HALO SEMARANG – Kementerian Agama (Kemenag) menargetkan tahun ini terdapat 512 pesantren ramah anak yang dijadikan sebagai percontohan.
Hal ini ditegaskan Kepala Subdirektorat Pendidikan Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning, pada Direktorat Pesantren Kementerian Agama, Yusi Damayanti dalam diskusi bertajuk ‘Pesantren Ramah Anak: Kesiapan Pesantren dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan’.
Diskusi ini diselenggarakan Rumah KitaB bersama Aliansi Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG) dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (IWD) 2025
“Kemenag berusaha mencapai target ramah anak yang dimulai dari 512 pesantren piloting ramah anak hingga 2029 yang akan mencapai 6530 Pesantren dengan program ramah anak,” kata Yusi Damayanti, di Jakarta, Rabu (19/3/2025), seperti dirilis kemenag.go.id.
Pembentukan ratusan pesantren ramah anak itu dilakukan untuk meminimalisasi kasus-kasus kekerasan, dengan berbagai macam dalih relasi kuasa.
Acara ini merupakan bagian dari seri diskusi Suluh PTRG ke-21. Tujuannya, membahas langkah-langkah strategis dalam menciptakan lingkungan pesantren yang aman dan inklusif bagi anak-anak.
Diskusi yang berlangsung secara daring melalui Zoom disiarkan di kanal YouTube Official Rumah KitaB.
Hadir, tiga narasumber utama. Pertama, Dr Lilik Hurriyah MPd I, peneliti sekaligus Kepala PSGA UIN Sunan Ampel Surabaya, yang membahas penerapan disiplin positif dalam Impelementasi Pesantren Ramah Anak.
Narasumber kedua, adalah Dr Ernawati, MPd I pengasuh Pondok Pesantren Nurushafa Cibogoh Garut. Dia berbicara mengenai SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Ketiga, Dr Hj Yusi Damayanti, Kepala Subdirektorat Pendidikan Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning, Direktorat Pendidikan Pesantren Kementerian Agama RI, yang menjelaskan kebijakan pemerintah, khususnya Kemenag, sekaligus jembatan kerjasama dengan berbagai pihak dalam perlindungan anak di lingkungan pesantren.
Ikut bergabung juga, Dr. K.H. Zulkarnaim Dali, M.Pd., Rektor UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu. Diskusi ini dipandu Ahmad Syarifin, dari PSGA UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu.
Kesetaraan dan Inklusi Sosial
Diskusi ini menekankan pentingnya pesantren dalam mewujudkan pendidikan berbasis kesetaraan dan inklusi sosial.
Ramadan 2025 dianggap sebagai momentum strategis untuk merefleksikan kembali nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, termasuk dalam memberikan perlindungan bagi anak-anak di lingkungan pesantren.
Peserta diskusi, yang terdiri dari akademisi, pengasuh pesantren, serta pemerhati pendidikan Islam, aktif berdiskusi mengenai berbagai tantangan yang dihadapi pesantren dalam menciptakan lingkungan yang aman dari kekerasan.
Beberapa solusi yang ditawarkan mencakup penguatan regulasi, peningkatan kapasitas pendidik, serta pendekatan berbasis komunitas untuk membangun kesadaran akan pentingnya perlindungan anak.
Dari diskusi ini, diharapkan pesantren di Indonesia semakin siap dalam mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak serta menciptakan suasana belajar yang aman dan nyaman bagi para santri. (HS-08)