HALO SEMARANG – Sejumlah pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal Semarang mengeluh atas lonjakan tagihan PDAM selama tiga bulan terakhir, yakni Maret, April dan Mei 2020.
Alih-alih PDAM telah mengeluarkan kebijakan diskon 20 persen untuk mengurangi beban masyarakat selama masa pandemi Covid-19, justru sejumlah pelanggan itu malah merasa tercekik karena tagihan yang naik dan dinilai tak masuk akal.
Salah satunya, protes pedas dilontarkan oleh pemilik akun Instragram @roynovaprasetyo di salah satu kolom komentar akun Instagram Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Dia mengekspresikan kejengkelannya karena lonjakan tagihan PDAM miliknya mencapai tujuh kali lipat.
“Mas Hen, @pdamkotasemarang tagihane ngeri, kok melonjake nggak kira-kira, 7 X lipat, apa kejar setoran??? Bulan2 kemarin aja normal, sing lucu petugase lho, alesane pencatatan mandiri. Sosialisasi yo rak ono surat dari perumahanku, tiba-tiba tagihane iso 700 ribu. Rasane koyo di upercut (Uppercut adalah pukulan pendek dari arah bawah dalam olahraga tinju-Red) masku keadaan yo koyo ngene njenengan ngertos piyambek,” tulisnya.
Hal senada juga disampaikan Agustinus Bayu Panji Utomo. Melalui akun Facebooknya dia mengeluhkan tentang tagihan yang mencapai Rp 545.700 padahal fasilitas PDAM di rumahnya tak pernah dipakai.
“Tak pernah ada pemakaian tapi tagihan sampai Rp 500 ribuan lebih. Ini tokpednya yang salah atau aturan matematikanya sudah berubah?” Keluhnya.
Direktur Utama (Dirut) PDAM Tirta Moedal Semarang, Yudi Indarto saat dikonfirmasi terkait komplain sejumlah pelanggan tersebut menjelaskan, bahwa bulan Juni ini masih ada diskon 20 persen.
“Kenapa tagihan melonjak selama tiga bulan terakhir? Sejak Maret, petugas baca meteran kami stop karena sedang ganas-ganasnya pandemi Covid-19. Kan ada kebijakan social distancing dan seterusnya, petugas datang ke rumah-rumah juga ditolak. Akhirnya kami buat kebijakan Maret, April, Mei itu kegiatan petugas (outsourching) baca meter dihentikan dulu,” terangnya.
Cara menagih dalam kurun waktu tiga bulan tersebut, yakni berdasarkan perkiraan tagihan minimum pelanggan.
“Jadi bukan baca real di meterannya. Lalu bulan Juni, setelah ada kelonggaran kebijakan di masa Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM), petugas mulai kegiatan pencatatan meter kembali. Nah, sekarang dibaca angka real di meteran itu. Ternyata selama tiga bulan ini, kita me-“charge”-nya kepada pelanggan terlalu sedikit, itu aja sih sebenarnya masalahnya,” beber Yudi.
Terkait “charge” yang dimaksud, Yudi menjelaskan dengan mencontohkan misalnya ada pelanggan di meteran terbaca 2.000 kubik naik ke 2.020 kubik.
“Artinya, ada 20 kubik kenaikan. Harusnya bulan itu charge-nya 20, (karena menggunakan perkiraan tagihan minimum), kami charge-nya mungkin di kisaran 10-12 kubik. Kita pakai perkiraan rata-rata minimum. Di bulan Juni ini, begitu dibaca meteran secara real, yang dibaca status terakhir. Kalau rata-rata 20 kibik berarti kan jadi 60 kubik kan. Tinggal mengurangi dari apa yang sudah ditagih selama ini, sehingga ada lonjakan. Kalau rata-rata sebulan 20 kubik, ditagih 12 kubik kan masih sisa 8 kubik yang akan tertagih pada saat dibaca terakhir,” terang dia.
Penghitungan tersebut mengakibatkan pelanggan kaget.
“Kami sebenarnya sudah perkirakan. Pada saat tiga bulan di rumah, pelanggan akan menggunakan air lebih banyak. Misalnya bersih-bersih, sering mandi, siram-siram (tanaman), cuci motor, mobil, dan seterusnya. Rata-rata pemakian air pasti naik. Bisa dua kali lipat dari hari biasa (tidak masa pandemi). Nah, kalau itu terjadi selama tiga bulan, pasti lonjakannya kenceng juga,” ujarnya.
Mengenai komplain tersebut, pihaknya mengaku telah menindaklanjuti dengan pengecekan langsung di rumah sejumlah pelanggan.
“Kami udah cek, meter terakhir dia (pelanggan yang komplain) difoto semua. Kami juga mengikuti terus akunnya Pak Wali dan langsung menindaklanjuti pengecekan meteran pelanggan,” katanya.
Menurut dia, pelanggan kaget karena ‘charge’ kecil, tepi pemakaian air pelanggan justru naik. Sehingga pada saat dibaca real di meteran pada bulan ketiga naik semua.
“Memang pemasukan PDAM selama tiga bulan ini, waduh, jatuh banget. Air diproduksi di beberapa instalasi, seakan-akan ada lonjakan kebocoran air. Padahal kebutuhan air untuk konsumen pada tiga bulan terakhir cukup besar. Kalau biasanya orang kerja, ngantor, kebutuhan ke toilet di kantor, sekarang waktu work from home semuanya dikerjakan di rumah. Sebetulnya kami juga kasihan, jadi misalnya sanggupnya dicicil, ya kami juga siapkan mekanisme cicil kok,” katanya.
Selanjutnya, pihaknya mengaku akan memaksimalkan sosialisasi melalui lima cabang PDAM.
“Akan dilakukan sosialisasikan pelan-pelan di masyarakat. Permasalahan keluhan, pelanggan kaget itu masuk akal. Kami juga akan sosialisasikan dengan forum komunikasi pelanggan kami,” katanya.(HS)