HALO SEMARANG – Anggota Komisi XI DPR RI, Muhidin Mohamad Said, menyuarakan kekhawatirannya, terhadap penurunan pendapatan industri rokok nasional, yang terus terjadi dari tahun ke tahun.
Penurunan ini tidak hanya berdampak pada sisi produksi dan profitabilitas, tetapi juga mengancam ekosistem tenaga kerja, yang bergantung pada industri tembakau. Bahkan bukan tidak mungkin bakal terjadi PHK akibat kondisi ini.
Kekhawatiran tersebut dia sampaikan setelah melakukan Kunjungan Kerja Reses ke PT Gudang Garam di Kabupaten Pasuruan, beberapa waktu lalu.
Dalam kunjungan itu, Muhidin menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kampanye kesehatan dan perlindungan terhadap industri rokok yang legal dan mematuhi peraturan.
“Kementerian Kesehatan terus mengampanyekan larangan merokok, tetapi di sisi lain, industri rokok memberikan dampak ekonomi besar. Dari petani tembakau hingga pekerja pabrik, semua bergantung pada sektor ini. Jadi, tidak bisa hanya dilihat dari aspek kesehatan saja,” kata dia, seperti dirilis dpr,go.id.
Muhidin menegaskan bahwa negara juga sangat bergantung pada penerimaan dari sektor cukai.
“Ini memang situasi dilematis. Kita ingin menjaga kesehatan masyarakat, tetapi kita juga tidak bisa menutup mata bahwa sektor ini menyumbang lapangan kerja besar dan penerimaan negara,” katanya.
Ia mencontohkan wilayah seperti Pandaan di Jawa Timur, yang sangat bergantung pada Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Jika operasional pabrik rokok terganggu, maka pembangunan daerah pun akan terdampak.
“Kalau pabrik rokok macet, pendapatan daerah ikut terganggu. Ini menyangkut nasib ribuan pekerja dan stabilitas fiskal daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Muhidin menekankan perlunya koordinasi lintas kementerian dalam merumuskan kebijakan terkait industri tembakau.
“Kebijakan jangan dibuat sektoral. Harus ada sinergi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan kementerian lainnya. Jangan sampai kampanye kesehatan yang terlalu agresif justru mematikan industri tembakau yang legal dan patuh,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar itu juga mengapresiasi langkah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang membentuk satuan tugas khusus dalam penanggulangan rokok ilegal. Namun ia mengingatkan bahwa tantangan di lapangan masih besar.
“Saya mendapat laporan adanya kerja sama antara pengusaha kecil yang jumlahnya besar dan memengaruhi pasar secara signifikan. Rokok ilegal ini tidak membayar cukai sama sekali. Ini jelas merugikan negara,” ujarnya.
Menurutnya, penindakan terhadap rokok ilegal harus dilakukan secara serius dan berkelanjutan.
“Mereka sudah menggunakan banyak cara untuk mengelabui petugas. Oleh karena itu, sinergi antara Bea Cukai dan aparat penegak hukum menjadi sangat penting dalam mencegah dan menindak peredaran rokok ilegal,” tutupnya.
Hingga Februari 2025, penerimaan cukai nasional tercatat sebesar Rp39,6 triliun, mengalami penurunan sebesar 2,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini antara lain disebabkan oleh turunnya produksi rokok pada November dan Desember 2024 sebesar 5,2 persen.
Sementara itu Komisi XI DPR RI, juga terus mencermati penurunan jumlah penebusan pita cukai rokok, yang dilaporkan oleh sejumlah perusahaan industri hasil tembakau.
Dalam kunjungan kerja ke PT Gudang Garam, Pasuruan, Jawa Timur, anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto mengungkapkan bahwa pihak manajemen perusahaan menyampaikan adanya penurunan signifikan dalam penebusan pita cukai.
“Dari data-data yang disampaikan oleh pihak manajemen, memang ada penurunan dalam jumlah penebusan pita cukai. Ini tentunya terjadi karena salah satunya adalah daya beli masyarakat yang menurun. Namun, bukan hanya itu, peredaran rokok ilegal juga menjadi penyebab utama,” ujar Wihadi di sela kunjungan kerja Komisi XI, ke Pasuruan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Karena itu, menanggapi persoalan tersebut, Komisi XI akan menyerap masukan dari para pengusaha dan mitra kerja lainnya, terkait keluhan-keluhan mengenai turunnya penjualan rokok.
Pasalnya, sektor ini sangat erat kaitannya dengan penerimaan negara melalui cukai.
“Kenapa kami konsentrasi terhadap penjualan rokok? Karena rokok identik dengan penerimaan negara dari sektor cukai. Maka dari itu, kita harus menjaga penerimaan negara di bidang ini,” jelas Politisi Dapil Jawa Timur IX
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Komisi XI di berbagai daerah.
Setelah mengunjungi PT Gudang Garam di Jawa Timur. Adapun tim lain juga direncanakan akan menyambangi PT Djarum di Jawa Tengah untuk menggali informasi lebih dalam terkait penurunan penebusan pita cukai.
“Nantinya, kita akan duduk bersama pemerintah dan stakeholder untuk mencari solusi apa yang bisa diberikan kepada para pengusaha rokok. Tujuannya agar industri ini tetap berjalan dan penerimaan negara tidak terganggu,” lanjut Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal. Menurutnya, langkah tegas sangat diperlukan untuk menjaga iklim usaha yang sehat dan adil.
“Harus ada ketegasan dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap rokok ilegal. Kita harus melihat seberapa besar pengaruh rokok ilegal terhadap penurunan jumlah pengguna rokok. Bahkan, bisa jadi ada produk sejenis yang turut memengaruhi pasar. Semua ini akan kita dalami,” tegasnya
Wihadi menyatakan bahwa pemberantasan rokok ilegal harus dilakukan menyeluruh, baik terhadap produk yang masuk melalui jalur laut maupun yang diproduksi tanpa mencantumkan pita cukai.
“Rokok ilegal harus diberantas. Baik itu yang diselundupkan maupun yang diproduksi tanpa pita cukai. Penegakan hukum harus dijalankan secara konsisten dan menyeluruh,” tutupnya.
Komisi XI DPR RI berharap, melalui dialog dan koordinasi dengan berbagai pihak, solusi konkret dapat dihasilkan untuk menstimulasi industri rokok yang legal serta memastikan penerimaan negara dari sektor cukai tetap terjaga. (HS-08)