PERSOALAN puluhan hektare sawah petani yang terdampak pembangunan normalisasi Sungai Beringin, sehingga membuat saluran irigasi ke sawah menjadi tak optimal, cukup mendapat perhatian dari semua pihak. Salah satunya dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, khususnya Komisi C DPRD Kota Semarang.
Menurut Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang, Rukiyanto menanggapi terkait keluhan dari petani di wilayah Tugu karena terdampak pembangunan normalisasi Sungai Beringin yang saluran irigasinya tak lagi mengalir ke sawah, dia pun meminta Pemerintah Kota Semarang melalui dinas terkait untuk segera melakukan penangangan secara tuntas agar petani bisa menggarap lagi sawahnya. Apalagi kebutuhan air saat mengolah sawah hingga bisa panen harus memerlukan pengairan yang cukup. Sehingga lahan mereka tetap produktif untuk menopang ekonomi keluarganya yang sehari -hari mengandalkan pada sektor pertanian.
“Sehingga perlu membuat perencanaan atau Detail Engineering Design (DED), secara tuntas terkait saluran irigasinya nanti seperti apa, agar nantinya saluran tersebut tetap bisa mengalir ke sawah lagi,” terangnya, Senin (6/1/2025).
Menurut Anggota dewan dari Fraksi PDI P itu, pihaknya terus mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) segera melakukan langkah penanganan dampak dari pembangunan Sungai Beringin bagi petani terdampak.
“Selama untuk kepentingan masyarakat kita dorong terus. Di setiap pembangunan ternyata juga ada dampak lingkungannya, bagi petani ada yang dirugikan. Yang terkena dampak ini harus kita perhatikan juga,” katanya.
“Disisi lain kami mengapresiasi pembangunan normalisasi sungai Beringin untuk mengurangi banjir di wilayah Tugu dan sekitarnya tersebut,” sambungnya.
Dia berharap, persoalan ini harus segera di selesaikan Pemkot, sehingga keduanya bisa teratasi, baik untuk antisipasi banjir dan irigasi sawah bisa diperhatikan,” imbuhnya.
Rukiyanto pun meminta Pemkot Semarang untuk lebih memperhatikan lagi sebelum melakukan pembangunan, karena itu kepentingan masyarakat yang terdampak harus diperhatikan.
“Kan di wilayah tersebut sudah ada rencana akan dibangun rumah susun (rusunawa), sehingga Pemkot diminta untuk lebih memperhatikan, dampak apa saja yang kemungkinan akan muncul. Kalau ada usulan dari petani untuk dibuatkan bendungan, perlu perencanaan yang dibuat harus bersifat tuntas atau selesai. Apalagi di sana juga akan dibangun rumah susun, dan sudah diproses, apakah ini nanti arahnya akan kesana juga, dan bisa memberi dampak lingkungan sekitar atau tidak,” tandasnya.
Sebelumnya, di dua wilayah yakni Mangkang Wetan dan Mangunharjo Kecamatan Tugu ini terdapat sedikitnya areal sawah yang masing-masing ada sekitar seluas 40 hektare. Adapun kondisinya saat ini memprihatinkan karena tidak bisa ditanami padi lagi.
Salah satu petani Mangkang Wetan, Khayat mengaku sangat terdampak, hingga sawahnya kekeringan dan tak bisa ditanami padi.
“Dampaknya karena tidak ada air jadi tidak bisa ditanami, kalau gagal panen kan bisa nanam tapi tidak bisa panen. Nah ini kan tidak bisa tanam,” ujarnya.
Seharusnya, sawah miliknya seluas 2,5 hektare bisa ditanami dua kali dalam setahun. Namun karena dampak normalisasi Sungai Beringin dirinya tak dapat menanam padi.
“Satu tahun seharusnya bisa dua kali tanam, itu kalau ada pengairan. Sejak ini dibangun (normalisasi Sungai Beringin-red ) kerugiannya bisa mencapai Rp 50 juta sekali musim panen,” paparnya.
Bahkan, agar airnya bisa mengalir ke saluran irigsinya, petani rela secara swadaya patungan untuk membendung sementara aliran sungai dengan karung pasir. Setiap tahun mereka mengeluarkan biaya sekitar Rp 25 juta, namun jika banjir tanggul karung itu akan hilang tersapu arus air sungai.
“Harapannya, petani bisa dibuatkan bendungan permanen, agar air sungai juga masuk ke sawah,” pungkasnya. (HS-06)