HALO KUDUS – Masyarakat Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, menggelar tradisi ampyang maulid, untuk menyambut peringatan maulid Nabi Muhammad Saw.
Dalam pelaksanaan tradisi tahun ini, masyarakat membuat 30 gunungan berisi hasil bumi. Bersama makanan yang dihiasi ampyang atau kerupuk, gunungan tersebut diarak berkeliling Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, menuju ke Masjid Wali At Taqwa.
Festival Ampyang Maulid yang dibarengi dengan Loram Kulon Expo tahun 2022 ini, berlangsung meriah dengan dihadiri Bupati Kudus, Hartopo.
Dalam kesempatan itu, Bupati Kudus, Hartopo mengajak warganya untuk melestarikan tradisi yang sudah dilaksanakan turun menurun dan memiliki nilai sejarah ini.
Menurut dia, tradisi ini sekaligus merupakan momentum untuk introspeksi diri, selalu mengingat, dan menjadikan sifat-sifat Nabi Muhammad Saw sebagai teladan.
“Tradisi ‘ampyang’ maulid merupakan tradisi turun temurun yang memiliki nilai sejarah sehingga harus dilestarikan. Tentunya ini juga menjadi momentum untuk mengingat dan introspeksi diri serta berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad Saw,” kata Bupati Kudus Hartopo di Kudus, baru-baru ini.
Tradisi ampyang maulid, menurut dia juga merupakan simbol dari kebiasaan masyarakat untuk saling berbagi. Hal itu tergambar pada saat warga membagikan ratusan nasi kepel kepada sesamanya.
Dia juga menyampaikan apresiasi, karena pelaksanaan tradisi ini dilaksanakan bersamaan dengan Loram Kulon Expo tahun 2022, yang diikuti sejumlah UMKM.
Dengan kehadiran para pelaku UMKM itu, menurut Hartopo, bisa menunjang perputaran perekonomian warga.
Hartopo juga mengaku takjub dengan semangat warga Loram Kulon, yang meski diguyur hujan, tetap ikut memeriahkan Festival Ampyang Maulid.
“Semangat luar biasa masyarakat, tidak peduli panas hujan, yang penting semangat kebersamaan masyarakat Loram Kulon. Adanya festival dan expo merupakan bentuk rasa syukur dengan hasil bumi yang melimah ruah,” ujarnya.
Kepala Desa Loram Kulon, Taslim, seperti dirilis diskominfo.kuduskab.go.id, menjelaskan bahwa tradisi ampyang maulid, merupakan bentuk pelestarian budaya warga Loram Kulon.
Nasi kepel sebagai ikon perayaan ini, memiliki sejarah panjang sejak masa penjajahan.
Masyarakat meyakini dengan sedekah nasi kepel setiap ada hajatan, diharapkan bisa mendapat berkah dan kelancaran dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
“Desa memfasilitasi nguri-nguri tradisi ampyang maulid yang sudah dimulai dari masa penjajahan. Diikuti musala-musala dan komunitas pemuda yang ada di Desa Loram Kulon. Ada sekitar 30 gunungan, dan jumlah nasi kepel ada sekitar 500 sampai 1.000,” jelasnya.
Muhammad Faisal, salah satu pemuda peserta festival nampak antusias meski dalam keadaan basah kuyup.
Dia bersama teman-teman dari perwakilan Musala Al-Hidayah mengusung gunungan dengan konsep bubur abang putih (merah putih) sebagai tradisi warga ketika ada hajatan.
“Hujan-hujan tetap semangat, malah Alhamdulillah ini kita anggap rezeki,” katanya.(HS-08)
