HALO SEMARANG – Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, M Afif mendorong pemerintah Kota Semarang untuk bisa memanfaatkan aset-aset pemkot yang mangkrak untuk mensupport konsep urban farming.
“Aset-aset mangkrak kan banyak, daripada tak produktif, bisa dimanfaatkan untuk mesyarakat dalam upaya menggalakkan urban farming. Berikan akses kepada masyarakat, meski tak permanen, agar mereka bisa memanfaatkan lahan-lahan tak produktif yang jadi aset pemerintah. Seperti eks-Wonderia, atau Pasar Dargo. Daripada mangkrak, bisa dimanfaatkan,” katanya baru-baru ini.
Terpisah, Ketua DPRD Kota Semarang, Kadarlusman menyatakan gerakan urban farming yang getol digencarkan Pemerintah Kota Semarang akhir-akhir ini mampu menjamin ketersediaan pangan di Kota Semarang. Apalagi, menurutnya saat ini kondisi cuaca ekstrem, sedikit banyak berpengaruh pada kondisi tanah atau lahan dan hasil pertanian.
“Sebagai kota metropolitan, Semarang ini hebat, karena masih punya lahan pertanian dan masih produktif, hal ini juga harus ditingkatkan salah satunya melalui urban farming,” terangnya, baru-baru ini.
Pilus sapaan akrab Kadar Lusman menjelaskan, cuaca ekstrem selain membuat hasil pertanian berkurang, juga membuat lahan produktif menjadi berkurang. Misalnya, di wilayah Tugu dan sekitarnya, lahan pertanian terpengaruh air asin sehingga tidak bisa ditangani. Politikus PDI Perjuangan ini berharap agar Pemkot Semarang bisa mengantisipasi fenomena alam ini agar lahan pertanian produktif tidak hilang.
“Pemkot harus bisa mengatasi ini, bagaimana Dinas Pertanian bisa koordinasi dengan DPU agar air laut tidak masuk ke lahan pertanian,” imbuhnya.
Gebrakan urban farming, lanjutnya dinilai, sangat luar biasa. Bahkan, dia menyebutkan banyak yang terpengaruh untuk mengikuti dari program urban farming tersebut. Ia pun melihat antusias masyarakat untuk turut serta menanam, dan belajar pertanian dengan memanfaatkan lahan yang ada. Tujuannya tak lain adalah untuk stok atau cadangan pangan kedepan, ditengah kondisi cuaca kurang bagus.
“Misalnya emak-emak, mereka ini jadi korban farming karena ingin urban farming. Mereka ramai-ramai menanam, pesan saya agar Pemkot bisa mengakomodir mereka, masalah kendala atau lainnya. Jangan sampai semangat ini hilang karena, respon atau keluhan yang ditanggapi lambat,” tegasnya.
DPRD Kota Semarang, kata dia, berkomitmen untuk mempertahankan lahan hijau ataupun lahan pertanian yang ada. Tujuannya tak lain agar hasil pertanian ini bisa terus lestari dan tidak bergantung pada daerah lain.
Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kota Semarang, Hernowo Budi Luhur menjelaskan, kondisi pertanian di Ibu Kota Jateng saat ini memiliki sawah seluas 1.600 hektare dimana dilakukan pertanian berkelanjutan, dari luas Kota Semarang sekitar 373 kilometer persegi. Meskipun dinilai masih banyak, namun hasil pertanian ini hanya bisa menyumbang 11 persen kebutuhan penduduk.
“Artinya 6,4 persen lahan sawah ini belum bisa mengover kebutuhan penduduk. Kita juga punya lahan hijau sebesar 40 persen, disitu ada potensi untuk meningkatkan hasil pertanian dengan memengembangkan urban farming. Bahkan rencana ini sudah masuk dalam RPJMD potensi ekonomi,”paparnya.
Hernowo menjelaskan, dari sisi luasan lahan pertanian konvensional masih ada sembilan kecamatan yang bisa dimanfaatkan. Dinas, lanjut dia juga mendorong sumber daya petani untuk lebih modern, dengan membantu peralatan pertanian modern seperti traktor dan lainnya.
“Misalnya, kalau punya tegalan yang ingin dimanfaatkan bisa kita bantu. Bahkan, kita punya unit khusus yang bisa melakukan pendampingan, dan mengenalkan kepada mereka alat yang lebih modern,”imbuhnya.
Urban farming kata Hernowo, bisa dilakukan dimana saja, termasuk dilahan sempit sekalipun. Jikapun tidak memiliki lahan sama sekali, ada metode smart farming dimana pertanian bisa dilakukan didalam rumah. Selain itu urban farming sendiri, diharapkan bisa menjadi gaya hidup, dimana generasi muda mau bercocok tanam dengan cata yang lebih modern.
“Ada metode smart farming, dimana memadukan pertanian dengan teknologi, bisa menyiram sendiri pakai smart phone dan lainnya, intinya adalah anak muda bisa suka dulu, termasuk anak-anak dimana urban farming dimasukkan dalam kurikukulm belajar merdeka,” jelasnya.
Urban farming kata dia, juga mengenalkan budaya hidup sehat, dimana hasilnya bisa digunakan sendiri. Jika memang surplus, hasil pertanian bisa dijual lagi ketetangga sekitar sehingga bisa mendapatkan tambahan untuk perekonomian.
“Intinya adalah ketahanan pangannya dapat, lalu sektor ekonominya juga dapat. Dari hasil urban farming ini juga bisa menekan laju inflasi,”terangnya.
Sementara itu, Direktur Yayasan Obor Indonesia, Pratomo menambahkan, dengan digenjotnya urban farming dikampung-kampung, sekolah ataupun perkantoran, adalah cara yang tepat untuk mewujudkan katahanan pangan lewat pertanian modern.
“Logikanya, jika pengeluaran dari belanja bisa dikurangi oleh hasil urban farming. Lalu kalau surplus bisa dijual lagi, sehingga bisa memberikan pendapatan,” tambahnya.
Pratomo menjelaskan, Pemkot Semarang juga harus merangkul generasi muda salah satunya dengan urban farming yang dikolaborasikan dengan digitalisasi. Cara ini kata dia, bisa membuat generasi muda mau mencoba dan melirik menggeluti urban farming. (HS-06)