HALO SEMARANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang melarang masyarakat memberikan sumbangan dalam bentuk apapun kepada Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT) di jalanan. Pasalnya, pemberian sumbangan kepada PGOT di jalanan melanggar Perda Kota Semarang Nomor 5 tahun 2014 tentang penanganan PGOT dan Perda Kota Semarang nomor 5 tahun 2017 tentang ketertiban umum.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang, Heroe Soekendar mengatakan, orang-orang yang meminta di jalanan memang ada yang membutuhkan karena himpitan ekonomi. Namun, ada pula yang menjadikannya sebagai sebuah pekerjaan. Bahkan, tak sedikit masyarakat luar kota yang sengaja datang ke Semarang untuk meminta-minta.
“Pemerintah ingin mengantisipasi agar keberadaannya tidak semakin menjamur karena bisa mengganggu ketertiban umum,” ujar Heroe, Selasa (4/10/2022).
Dijelaskannya, dengan kebijakan pelarangan ini, pihaknya bukan berarti tidak memikirkan warga tidak mampu melainkan sedang berupaya menggalakan pemberian bantuan tepat sasaran.
“Dulu saya pernah di Semarang Barat. Dari Kalibanteng Kulon sampai jembatan BKB jelang Jumat pagi banyak warga dari mana-mana bawa karung. Satu orang bisa dapat satu karung entah sembako atau makanan cepat saji. Dengan cara seperti ini jadi tidak mendidik. Bukan masalah orang yang tidak mampu tidak diberi. Justru, kami mengarahkan supaya bantuan bisa tepat sasaran,” imbuhnya.
Menurutnya, pemkot melarang memberi sumbangan kepada PGOT di jalanan tidak berarti menelantarkan mereka. Pihaknya telah menyiapkan sejumlah program Rehabilitasi sosial Berbasis Masyarakat (RBM) untuk penanganan warga miskin agar mereka bisa tercukupi. Sehingga diharapkan tidak sampai turun ke jalanan.
Dinsos telah membuat surat edaran kepada setiap kelurahan terkait kegiatan Jumat Berkah. Surat edaran tersebut telah mendapat persetujuan dari Sekda Kota Semarang. Setiap kelurahan didorong untuk menggelar kegiatan Jumat berkah yakni berbagi kepada warga tidak mampu minimal di satu tempat. Bantuan bisa berupa sembako atau lainnya yang bisa meringankan beban warga kurang mampu. Upaya ini dilakukan agar Kota Semarang bisa menjadi lebih tertib.
“Kalau kita berikan uang di pinggir jalan mengganggu ketertiban, mengganggu pejalan lain. Misalnya, bawa mobil berhenti di jalan beri makanan atau uang. Sedangkan, mobil-mobil di belakangnya antre mau jalan. Ini menimbulkan keruwetan di jalan. Selain itu, bisa menambah jumlah PGOT,” terangnya.
Heroe mengatakan, program Jumat Berkah merupakan bagian dari rehabilitasi sosial berbasih masyarakat. Jika seluruh kelurahan telah bergerak, diharapkan tidak ada orang yang turun ke jalan untuk meminta-minta. Jika mereka butuh bantuan, tinggal datang ke kelurahan masing-masing bagi warga Kota Semarang. Sedangkan, warga luar kota akan diasesmen untuk dikembalikan ke daerah asal.
Jumat Berkah di setiap kelurahan sebenarnya telah berjalan di beberapa kelurahan misalnya di Krobokan setiap pekan bisa memberikan 200 paket sembako kepada warga tidak mampu. Dengan adanya surat edaran, dia berharap semakin banyak kelurahan yang menggalakan program tersebut.
Tak hanya kelurahan, tempat ibadah juga didorong untuk melaksanakan kegiatan berbagi agar meminimalisir orang-orang turun ke jalanan untuk meminta-minta.
Lebih lanjut, Heroe menambahkan, rehabilitasi sosial berbasis masyarakat tidak hanya berlaku untuk pengentasan kemiskinan saja namun juga masalah sosial lain, seperti Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ).
“Kalau ada ODGJ di lingkungan setempat warga mencukupi, melakukan pendampingan. Di beberapa tempat sudah seperti itu, di Jomblang, Purwoyoso, Banyumanik,” paparnya.
Sebelumnya, Satpol PP Kota Semarang akan mulai menindak para pengendara yang memberikan sumbangan kepada Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT) di jalanan pada 3 Oktober.
Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto mengatakan, petugas bakal menangkap pemberi maupun penerima. Pemberi akan menjalani sidang di Kejaksaan Negeri Kota Semarang. Sanksi yang diberikan berupa denda sebesar Rp 1 juta. Sedangkan, penerima atau PGOT akan menjalani rehabilitasi sosial di sebuah panti.
“Selama direhabilitasi, akan ada pelatihan kemampuan diri untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan diharapkan setelah mendapatkan ketrampilan berwirausaha itu mereka tidak mengulangi perbuatannya turun di jalanan,” pungkas Fajar. (HS-06)