TARMUJI warga Desa Karangsari RT 01 RW 06 Kelurahan Sumurejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang sejak dini hari sudah bergegas menuju kandang kambing miliknya untuk memeras susu.
Saat fajar tiba, Tarmuji bersama istrinya Triyaningsih (37) sudah melakukan persiapan dengan memberi makan ternaknya terlebih dahulu, sebelum memeras susunya. Hal itu dilakukan untuk membuat kambing merasa lebih tenang.
“Jadi memang biasanya sebelum melakukan pemerasaan susu, saya memberikan makan terlebih dahulu agar kambing ini merasa tenang,” kata Tarmuji, saat ditemui di kandang miliknya. Pria berusia 46 tahun itu mengatakan, kambing yang dimiliki adalah kambing jenis Sapera.
“Kambing sampera itu kambing silangan antara kambing saanen dari Swiss dan kambing lokal jenis etawa,” kata Tarmuji sambil memberikan makan kambingnya, Senin (27/12/2021).
Untuk kambing yang dimiliki oleh Tarmuji saat ini, sebanyak 39 ekor. Akan tetapi yang bisa diambil susunya hanya 5 ekor saja. Karena rata-rata kambing yang ia miliki masih banyak yang mengandung anak, sehingga belum bisa produksi.
“Saat ini kambing yang siap produksi baru lima ekor, karena lainnya masih hamil,” ungkapnya.
Sembari memberikan makan, Tarmuji menjelaskan, jumlah dan jenis makanan yang diberikan kepada kambing peliharaannya menghabiskan hampir sebanyakan 5 ember pakanan. Terdiri dari 4 ember rumput dan 1 ember makan konsentrat.
Setelah memberikan makan kambing miliknya, satu persatu kambing produksi siap diambil susunya. Kambing-kambing itu terlebih dulu dipindahkan ketempat khusus untuk pengambilan susu.
Ketika kambing sudah siap, istri Tarmuji masuk ke tempat khusus untuk mulai memeras.
Triyaningsih mengatakan, satu kambing hanya bisa menghasilkan setengah liter susu sehari.
Sembari menemani istrinya yang sedang bekerja, Tarmuji bercerita awal mula bisa berternak kambing sampera.
Padahal sebelumnya, pria kelahiran Cepu ini sempat berkerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan BUMN di Kota Cilegon, Provinsi Banten selama 20 tahun. Merasa sudah lama bekerja di sana dan melihat usia yang mulai menua, ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan di usia 40 tahun.
“Saya memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman, karena kebetulan perusahan waktu itu sudah mulai goyah. Akhirnya saya memutuskan pensiun di umur 40 tahun, dan saya memutuskan untuk usaha kambing ini,” tuturnya.
Sementara untuk usaha kambing sapera, tergolong masih dini. Tarmuji memulai usahanya dari 20 Oktober tahun lalu.
Sehingga, untuk total produksi susu kambing yang ia miliki masih sangat kecil.
“Jadi untuk hasilnya masih sedikit. Sehari baru 2 liter sampai 3 liter saja produksinya, karena ini juga usaha baru,” ujarnya.
Untuk harga sendiri, Tarmuji menjual hasil susu kambing sapera seharga Rp 25 ribu perliternya.
“Penjualan sempat meningkat di awal pandemi, dan hingga kini harga masih cukup stabil,” pungkasnya.(HS)