HALO SEMARANG – Pengelolaan sampah berbasis masyarakat akan terus dikembangkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang. Hal ini dilakukan karena pengelolaan sampah dengan model tersebut mampu mengurangi timbunan sampah yang diangkut ke tempat pemrosesan akhir atau TPA Jatibarang.
Saat ditemui usai dialog interaktif DPRD Kota Semarang di salah satu stasiun televisi swasta daerah, Kamis (3/10/2019), Kepala DLH Kota Semarang, Sapto Adi Sugihartono mengatakan, pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) menjadi model yang akan dikembangkan.
“Sampah masih banyak yang bisa dimanfaatkan, KSM ini menggunakan metode 3R (re-use, re-duce, re-cycle-red),” ujarnya.
Sebagian besar masyarakat selama ini berpandangan bahwa sampah adalah barang yang harus dibuang, sehingga pemanfaatan kembali belum membudaya. Melalui edukasi yang dilakukan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga lainnya, kini masyarakat menyadari kalau sampah masih banyak yang bisa dimanfaatkan.
Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa timbunan sampah telah menimbulkan masalah di tengah masyarakat.
“Seperti sampah plastik yang tidak bisa diurai oleh alam dalam waktu yang singkat, pemkot sudah mengeluarkan peraturan wali kota atau Perwal nomer 27 Tahun 2019 tentang larangan penggunaan tas plastik, sedotan plastik, gelas plastik, sterefoam dan lain-lain,” katanya.
DLH Kota Semarang saat ini terus melakukan sosialisasi Perwal tersebut ke sejumlah pihak seperti ritel modern, pasar tradisional hingga asosiasasi pengusaha restoran dan perhotelan. Sejumlah pengusaha ritel mendukung penuh upaya ini sebagai bentuk menjaga kelestarian lingkungan. Mereka meminta agar konsumen membawa kantong belanja sendiri dari rumah.
“Pengelola toko ritel juga akan memberi reward pada konsumen yang membawa tas belanja sendiri. Bentuknya macam-macam, seperti pemberian hadiah atau potongan belanja,” katanya.
Sedangkan untuk masyarakat, DLH juga terus melakukan sosialisasi termasuk dengan mengoptimalkan bank sampah.
Saat ini tercatat ada 127 bank sampah di Kota Semarang. Dari jumlah sebanyak itu, memang tidak semuanya aktif.
“Yang aktif ada sekitar 80. Mereka rutin melaksanakan pengelolaan sampah, bahkan ada sebagian yang menggunakan sistem aplikasi khususnya dalam pendataan sampah, sehingga memudahkan dalam pilah sampah,” katanya.
DLH Kota Semarang optimistis dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini, maka sampah yang dikirim ke TPA Jatibarang makin berkurang. Sebelumnya ada sekitar 1200 ton sampah yang dikirim ke TPA Jatibarang tiap harinya. Namun saat ini sudah berkurang jadi 1000 ton. “Kami akan terus berupaya ada pengurangan hingga 30 persen,” ujar Sapto Adi.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Muhammad Afif mendukung penuh pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Menurutnya masalah sampah tidak cukup hanya ditangani oleh pemerintah saja, namun peran serta seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan.
“Kami menilai program pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi persoalan sampah di Kota Semarang,” ujar Muhammad Afif.
Menurut M Afif, permasalahan sampah plastik tidak terlepas dari pengelolaan sampah dan perilaku masyarakat itu sendiri.
“Perlu diketahui masalah sampah sejatinya merupakan masalah perilaku, sehingga untuk mengatasinya diperlukan perubahan perilaku masyarakat terkait sampah,” ujarnya.
Di lingkungan instansi, baik pemerintah maupun swasta, permasalahan sampah plastik dapat diatasi dengan adanya komitmen dari pemangku kebijakan, sehingga pimpinan dapat dijadikan teladan bagi yang lainnya. “Selain itu kontrol yang ketat juga diperlukan agar peraturan yang dibuat tidak lagi dilanggar,” ujarnya.
Apalagi saat ini pemkot sudah memiliki perda tentang pengelolaan sampah. “Sudah diatur dalam Perda, jadi harus dilaksanakan agar persoalan sampah bisa diatasi,” katanya.(HS)