HALO SEMARANG – Benar-benar tak mudah untuk menjadi tenaga medis yang berjuang di garis depan menangani pasien Covid-19. Bukan hanya harus meninggalkan keluarga dalam waktu lama, tetapi juga bertaruh keselamatan demi membantu sesama.
Itu pula yang dirasakan Aulia Giffarinnisa, seorang dokter muda yang menjadi sukarelawan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet saat ini. Bukan hanya harus merelakan hilangnya waktu bersama keluarga, dia juga harus menahan panas akibat baju hazmat pelindung diri yang dikenakannya. Setiap saat dia juga harus membangun suasana tenang bagi para penyintas Covid-19.
“Keputusan jadi sukarelawan itu, sudah ada sejak April. Saya sebelumnya bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah di Sulawesi Selatan. Hati saya ingin berkontribusi dan tidak bisa hanya diam di rumah saja. Akhirnya pada Agustus, orang tua merestui keinginan saya. Saya mulai bertugas di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, bulan September,” ujarnya, dalam Dialog Produktif menyambut Hari Sukarelawan Internasional, bertajuk “Berbakti untuk Kemanusiaan Tanpa Pamrih”, yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), seperti dirilis Kominfo.go.id, Sabtu (5/12).
Dalam diskusi itu, Aulia yang juga Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, mengungkapkan bahwa menangani pasien Covid-19 bukan hal mudah. Dia harus terus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama 8 jam. Para tenaga medis juga harus kuat menahan rasa haus dan lapar. Apalagi ketika sedang bertugas di HCU (High Care Unit), tempat perawatan khusus bagi pasien Covid-19, dengan kondisi memerlukan perhatian khusus yang sudah menjadi risiko pekerjaannya.
“Kami bekerja bergiliran selama delapan jam. Biasanya dari pukul enam pagi, sampai jam dua siang. Tapi karena memakai APD, kami mulai persiapan dari jam 5 pagi, dan harus puasa selama delapan jam itu. Karena kita tidak melepaskan APD, bahkan untuk ke toilet. Kalau kami minum, pasti ingin ke toilet,” terangnya.
Imbau Tetap Disiplin
Dia juga memohon kepada masyarakat, agar tetap disiplin menerapkan 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Itu semua untuk mencegah penularan Covid-19.
“Dengan disiplin menerapkan 3M, kita bisa melindungi diri dan orang-orang terdekat agar tidak tertular. Dengan bersama-sama seperti itu, akan membantu tenaga kesehatan seperti kami, untuk mencegah dan mengembalikan kehidupan normal seperti dulu lagi. Jangan sampai kita menyusahkan orang lain, apalagi tenaga kesehatan yang sudah berjuang. Jangan sampai kita menyia-nyiakan perjuangan mereka,” kata dia.
Aulia juga berharap agar vaksin Covid-19 segera terdistribusi. “Harapan aku dengan vaksin Covid-19 ini, inginnya cepat didistribusi. Saat ini setahu saya vaksin sudah dalam uji klinik fase III. Kalau Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengizinkan, saya ingin vaksin lebih cepat didistribusikan,” ujarnya.
Bantu Pekerja Lepas Harian Terdampak
Selain Aulia, kisah inpiratif juga disuarakan Yusrin Zata Lini. Ia bersama rekan-rekannya yang terrgabung dalam Anggota Relawan Jurnalis Bergerak, turut menginisiasi gerakan sosial untuk membantu kesulitan ekonomi para pekerja lepas harian.
“Masih banyak teman-teman kita di luar sana yang harus bekerja berjibaku di jalanan untuk mendapat pendapatan harian. Selain pendapatan mereka tergerus, tidak memiliki informasi cukup mengenai Covid-19 sehingga cenderung tidak peduli, mereka lebih khawatir dengan anak mereka nanti makan apa daripada virus yang tidak tampak ini,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, Yusrin menggalang donasi dengan target Rp100 juta melalui platform digital benihbaik.com dengan menyasar penerima pekerja lepas harian melalui gerakan sosial #JurnalisBergerak.
Donasi itu, kata Yusrin, digunakan setidaknya untuk menolong kehidupan bagi mereka yang masih harus bekerja di jalanan ini selama satu atau dua minggu ke depan.
Meski mengatasnamakan jurnalis, namun menurut Yusrin, semua orang boleh membantu dengan berpartisipasi menjadi wadah untuk masyarakat umum yang ingin berkontribusi.
“Penerimanya adalah pekerja non formal seperti tukang ojek, pemulung, pedagang kecil, sopir angkutan umum, dan masyarakat terdampak lainnya. Kita memberikan bantuan-bantuan ini dalam bentuk sembako, masker, hand sanitizer, dan flyer edukasi terkait Covid-19,” tuturnya.
Yusrin menyebutkan, sejauh ini dalam waktu satu bulan telah terkumpul Rp106 juta dari 339 donatur. Kemudian dana itu disalurkan ke 600 penerima manfaat yang disalurkan ke lima wilayah administrasi DKI Jakarta, dan nantinya akan membuka lagi penyaluran paket bantuan ke masyarakat berdasarkan rekomendasi dari perorangan maupun komunitas seperti ke para guru honorer dan tukang pijat tuna netra. (HS-08)