in

Menteri PPPA Apresiasi Keberpihakan Penegak Hukum  pada Korban Kekerasan Seksual oleh Polisi

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi. (Foto : kemenpppa.go.id)

 

HALO SEMARANG – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyampaikan apresiasi atas putusan dan transparansi hakim Pengadilan Negeri Kota Kupang, Provinsi NTT, dalam vonis hukuman, denda, dan restitusi kepada mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman, yang telah melakukan kekerasan seksual kepada 3 anak perempuan sesuai tuntutan JPU.

Menteri PPPA mengungkapkan putusan hukuman, denda, restitusi, dan penghentian dengan tidak hormat kepada pelaku, merupakan bentuk keadilan dan komitmen Negara dalam melindungi anak di Indonesia.

Ini membuktikan bahwa tidak akan ada pelaku yang lolos dari jerat hukum apalagi yang bersangkutan adalah aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi masyarakat.

“Apresiasi saya sampaikan atas kerja sama antar lembaga yang mengungkap kasus ini antara Mabes Polri, Polda NTT, dan juga Kepolisian Federal Australia yang pertama kali menemukan soal dugaan kekerasan seksual, yang dilakukan oleh pelaku dan beredar di situs porno asing dark web,” kata dia dalam Siaran Pers, seperti yang dirilis kemenpppa.go.id.

Kasus ini menjadi sorotan publik, karena melibatkan anak di bawah umur dan kepolisian Internasional.

“Berkaca pada terungkapnya kasus ini, kerja sama nasional dan internasional perlu ditingkatkan untuk perlindungan anak di dunia nyata maupun digital,” ujar Menteri PPPA.

Pelaku dituntut oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan pidana penjara 20 tahun, sedikit lebih tinggi daripada yang divonis oleh Majelis Hakim yang memvonis hukuman penjara 19 tahun dengan denda 5 miliar dan restitusi Rp359.162.000.

Selain tuntutan hukum, pelaku juga divonis Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat, dalam putusan etik oleh Komisi Kode Etik Polri.

Hal ini merupakan komitmen institusi dalam menindak anggotanya, yang telah melukai nilai kemanusiaan dan juga etika profesi.

Menteri PPPA mengatakan sinergi antara Kepolisian, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang berkolaborasi dengan UPTD PPA Provinsi NTT menjadi contoh praktik baik dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang proaktif.

Dalam kasus ini, pihak Kepolisian bergerak dalam bidang pengamanan pelaku dan menjamin proses hukum dan perlindungan dan pendampingan psikososial diberikan oleh UPTD PPA Provinsi NTT dan LPSK.

“Selain kerja sama dengan pihak Internasional, kecepatan pihak Kepolisian khususnya Polda NTT dan Bareskrim, juga tidak luput dari apresiasi karena telah memastikan proses hukum berjalan transparan dan sesuai dengan UU yang berlaku termasuk UU Perlindungan Anak dan UU TPKS,” kata dia.

Perhitungan restitusi, menurutnya merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin hak-hak korban kejahatan seksual.

“Kolaborasi ini turut memperkuat upaya pemulihan trauma bagi anak-anak korban,” ujar Menteri PPPA.

Menteri PPPA berharap dengan kejadian ini, dapat menjadi momentum untuk memperkuat mekanisme perlindungan anak dari kekerasan seksual di semua tingkatan, dan dalam ruang kehidupan.

“Kami mendorong seluruh pemangku kepentingan termasuk keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, ataupun negara untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. Karena setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan,” kata Menteri PPPA. (HS-08)

20 Finalis Wonderful Indonesia Scale-up Hub 2025 Bertemu Calon Invesor di Demoday Jakarta

Menperin Minta Asahi Pindahkan Kantor Pusat dari Thailand ke Indonesia