in

Manfaatkan Energi Surya untuk Sulap Bumi Semakin Ijo Royo-royo

Solar Panel terpasang di atap kanopi area parkir Gedung Administrasi Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang untuk menghasilkan energi sinar matahari menjadi tenaga listrik, baru-baru ini.

SEJAK jadi pilot project sebagai bandara ramah lingkungan atau Eco Airport, Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang terus berupaya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca hingga saat ini. Salah satunya yakni telah mengadaptasi penerapan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan, yakni menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang mampu menghasilkan energi listrik sebesar 100 kilo watt peak (kWp). Hasil PLTS itu dapat digunakan untuk sebagian peralatan yang membutuhkan energi listrik penunjang operasional di bandara.

Pengerjaan proyek untuk PLTS bandara ini rampung  sejak 13 November 2023 lalu, yang terdiri dari 186 unit solar PV modul yang dipasang atap kanopi area parkir Gedung Administrasi dan atap gedung Main Power House (MPH). PLTS ini mampu menyuplai kebutuhan listrik sejumlah gedung di area bandara, meliputi untuk operasional perkantoran Gedung Administrasi, Gedung MPH, Airport Rescue & Fire Fighting (ARFF), Gedung Terpadu, dan Gedung Airport Convention Centre.

Sebelumnya penggunaan PLTS juga diterapkan di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pada pertengahan Tahun 2022. Yaitu berupa 288 unit solar panel system (photovoltaics) dengan kapasitas maksimal 155 kWp dipasang di atap gedung dan menyuplai energi surya untuk area Gedung Parkir Internasional, Gedung Parkir Domestik dan Toll Gate Bandara Ngurah Rai Bali.

General Manager Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, Fajar Purwadidada mengatakan, pengembangan PLTS ini mulai beroperasi penuh di Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang pada 1 Desember 2023.

“Mudah-mudahan ke depan ada tambahan untuk solar panel sehingga sebagian kebutuhan listrik terminal penumpang juga bisa disuplai dari hasil PLTS. Sekaligus upaya penghematan biaya penggunaan listrik, tentu energi surya panel itu ramah lingkungan dapat mengurangi emisi dibandingkan menggunakan genset atau bahan fosil atau bahan bakar konvensional yang akan menambah polusi terhadap lingkungan kita,” papar Fajar, saat ditemui di kantornya, Selasa (8/10/2024).

Dengan pembangunan PLTS ini, lanjut Fajar, bisa makin memperkuat penerapan konsep Eco Airport di Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang. Karena dalam operasionalnya, bandara ini didukung pula dengan berbagai perangkat utilitas yang mendukung konsep ramah lingkungan. Seperti lampu LED, penggunaan fitur sleep mode pada perangkat lift, elevator, dan travelator, serta penggunaan kaca bangunan sunergy green yang mampu merefleksikan sinar matahari sehingga mengoptimalkan efisiensi penggunaan pendingin ruangan di dalam area terminal penumpang.

“Saat ini kebutuhan energi yang paling besar adalah untuk lampu penerangan bandara dan listrik sebagai pendingin ruangan jadi berkurang dengan sistem desain gedung yang dirancang modern serta secara teknis ramah lingkungan. Dan kita bisa menghemat sekitar Rp 115 juta per bulannya dari adanya PLTS. Harapannya untuk jangka panjangnya bisa memberikan dampak yang signifikan. Sedangkan untuk pemeliharaan PV modul sendiri, tidak ada kesulitan, karena Panel Less Maintanance , yang artinya pembersihan dari debu secara periodik pembersihan setiap tiga bulan sekali,” jelas Fajar.

“Kami memiliki komitmen untuk mewujudkan operasional bandara yang ramah lingkungan, serta dapat memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian lingkungan. Pembangunan PLTS di bandara ini merupakan langkah konkret dalam penerapan konsep Eco Airport, pemanfaatan Energi Baru Terbarukan, mengurangi emisi karbon dan penggunaan energi bersih secara berkelanjutan,” imbuhnya.

Bahkan, lanjut Fajar, dalam upaya mewujudkan pengelolaan bandara yang ramah lingkungan dan berkontribusi positif terhadap pelestarian lingkungan, Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang pun baru-baru ini berhasil meraih prestasi dengan memperoleh penghargaan sebagai juara kedua untuk tingkat nasional dalam hal Efisiensi Energi Nasional dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI. Yakni untuk kategori Gedung Hemat Energi dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, kementerian ESDM. Penghargaan tersebut, menurut Fajar karena desain bangunan gedung Bandara Ahmad Yani Semarang memang didesain sebagai bangunan gedung hijau dan ramah energi.

“Bangunan modern ini dibangun dengan memperhatikan aspek green building, dengan memiliki banyak kaca untuk kurangi pemakaian energi listrik atau penerangan di dalam gedung. Sehingga kita hemat energi tidak gunakan banyak lampu karena didesain berkaca, ataupun ventilator yang buat ruangan menjadi terang dan ruang terbuka,” urai Fajar.

Sehingga di beberapa ruangan tidak perlu dipasang air conditioner (AC), karena ada sisi yang outdoornya.

“Ditambah lagi, bandara ini berdiri di kawasan perairan, kolam juga bisa sebagai pendingin juga. Dan membuat kesejukan dan bandara jadi lebih teduh, dengan adanya program penanaman pohon di sekitar lingkungan bandara, bisa mengurangi pemakaian listrik yang signifikan,” ungkap Fajar.

Bandara saat ini juga tengah menjajaki kerjasama dengan salah satu mitra penyedia moda transportasi umum taksi di bandara untuk beralih ke kendaraan berbasis batterai.

“Saat ini baru tersedia dua unit taksi listrik, sekaligus untuk cek market. Ke depan jika hal ini disambut oleh konsumen dan penumpang di bandara kami akan menambahkan unit taksi listrik dan penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebagai tempat charger kendaraan listrik di bandara,” harapnya.

Dengan menerapkan Eco Airport dalam operasional bandara dapat meminimalisir dampak polusi mulai tingkat kebisingan suara, getaran, udara, air, tanah dan sampah serta energi. Saat ini Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang juga melakukan pengelolaan limbah, termasuk pengolahan air limbah, limbah padat, serta limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan pengelolaan sampah terpadu alias waste management.

Staff Airport  Environment Officer Bandara Jenderal Ahmad Yani, Silvester Andres mengatakan, untuk pengelolaan sampah secara umum memisahkan sampah anorganik dan organik. Sampah anorganik atau sampah daur ulang seperti sampah plastik, kardus, botol, kaca, aluminum, kabel akan dipilah dan bernilai jual. Sehingga dalam pengelolaan sampah daur ulang sebagai langkah lanjutan meminimalisir volume sampah yang akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“sedangkan sampah organik sisa makanan, kita kelola dengan menggunakan budidaya manggot yang ada di sekitar Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, sedangkan sampah organik kering daun rumput dilakukan proses composting. Selanjutnya, untuk limbah B3 diolah khusus sesuai peraturan pengelolaan limbah B3 dengan bekerjasama dengan pelaporan ke aplikasi Sistem Pelaporan Elektronik (Simpel) KLHK,” katanya.

Adapun rata-rata sampah bandara, kata Andres, menghasilkan timbunan sampah 14,9 ton perbulannya. Dari jumlah itu dapat diolah 8.902 kilogram atau sekitar 52 persen sehingga mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.

“Dari total yang dihasilkan berupa limbah domestik sekarang sebulan 14 ton. Dari 14 ton itu, sebanyak 52-54 persen kita sudah bisa kelola oleh bandara, dan untuk pengurangan sampah organiknya sekitar 25-27 persen untuk maggot dan komposting dengan hasil turunan berupa pupuk. Kita sudah sebarkan ke tanaman, dulu harus beli sekarang tidak beli lagi, sehingga bisa menghemat pengurangan biaya untuk beli pupuk,” paparnya.

“Setiap hari proses pemilahan sampah organik dan anorganik, yang organik digunakan untuk makan maggot, kalau sampah berupa daun, rumput itu kita kompos, lalu limbah termasuk B3 tidak bisa ditawar lagi, pengelolaan disesuaikan peraturan yang ada, per harinya ada kaleng bekas oli, lampu bekas, katrid bekas, dan B3 ini dikumpulkan tiap tiga bulan sekali ditimbang dan membuat laporan, yang diangkut enam bulan sekali, rata- rata menghasilkan dengan total 3-4 ton,” katanya.

Menurut Airport Environment Departement Head, Sapta Helani bahwa memang maggot ini difungsikan sebagai mengurai sampah organik yang terbuang seperti sisa nasi, lauk, roti dari terminal penumpang yang telah dipisah, lalu diurai dengan maggot.

“Dari mulai telur maggot yang menetas menjadi bayi manggot mulai makan walau sedikit, setelah maggot dewasa makannya sebanyak satu setengah kali dari berat tubuhnya, dan proses penguraian paling cepat jika memakai cacing untuk urai sampah organik,” jelasnya.

“Setelah menetas, bayi maggot dikasih makan sampah organik, kemudian jadi dewasa berupa prepupa berwarna coklat atau kehitaman, yang tidak makan lagi dipindahkan ke lokasi untuk jadi lalat, masuk kandang prepupa berubah jadi lalat masuk ke kandang lalat, di sinilah nantinya terjadi siklus perkawinan antara jantan dan betina. Dan setelah perkawinan yang jantan akan mati, lalu yang betina habis bertelur juga mati, dan sisa bangkai lalat dan daun kering bisa diolah jadi kompos, dalam sehari menghasilkan 10 kg kompos, kalau harga maggot yang fresh dewasa di pasaran Rp 7 ribu perkilo, maggot yang kering bisa Rp 20 ribu perkilo, ”ujar Sapta.

Namun, budidaya maggot di bandara saat ini belum bertujuan komersil, dan murni untuk mengolah limbah dari bandara, mengingat sampah organik basah yang dihasilkan dari bandara masih minim.

“Jika sampah anorganik dipilah menjadi 14 jenis, lalu timbang dan dipilah baik yang basah dan kering, selanjutnya dikemas rapi kemudian tiap bulannya dilakukan pengambilan untuk dijual ke pihak ketiga. Nanti hasil dari penjualannya untuk membantu biaya operasional seperti membeli BBM, bakteri pengurai dan kebutuhan lainnya juga diambilkan dari situ (penjualan sampah daur ulang-red) karena anggaran biaya operasional terbatas, saat ini bandara hanya meninggalkan residu potongan plastik kecil,” katanya.

Tak hanya itu, bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang juga melengkapi diri berupa Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPL) dengan dilakukan System Extended Aeration serta aplikasi Ultrafiltration sehingga air dapat diolah digunakan kembali untuk flushing toilet dan menyirami tanaman di taman area terminal bandara.

“Dan tidak membuang limbah ke lingkungan, air limbah domestik juga dilakukan pemantauan baik harian khusus debit dan pH, maupun bulanan dengan laboratorium berserftifikat Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kemudian untuk kebutuhan air untuk operasional sehari-hari, bandara tidak menggunakan sumur dalam atau sumur bor atau air tanah. Melainkan dengan mengambil air dari ponding dan air “memanen hujan” dengan proses reverse osmosis sebagai sumber air baku yang digunakan untuk mengurangi dari PDAM,” papar Sapta.

Bandara Jenderal Ahmad Yani sendiri, awalnya adalah sebauah Pangkalan Udara TNI Angkatan Darat, lalu dibuka untuk komersil, yang memiliki terminal penumpang di sebelah Utara Runway yang mengapung di atas laut. Terminal ini memiliki luas 58.652 meter persegi dan kapasitas penumpang mencapai 6,5-7 juta penumpang per tahun atau 20.000 orang lebih per harinya. Serta dilengkapi sejumlah fasilitas yang meliputi toko cinderamata, gerai makanan, bank, money changer, hotel dan travel booking, layanan taksi, penyewaan mobil dan BRT Trans Semarang.

Bandara ini juga memiliki Runway 2.560 x 45 meter, 2 Paralell taxiway. Pada tanggal 6 Juni 2018 terminal baru Bandara Jenderal Ahmad Yani ini mulai dioperasikan, dan pada tanggal 7 Juni 2018 diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia ke- 7, Joko Widodo.

Salah satu penumpang, Vallen (41) mengatakan, kondisi sekitar bandara terasa sudah makin nyaman dengan banyak ruang outdoor sehingga terkesan asri dan bersih.

“Semoga ke depannya bandara bisa menambah pohon agar pengunjung atau penumpang akan sejuk dan teduh saat masuk di bandara. Dan hal yang urgen yaitu bisa mengatasi dampak lingkungan sekitar dan mengurang emisi baik pulutan dan sampah. Agar masyarakat atau pengguna moda transportasi udara nyaman, aman dan menikmati udara yang sehat,” terangnya.

Dirinya juga berharap, fasilitas transportasi darat di bandara bisa memberikan kemudahan bagi penumpang yang menggunakannya. Sehingga menghemat waktu perjalanan dan juga pelayanannya semakin baik.

Massifkan Bangunan Gedung Hijau (BGH)

Mendukung pengurangan dampak perubahan iklim dan efek rumah kaca, Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Penataan Ruang (Distaru) terus berkomitmen untuk membangun infrastruktur berupa Bangunan Gedung Hijau (BGH) yang ramah lingkungan. Karena sebesar 30 persen emisi akibat efek rumah kaca saat ini disebabkan dari bangunan rumah tempat tinggal.

Kepala Distaru Kota Semarang, Muhammad Irwansyah menjelaskan, dampak pemanasan global membuat kondisi bumi makin panas, dan menghasilkan emisi karbon lebih banyak yang kenaikannya sampai 1,2 persen, dan salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mulai dengan Bangunan Gedung Hijau. Sedangkan di Kota Semarang sendiri, yang telah bertranformasi sebagai kota metropolitan dengan penduduk 1,6 juta jiwa, harus didorong agar memperbanyak bangunan gedung hijau yang saat ini masih rendah. Harapannya pemanfaatan ruang untuk pembangunan ke depannya bisa berkelanjutan.

“Bangunan gedung hijau tidak hanya dari sisi fisik bangunannya saja, tapi juga pengelolaan lingkungan sekitarnya. Tentunya ada standar teknis dan non teknis bangunan gedung hijau. Mulai dari infrastuktur gedung yang ramah lingkungan, dibangun untuk bisa mengurangi radiasi matahari, maupun pengumpulan air hujan bisa didaur ulang untuk bisa dimanfaatkan kembali, sampai material bahan yang digunakan nantinya,” papar Irwansyah, saat acara Launching FGD dan Penandatangan Komitmen Bersama Program Senandung Hijau, Semarang Hebat Strategi Mewujudkan Bangunan Gedung Hijau, bertempat di Hotel Gumaya, Rabu (16/10/2024).

Kota Semarang melalui Distaru bakal memiliki sebuah Bangunan Gedung Hijau atau BGH pada tahun 2026 mendatang. Irwansyah menjelaskan, bangunan tersebut yakni berupa Kantor Kelurahan Bulu Lor, Kecamatan Semarang Utara.

“Desain Kantor Kelurahan Bulu Lor akan di Detail Engineering Design (DED) kan tahun depan (2025-red) dan tahun 2026 direalisasikan pembangunannya,” paparnya, Minggu (20/10/2024).

Menurut Irwansyah, desain Kantor Kelurahan Bulu Lor dengan konsep Bangunan Gedung Hijau. Diharapkan, jangka panjangnya akan massif diterapkan pada bangunan pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha.

“Salah satu caranya yakni dengan kolaborasi dengan semua pihak, agar semua pembangunan berkelanjutan, bumi kita harus dijaga tetap ijo royo-royo, pembangunan tetap berjalan menghasilkan alam langit biru dan bebas polusi karbon,” harap Irwansyah.

Apalagi, kata dia, saat ini Bangunan Gedung Hijau di Kota Semarang terbilang belum banyak, hal ini untuk mengatasi masalah perubahan iklim, mengurangi emisi karbon, karena paling besar sumber peningkatan suhu bumi disebabkan dari bangunan tempat tinggal.

“Keuntungannya, penghuni akan menjadi lebih sehat,” katanya.

“Bahkan, tahun 2030 di Jakarta berkomitmen untuk mengurangi emisi, air dan penghematan energi sebesar 30 persen. Untuk itu, langkah ini akan juga mulai dijadikan referensi bagi Pemerintah Kota Semarang dalam mewujudkan pembangunan ramah lingkungan,” imbuhnya

Dikatakan Irwansyah, ada syarat sebuah bangunan dikatakan merupakan bangunan gedung hijau. Tidak hanya pengunaan solar panel aja, tapi juga terkait standard teknis mulai dari perencanaan, tahap konstruksi dan pengelolaan lingkungan.

“Yang jelas desain bangunan, dari bukaan jendela saja jadi problem, tidak harus pakai AC maupun kipas angin, di rumah sudah harus hemat energi dengan menggunakan LED sebagai penerangan, atau solar panel untuk kebutuhan listriknya. Lalu, mengelola limbahnya sudah menerapkan 3R, selanjutnya airnya juga merupakan air daur ulang dari air hujan yabg ditampung diolah untuk dimanfaatkan kembali. Serta dari segi materialnya, bisa penggunaan eceng gondok yang banyak tersedia di sekitar, untuk dijadikan plafon, atau tembok misalnya,” pungkasnya

Sementara, Head of DP Mall Semarang, Antonius Budiawan menyebutkan, perluasan DP Mall Semarang yang saat ini dalam proses penyelesaian pembangunan nantinya akan menjadi bangunan pusat perbelanjaan pertama di Kota Semarang yang menerapkan konsep Eco-Building atau ruang terbuka hijau. Sehingga gedung bisnis retail tersebut digadang-gadang dapat menggairahkan perekonomian Kota Semarang, sekaligus juga mendukung upaya pembangunan keberlanjutan yang mengutamakan kelestarian ekosistem antara manusia dan lingkungan sekitarnya.

Menurut Anton, bahwa nantinya bangunan mal yang berada tidak jauh dengan gedung Balai Kota Semarang, setelah rampung, sekaligus akan menjadi green building. Karena terdapat space atau ruang yang memang didesain untuk mengacu pada kelestarian dan ramah lingkungan.

“Di mal juga akan terdapat sistem pengelolaan air daur ulang, yang mana air setelah diproses bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri di mal, seperti membantu pada sistem pendinginan chiller ruangan, agar suhu di dalam ruangan tetap terjaga. Dan bisa membuat nyaman pengunjung saat suhu di luar ruangan atau bangunan kondisi panas terik,” ujarnya kepada awak media, dalam acara bertajuk Media Networking yang digelar Sinar Mas Land, di Room Inc Hotel Semarang, Rabu (14/8/2024).

Dikatakan Anton, sapaan akrabnya, keunggulan lainnya, dari recycle air ini juga digunakan untuk menyirami tanaman di beberapa tempat.

“Tentunya ada garden yang ditanami tanaman asli, pohon besar dan rindang. Sampai pada ruangan mal juga tidak ketinggalan terdapat tanaman hiasnya. Tentu akan membuat suasana di setiap sudutnya lebih nyaman dan asri bagi semua pengunjung,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Anton, di rooftop mal dikembangkan sistem solar panel, sehingga sebagian kebutuhan listrik di mal bisa dicover dari energi sinar matahari.

“Ini bisa menjadi solusi untuk menyuplai kebutuhan listrik mal secara mandiri,” ujarnya.

Saat ini, pihaknya juga sudah mengajukan ke pusat untuk mendapatkan sertifikat green building.

“Memang akan didapatkan setelah memenuhi kriteria dan persyaratan yang ada, sebagai bangunan yang menerapkan dengan prinsip ramah lingkungan tersebut. Kita sudah mengajukan untuk mendapatkan sertifikat green building ini, agar hal itu bisa segera terwujud,” harap Anton.

Sementara, menurut Pengamat Kebijakan Publik, Energi dan Lingkungan, Dr. Donny Yoesgiantoro bahwa sumber energi yang paling umum digunakan untuk energi terbarukan saat ini terdiri dari air, tenaga surya, angin, panas bumi, kemudian kayu, biodiesel dan gelombang laut. Tingkat pencemaran lebih sedikit dibandingkan energi bahan fosil, misalnya gas alam mengemisi antara 0.6 hingga 2 Pon CO2 setara perkilowatt-jam (CO26/kWh) dan batu bara sebesar 1.4-3.6. Sedangkan tenaga angin hanya 0.02-0.04 , tenaga surya 0.07-0.2, panas bumi 0.0-0.2 dan tenaga air hanya 0.1-0.5. Manfaat dari Energi Baru Terbarukan atau EBT ini memiliki persediaan bahan baku yang tidak akan habis. Suplai air, sinar matahari, residu tanaman, panas dari dasar bumi serta air yang deras selalu tersedia. Selain itu, kebanyakan bahan baku energi terbarukan tersedia gratis, sehingga harga pasarnya cenderung stabil. Jelas berbeda dengan harga bahan bakar fosil yang sangat fluktuatif.

Namun, masih adanya kendala untuk mencapai target pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional, karena belum maksimalnya dukungan infrastruktur (accessibility), harga (affordability), serta persepsi pemerintah dan masyarakat, kemauan menggunakan energi terbarukan yang masih rendah (acceptability). Sebab, hal tersebut sangat penting agar pemanfaatan EBT bisa tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah.

Ditambahkannya, target bauran energi sampai saat ini belum tercapai, karena dipengaruhi beberapa aspek teknis dan non teknis. Misalnya, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EB-ET)  yang sampai saat ini belum tuntas. Dimana pemerintah menambahkan usulan terkait nilai ekonomi karbon, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Rumusan Kerja Sama Jaringan (Open Access), dan penggunaan dana EB-ET.

Kemudian, energi berbahan fosil juga masih menjadi salah satu pemasukan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau sumber devisa bagi negara.

Sedangkan terkait EBT yang bersumber dari tenaga surya, dapat dilihat dari beberapa aspek.

“Kalau aspek availability atau ketersediaan seperti panas matahari jelas ada karena Indonesia punya daya terik matahari tinggi, yang berada di garis khatulistiwa, jadi tepat apabila mengembangkan EBT, yakni PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Namun harus didukung dengan kemampuan teknologi, karena energi yang bersumber dari panas matahari harus disimpan di baterai,” papar Pengajar tetap di Universitas Pertahanan itu, saat dihubungi belum lama ini.

Terkait accessbility, dalam hal infrastuktur PLTS, misalnya akses mendapatkan produk panel surya. Di dalam negeri, PT Wijaya Karya Industri Energi sudah memproduksi panel surya Photovoltaic. Selain itu, kemudahan proses perizinan harus lebih diperhatikan lagi.

Selanjutnya adalah dari aspek affordability (keterjangkauan harga). Biaya pemasangan PLTS masih tergolong mahal.

“Kalau saat ini masih dipakai terbatas, oleh perusahaan dan di bandara masih oke. Tapi kalau pemakaian oleh masyarakat luas belum. Karena selain teknologinya belum familiar, juga harus keluarkan biaya lebih untuk bisa memasang panel surya di rumah,” ujarnya.

“Dan terakhir, berkaitan dengan aspek sustainability, atau keberlanjutan program EBT yang akan berdampak pada kelestarian lingkungan kita, nantinya itu harus menjadi perhatian semua pihak,” imbuhnya.

Menurut Donny, untuk mendorong tercapainya target pemanfaatan EBT melalui PLTS, adalah salah satunya dengan mengembangkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang dikombinasikan dengan PLTS.

“Sebab, proyeksi pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia hingga tahun 2030 terus meningkat. PLTS dapat dipasang pada struktur atap SPKLU atau bangunan didekatnya. Contohnya adalah pembangunan PLTS dan SPKLU yang telah dilakukan oleh PT Fast Food Indonesia, Tbk. dengan PT Agra Surya Energy dan PT PLN (Persero) di gerai KFC Indonesia. Sejak Oktober 2021 sampai Agustus 2022, PLTS dan SPKLU telah dibangun di 10 lokasi KFC Indonesia. Pemerintah harus menginisiasi penggunaan EBT di instasi, instalasi, sarana transportasi umum maupun kendaraan dinas, agar pemanfaatan EBT semakin masif. Seperti pengadaan mobil listrik untuk kendaraan dinas, pemasangan PLTS atap di gedung pemerintahan, ataupun pembangunan SPKLU di instasi pemerintah yang ditandem dengan PLTS atap,” pungkas Donny. (HS-06)

Vandalisme Baliho Yoyok-Joss Jelang Pilwalkot Semarang, Pengamat: Ada Upaya Menyerang Secara Anarkis

Melawan Hoax, Pemilih Pemula di Wonosobo Dibekali Literasi Digital