HALO SEMARANG – Diplomat ulung, yang juga Chairman of Foreign Polity Community Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal menyatakan keberhasilan dalam penyelesaian konflik di lingkup internasional maupun dalam negeri bisa tercapai dengan baik, jika diselesaikan oleh pihak yang memang paham terhadap masalah tersebut.
Selain modal keberanian dan terus konsisten dalam upaya perdamaian dan resolusi konflik yang ditawarkan kedua belah pihak. Menurut Dino, juga penyelesaian konflik tak harus diselesaikan dengan pendekatan keamanan dan langkah operasi militer. Seperti saat konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI. Sempat dilakukan dengan cara menerjunkan aparat keamanan di Aceh untuk tangani konflik.
“Namun upaya itu justru tidak permanen dan terkesan berlarut larut. Sehingga pemerintah saat itu mengambil langkah tegas untuk mengupayakan melakukan negosiasi dengan pihak GAM dengan mengirim utusan dari pemerintah agar tercipta resolusi,” ujarnya, saat menjadi narasumber dalam acara Workshop Wartawan United Tractors Group 2024 yang bertajuk Merajut Keberagaman, Menjunjung Persatuan dan Menjaga Perdamaian untuk Keberlanjutan di Hotel Tentrem Semarang, Rabu (23/10/2024).
Di tengah penyelesaian konflik GAM dan Indonesia, terjadi bencana gempa dan tsunami dahsyat yang meluluhlantakan Aceh, menyebabkan konflik pun terhenti. Dengan pendekatan negosiasi akhirnya pihak GAM sukarela untuk menyerahkan senjata dan menyatakan menjadi bagian dari NKRI.
“Dan sampai saat ini resolusi konflik ini sudah permanen sampai sekarang. Dan pemerintah tetap memberikan Aceh hak sebagai daerah otonomi khusus,” imbuh Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia ke- 5 era SBY itu.
Begitu juga, saat pemerintah juga turut mencarikan resolusi konflik di Myanmar oleh rezim Pol Pot, yang menimbulkan banyak korban berjatuhan.
“Bersama dengan Prancis, Indonesia bisa menengahi dan menyelesaikan konflik tersebut yang disorot dunia saat itu. Resolusi konflik dengan menempuh jalur diplomatik lewat PBB memang paling diharapkan untuk mencegah lebih banyak korban,” katanya.
“Memang upaya diplomatik lewat PBB itu, perlu adanya kerja keras dan butuh nyali besar serta dengan cara-cara atau pendekatan strategis selain dengan operasi untuk melindungi masyarakat,” pungkas Dutabesar Indonesia untuk Amerika Serikat ke-17 itu.
Senada dengan Jurnalis senior Desi Fitriani mengatakan, jurnalis bisa membuat konflik yang berlangsung bisa makin besar maupun mengecil. Sebab, pemberitaan yang massif dan berkecamuk justru membuat konflik itu lebih besar.
“Perlu agar wartawan saat di lapangan untuk jeli terhadap kondisi dan situasi di daerah konflik saat ditugaskan untuk meliput. Bagaimana menyampaikan fakta dan keadaan terkini namun tetap berhati-hati,” katanya. (HS-06)