TREN batu akik atau batu mulia sempat naik daun dan menjadi booming, tak terkecuali di pusat akik Pasar Dargo Semarang. Saat masih “demam batu akik”, tiap harinya pasar yang berada di Jalan Dr Cipto Semarang ini tidak pernah sepi dan jadi jujugan masyarakat yang ingin berburu bermacam jenis akik.
Namun, setelah ketenaran akik mulai meredup, kondisi pasar yang juga sebagai pusat beras ini seperti hidup segan mati tak mau. Sebab, banyak kios yang dulunya ramai pembeli, kini harus tutup, karena peminat akik dan batu mulia menurun.
Menurut salah satu warga sekitar, Anton, Pasar Dargo sempat dijadikan pusat batu akik di Kota Semarang sekira tahun 2015 lalu. Awalnya, pasar ini dikenal sebagai pasar beras di Semarang, sebelum pedagang dan pengrajin akik direlokasi ke pasar ini.
Di lapangan, memang masih ada beberapa kios yang bertuliskan pengrajin dan pedagang akik, namun tutup. Hanya ada beberapa kios yang masih buka, tapi tidak banyak pembeli.
“Sejak direlokasi pedagang akik ke sini memang dulu sempat ramai, tapi semakin kesini makin sepi. Bahkan, tak sedikit pedagang yang gulung tikar,” katanya, baru-baru ini.
Pria paruh baya ini menjelaskan, di tempat ini masih ada beberapa pedagang yang bertahan. Menurutnya, masih ada pembeli dari luar kota yang datang ke pusat akik ini.
“Pengunjung bertambah kalau pagi sama sore hari, kalau sore itu biasanya dari luar kota, dan pasar baru tutup jam 19.00 WIB atau 7 malam,” jelasnya.
Dari pantauan di lapangan, hanya ada sekitar 25 kios yang masih buka saat ini, dan sisanya tutup. Padahal, total kios yang ada di pasar tersebut sekitar 45 lapak.
Salah satu penjual akik, Agus mengatakan, memang penjual yang ada sudah sangat berkurang.
“Kalau pengrajin cincin perak masih ada sekitar empat orang, sisanya hanya jualan,” ujarnya.
Dirinya tidak menampik, tren batu akik saat ini tidak sebesar pada awal pasar ini buka. Saat ini jumlah pengunjung atau yang melakukan pembelian di Pasar Dargo tidak sebanyak dulu.
“Jumlahnya menurun drastis, tapi ya masih ada yang beli,” katanya.
Agar tetap bertahan, lanjut Agus, dirinya mensiasatinya dengan juga melayani pembelian secara online. Pasar online menurutnya masih cukup besar dan potensial.
“Jadi kita melayani dengan jualan online,” tambahnya.
Sementara untuk kerajinan akik, lanjut dia, dihargai dengan harga yang bervariasi. Untuk emban akik monel dibandrol Rp 25 ribu per biji. Sementara untuk emban dengan bahan perak, harganya sekira Rp 200 ribu-an.
“Tapi kalau untuk harga batu akik dan batu mulianya sendiri, bervariasi dari puluhan ribu sampai harga jutaan,” ujarnya. (HS-06)