HALO SEMARANG – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menginstruksikan kepada RSUP Hasan Sadikin (RSHS), untuk menghentikan sementara kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, di lingkungan RSHS selama satu bulan.
Langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi.
“Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, Kamis (10/4/2025), seperti dirilis sehatnegeriku.kemkes.go.id.
Kemenkes meminta RSHS agar bekerja sama dengan FK Unpad, untuk upaya-upaya perbaikan yang diperlukan sehingga insiden serupa atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan etika kedokteran tidak terulang kembali.
Kemenkes juga akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan test kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan.
Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.
Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga integritas profesi, Kemenkes sudah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atas nama dr PAP.
Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang bersangkutan.
Aji menyatakan bahwa langkah cepat dan tegas ini, diambil sebagai bentuk tanggung jawab Kemenkes, dalam menciptakan lingkungan layanan kesehatan yang aman dan sistem pendidikan kedokteran yang profesional dan berintegritas.
Kemenkes juga mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh Universitas Padjadjaran yang telah memberhentikan dr PAP dari program pendidikannya dan Polda Jawa Barat yang sudah melakukan penyidikan dan penindakan terhadap dr PAP secara menyeluruh.
“Kami akan terus memantau proses penanganan kasus ini dan mendorong seluruh institusi pendidikan serta fasilitas kesehatan untuk memperketat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan, serta membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun,” kata Aji.
Diungkap Polda
Sebelumnya Polda Jawa Barat telah berhasil mengungkap kasus dugaan pelecehan seksual, yang dilakukan oleh seorang dokter pelajar berinisial PAP, yang tengah menempuh pendidikan spesialis anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Kasus ini terungkap setelah korban, seorang wanita berinisial FH melapor pada 18 Maret 2025.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa tersangka membawa korban dari ruang IGD ke ruang 711 Gedung MCHC RSHS sekitar pukul 01.00 dini hari, dengan alasan pengambilan darah. Tersangka melarang adik korban untuk ikut serta.
“Sesampainya di ruang 711, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepas pakaian dalamnya. PAP kemudian melakukan pengambilan darah dengan sekitar 15 kali tusukan, lalu menyuntikkan cairan bening ke infus yang membuat korban pusing dan tak sadarkan diri,” kata Kombes Pol Hendra, seperti dirilis laman resmi Polri tribratanews.jabar.polri.go.id.
Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 WIB dan merasakan sakit di bagian alat vitalnya. Kejadian ini kemudian dilaporkan ke kepolisian.
Saat ini Polisi telah memeriksa 11 saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk peralatan medis, obat-obatan seperti Propofol, Midazolam, Fentanyl, rekaman CCTV, pakaian korban, dan satu buah kondom.
Dan atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
“Kasus ini masih dalam penanganan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Polda Jabar menegaskan komitmennya dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan serius dan transparan.” Kata Kabid Humas Polda Jabar. (HS-08)