HALO SEMARANG – Polemik pemakzulan Bupati Jember menjadi pembahasan hangat jelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. DPRD Jember memutuskan untuk memakzulkan Faida dari jabatannya sebagai bupati secara politik, yakni melalui sidang paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) pada 22 Juli 2020.
Semua fraksi sepakat untuk memberhentikan bupati perempuan pertama di Jember itu.
Namun setelah pemakzulan oleh DPRD Jember, Bupati Jember Faida masih beraktivitas seperti biasa. Hal itu terlihat saat Faida mengikuti kegiatan pengajian “Malam Jumat Manis” di pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Kamis (23/7/2020).
Faida menegaskan, meski sudah dimakzulkan, dia tetap akan menjalankan tugas seperti biasa.
“Pemerintahan tetap berjalan seperti biasanya. Tidak semudah itu menurunkan bupati, ini amanah dari rakyat,” ujar Faida, disunting dari berbagai sumber.
Terkait pemakzulan yang akan diproses di Mahkamah Agung (MA), bupati perempuan pertama di Jember ini akan mengikuti semua prosedur yang berlaku.
Faida juga meminta masyarakat tidak perlu bereaksi secara berlebihan karena proses pemakzulan memiliki tahapan yang harus dilalui.
“Saya berterima kasih kepada masyarakat Jember yang sangat kooperatif,” tutur dia.
Faida mengatakan, seharusnya DPRD Jember menyampaikan kepada dirinya mengenai materi yang akan ditanyakan dalam rapat HMP yang digelar DPRD Jember beberapa waktu lalu.
Dengan tidak disampaikannya materi tersebut, bupati perempuan pertama di Jember ini menilai ada hambatan untuk menyampaikan jawaban yang ditanyakan Dewan.
Faida juga menilai pemakzulan tersebut ada kaitannya dengan Pilkada Jember 2020. Pada Pilkada Jember 2020, Faida memutuskan untuk maju melalui jalur independen.
“Saya menyadari tahun ini tahun politik, apalagi saya incumbent maju lagi dari jalur independen,” kata Faida.
Sementara Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan, perlu menunggu putusan dan pengujian dari Mahkamah Agung terkait pemakzulan Bupati Jember, Farida.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (23/7/2020), Tito Karnavian merespon persoalan pemakzulan Faida yang mencuat dari hak menyatakan pendapat (HMP) dalam Sidang Paripurna DPRD Jember.
“Bupati Jember ini kan ada istilahnya itu, pemakzulan ya. Adanya semacam impeachment dari DPRD-nya, maka prosedurnya nanti dari DPRD akan mengajukan ke MA,” kata dia.
Keputusan hak menyatakan pendapat (HMP) dalam sidang paripurna tersebut kemudian diteruskan ke Mahkamah Agung untuk dilakukan uji materil dan dibuktikan apakah pemberhentian Bupati Jember sudah cukup bukti atau tidak.
Oleh karena proses tersebut sedang berjalan, maka Kementerian Dalam Negeri menghormati proses hukum yang berlaku.
“MA nanti akan menguji. Setelah menguji semua apa ada buktinya segala macam, di situ tentu ada hak untuk membela diri dari yang dimakzulkan. Nanti apapun hasil keputusan MA akan diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri,” katanya.
Dalam UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, menurut dia, mengatur tentang ketentuan pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Di antaranya, pemberhentian kepala daerah dapat diusulkan kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD, bahwa kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban.
“Nanti Menteri Dalam Negeri akan memberikan keputusan berdasarkan pengujian dari Mahkamah Agung,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, DPRD Jember memutuskan untuk memakzulkan Faida dari jabatannya sebagai bupati secara politik, yakni melalui sidang paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) pada 22 Juli 2020.
Keputusan sidang paripurna DPRD tersebut akan diteruskan ke Mahkamah Agung untuk uji materi dan pemeriksaan bukti. Ada sejumlah alasan DPRD untuk memakzulkan bupati perempuan pertama di Jember itu.
Ketua DPRD Jember, Muhammad Itqon Syauqi mengatakan, bahwa DPRD secara politik telah memberhentikan Bupati.
“Kami menganggapnya sudah tidak ada. Namun secara administrasi masih menunggu Fatwa Mahkamah Agung,” katanya.
Bupati Jember, Faida dinilai telah melanggar sumpah jabatan dan melanggar peraturan perundang-undangan, seperti melanggar sistem merit dalam mutasi jabatan, mengabaikan rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait mutasi jabatan ASN dan tidak adanya kuota CPNS tahun 2019.
Kemudian Bupati juga dinilai mengabaikan perintah Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Timur untuk menghapus 15 SK Pengangkatan Dalam Jabatan dan 30 Perbup terkait KSOTK (Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja).
Selain itu, sejumlah Fraksi di DPRD juga menyoroti soal buruknya tata kelola keuangan Pemkab Jember, hingga akhirnya mendapat opini disclaimer atau menolak memberikan pendapat terhadap laporan keuangan Pemkab Jember tahun 2019.
Sidang paripurna HMP merupakan tindak lanjutan dari penggunaan hak interpelasi dan hak angket, yang rekomendasinya tidak dilakukan Bupati Jember.
Jika memang ditemukan pelanggaran dan Hakim MA memutus Bupati Jember bersalah, maka proses selanjutnya DPRD Jember harus menggelar sidang paripurna lagi, yakni sidang untuk membuat permohonan SK Pemberhentian untuk diajukan ke Menteri Dalam Negeri.(HS)