HALO SEMARANG – Keputusan untuk membongkar kanopi Kota Lama Semarang setelah pembangunannya dikritik masayarakat, dinilai tak akan menyelesaikan masalah dalam proses revitalisasi Kota Lama Semarang.
Pengamat sejarah Semarang, Rukardi mengatakan, keputusan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang yang tidak akan melanjutkan pembangunan lorong kanopi dari kerangka besi di Jalan Suari Kawasan Kota Lama Semarang, bukanlah solusi.
Sebab, menurut Rukardi, munculnya kasus pembangunan lorong kanopi di Kota Lama itu hanya satu dari sekian banyak permasalahan terkait pelaksanaan revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang.
Persoalan-persoalan muncul, karena pemerintah, baik Pemkot Semarang dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dalam tahapan revitalisasi Kota Lama Semarang tak didasari kajian yang kuat.
Menurutnya, pemerintah dalam melaksanakan revitalisasi belum memenuhi prosedur tetap (protap) yang sesuai dengan prinsip atau aturan mengenai bangunan cagar budaya.
Rukardi melihat konsep pembangunan hanya terkesan mempercantik Kota Lama saja, namun tidak memperhatikan nilai historis yang ada berdasarkan kajian-kajian.
“Selain kanopi di Jalan Suari, pembongkaran tiang reklame kuno di ujung Jalan Merak juga tak ada kajian. Alasannya hanya karena dianggap mengganggu ruas Jalan Merak tersebut. Seharusnya, sebelum dibongkar tetap harus ada kajian, meminta para ahli untuk memberikan keterangan tentang fungsi bangunan itu seperti apa dulunya,” ujarnya, Senin, (26/10/2020).
Lalu, lanjut Rukardi, sebelumnya juga ada temuan di Jalan Gelatik sebuah batu bata kuno di kedalaman satu meter.
“Harusnya kalau gunakan prinsip cagar budaya mestinya temuan seperti ini penting. Dikaji, batu bata itu fungsinya apa? Padahal itu dulu difingsikan sebagai alas jalan pada masa lalu, sebelum dikenal aspal. Penggunaan batu bata itu malah sudah dipakai sebelum era kolonial,” imbuhnya.
Selain itu, kata Rukardi, ada lagi pembuatan bangunan toilet yang menutupi artefak sumur artetis di Kota Lama. Padahal menurutnya, sumur tersebut punya nilai sejarah saat peristiwa wabah kolera yang pernah terjadi di Semarang awal abad 19.
“Pemerintah dalam pelaksanaan revitalisasi Kota Lama tanpa kajian dan tanpa melibatkan stakeholder dan masyarakat pemerhati sejarah. Kalau komunikasinya seperti itu, akan terus muncul permasalahan lain. Hari ini kanopi, bulan depan pemerintah bangun apa lagi, masalah lagi,” tandasnya.
Apalagi Kawasan Kota Lama terdaftar sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang masuk list sebagai salah satu warisan cagar budaya dunia.
“Yang dilihat UNESCO konservasi Kota Lama adalah mengembalikan bentuk aslinya, bukan mempercantik. Misal penambahan lampu, maupun pernak pernik buatan era sekarang justru tidak tepat dipasang,” tuturnya.
Sementara, Ketua BPK2L Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu yang juga merupakan Calon Wakil Wali Kota Semarang menjelaskan, pembangunan lorong Kota Lama yang dilengkapi dengan kanopi berornamen, merupakan bagian dari tahap akhir revitalisasi Kawasan Kota Lama.
“Niatnya adalah untuk menambah estetika kawasan, serta kenyamanan bagi pengunjung Kota Lama. Sehingga ketika adanya kanopi di Jalan Suari itu justru dianggap membuat tidak nyaman, pembangunannya kami urungkan,” terang Ita, sapaan akrabnya.
Ditambahkan Ita, setelah melakukan kajian, pihaknya akan membatalkan pembangunan lorong tersebut.
“Dari yang saya baca di berbagai platform media sosial, alasannya karena menghalangi vista atau pemandangan Gereja Blenduk dari Jalan Suari. Untuk itu lorong kanopi tersebut akan kami relokasi ke jalan Kedasih,” pungkasnya.(HS)