HALO SEMARANG – Rencana penutupan lokalisasi Sunan Kuning (SK) atau Resos Argorejo di Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Semarang disambut positif berbagai pihak, tak terkecuali Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah.
Kasi Rehsos Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang (KPO) Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Tengah, Tatik Miarti mengatakan, dari data terakhir hingga sampai sekarang ini tercatat dari 19 kabupaten di Jawa Tengah ada 30 tempat lokalisasi. Sembilan lokalisasi di antaranya sudah ditutup.
“Kalau Sunan Kuning benar-benar ditutup akan bertambah menjadi sepuluh lokalisasi penutupan praktik prostitusi di Jawa Tengah,” kata Tatik, Jumat, (14/6/2019).
Dia menyampaikan, untuk sekarang ini jumlah seluruh Wanita Pekerja Seks (WPS) di Jawa Tengah cukup banyak, kurang lebih 23.226 orang. Sementara sekitar 10 ribu lebih menjalankan aksinya secara tidak langsung atau freelance (bebas) dan yang dilakukan secara langsung ada sekitar 13 ribu WPS lebih. Mereka tersebar di lokalisasi-lokalisasi yang ada di Jawa Tengah.
“Untuk di Kota Semarang tepatnya di Argorejo ini berjumlah kurang lebih 467 WPS,” jelasnya.
Selain menyinggung banyaknya jumlah WPS, dia juga menyoroti masih lemahnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 1957 Tentang Penanggulangan Pelacuran di Kota Semarang yang dinilai masih sangat lemah.
Dijelaskan, dalam Perda tersebut bagi yang melanggar akan dikenai sanksi hanya sebesar Rp 10 ribu. Sehingga perlu adanya revisi atau perubahan Perda karena dinilai sudah tak update.
“Dengan adanya perubahan itu, diharapkan bisa mengurangi perilaku praktik prostitusi selama ini,” tegasnya.
Pemerintah Kota Semarang memang berencana menutup Lokalisasi Sunan Kuning pada 17 Agustus 2019 mendatang. Kebijakan itu juga direspon positif oleh Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang.
Atas kebijakan itu Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Laser Narindro memberikan catatan, bahwa langkah yang nantinya akan dijalankan harus mampu menjadi kebaikan bagi semua pihak.
“Jangan sampai menimbulkan gesekan antara warga dan pihak pemkot,” paparnya, Jumat (14/6/2019).
Dia menambahkan, pemerintah juga harus memperhatikan perekonomian warga pasca penutupan. Sehingga tidak memberikan dampak negatif atas usaha warga di lingkungan SK.
“Sebenarnya alih fungsi yang tadinya lokalisasi menjadi daerah wisata seperti wisata kuliner atau sejenisnya, yang penting tidak mematikan roda ekonomi warga sekitar,” tuturnya.
Sedangkan isu sosial yang menurutnya penting untuk diperhatikan adalah atensi pemerintah terhadap Wanita Pekerja Seks (WPS) yang akan terkena dampak atas kebijakan ini.
“Yang kami harapkan para WPS harus diberikan program padat karya untuk tetap bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk kehidupan mereka,” imbaunya.
Selain itu, lanjutnya, orang yang mengidap HIV/AIDS perlu perhatian dari pemerintah kota. Hal itu untuk mengantisipasi penularan terhadap orang lain.
Laser tidak mempersoalkan langkah pemerintah terkait alih fungsi SK nantinya. Baginya yang paling penting harus ada kesepakatan bersama yang tidak merugikan salah satu pihak.
“Selama bener-bener ada win-win solusi yang dijalankan dan tidak ada yang dirugikan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Pemkot Semarang berencana menutup resos Argorejo atau biasa disebut lokalisasi Sunan Kuning. Penutupan rencananya akan dilaksanakan 17 Agustus 2019 sesuai perintah Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi. Dengan ditutupnya salah satu lokalisasi terbesar di Jawa Tengah ini, diharapkan sekitar 500 pekerja seks komersial yang ada di sana bisa pulang ke daerahnya masing-masing dan tak menjajakan jasanya lagi di Semarang.
Sedangkan pemilik rumah di sana, diharapkan tak lagi menyewakan rumah untuk praktik prostitusi lagi.(HS)