejo atau Sunan Kuning (SK) menjadi kampung kuliner, ditanggapi dari kalangan akademisi.
“Idealnya, sebelum memberikan nama sebagai kampung kuliner, Pemkot Semarang bisa menggunakan tool, atau interview kepada warga. Sebelum dibuat kampung kuliner di sana. Jangan dipaksakan, kalau jadi, ternyata warga gak bisa masak. Justru nanti yang jualan orang luar. Kalau potensi memang salon, bisa juga dibuat kampung salon,” kata penggagas penelitian kampung tematik, sekaligus Dosen Komunikasi Udinus, Fibriyani Nur Aliya, di sela-sela Dialog Interaktif bertema “Kampung Tematik “di Gedung H Lantai 7, Kampus Udinus Semarang, Selasa (16/7/2019).
Ditambahkan, untuk proses riset terkait potensi yang ada tidak membutuhkan waktu lama, sekitar satu bulan. Memang seharusnya untuk membuat sebuah program kampung tematik, harus dengan penelitian.
“Kalau dari awal tidak sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut pada akhirnya tidak akan jalan ke depannya. Seperti yang terjadi di Kelurahan Tanjungmas, yang dijadikan kampung tematik hidroponik. Karena menurut saya pemberian nama tersebut tidak sesuai karena potensi yang ada di daerah tersebut. Sebab untuk mengembangkan sebagai kampung hidroponik untuk berhasil harus punya sumber air bersih yang cukup,” terangnya.
Menurutnya, kampung hidroponik itu tidak sesuai, karena daerah tersebut berupa wilayah pesisir laut. Sehingga hal ini kurang diperhatikan pemerintah, untuk menggali potensi yang ada di daerah tersebut. Dan siapa saja tokoh masyarakat setempat yang berperan serta mampu menggerakkan masyarakat di sana.
“Namun dari hasil penelitian ada juga yang berhasil memberikan sumbangsih. Seperti di Gajahmungkur, diberi nama kampung jajanan. Di mana kampung ini telah punya sistem promosi dan produksinya sendiri. Yang masih kurang adalah keberlanjutan pemberdayaan masyarakat tersebut dari pemkot. Harapannya, dari penelitian ini, untuk evaluasi kampung tematik. Dari total ada 177 kampung di Kota Semarang, mana saja yang bisa diteruskan, dan yang harus di “ruwat” atau diganti dengan nama lainnya,” paparnya.(HS)