HALO SEMARANG – Pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha sektor merupakan upaya reformasi dan deregulasi, yang menyesuaikan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, berkaitan dengan penerbitan 51 peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Seperti dirilis Setkab.go.id, Airlangga mengatakan dalam bidang perizinan, pemerintah menggunakan pendekatan perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini merupakan perubahan dari pendekatan sebelumnya, yakni perizinan berbasis izin.
Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, merupakan pendekatan baru dari sebelumnya, yakni kegiatan berusaha berbasis izin. Adapun perizinan berbasis risiko tersebut, pertama cakupan kegiatan berusaha mengacu ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2020.
Kedua, diketahui dari hasil pendekatan berbasis risiko atas 18 sektor kegiatan usaha (1.531 KBLI), diketahui terdapat sebanyak 2.280 tingkat risiko.
Masing-masing adalah Risiko Rendah (RR) sebanyak 707 (31,00 persen), Risiko Menengah Rendah (RMR) sebanyak 458 (20,09 persen), Risiko Menengah Tinggi (RMT) sebanyak 670 (29,39 persen), dan Risiko Tinggi (RT) sebanyak 445 (19,52 persen).
Ketiga, dari hasil pendekatan itu pula, maka penerapan Perizinan Berusaha berdasarkan risiko dilaksanakan sebagai berikut: RR hanya Nomor Induk Berusaha (NIB), RMR dengan NIB + Sertifikat Standar (Pernyataan), RMT dengan NIB + Sertifikat Standar (Verifikasi), dan RT dengan NIB + Izin (Verifikasi).
Keempat, implementasi di sistem melalui Online Single Submission (OSS) yakni: untuk RR dan RMR akan dapat selesai di OSS dan dilakukan pembinaan serta pengawasan, sedangkan untuk RMT dan RT dilakukan penyelesaian NIB di OSS serta dilakukan verifikasi syarat/standar oleh kementerian/lembaga/daerah dan dilaksanakan pengawasan terhadapnya.
Kelima, maka 51 persen kegiatan usaha cukup diselesaikan melalui OSS, termasuk di dalamnya adalah kegiatan UMK.
Kemudahan Berinvestasi
Untuk bidang usaha penanaman modal atau investasi, Pemerintah telah mengubah konsep dari semula berbasis kepada Bidang Usaha Daftar Negatif Investasi (DNI), menjadi Bidang Usaha Prioritas.
Berbagai bidang usaha yang menjadi prioritas ini, akan diberikan insentif dan kemudahan yang meliputi insentif fiskal dan non-fiskal.
Insentif fiskal terdiri atas Insentif Perpajakan, antara lain pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance), pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), atau pengurangan pajak penghasilan badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka investasi, serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan tertentu (investment allowance).
Selain itu juga Insentif Kepabeanan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri.
Adapun insentif non fiskal meliputi kemudahan perizinan berusaha, penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi, jaminan ketersediaan bahan baku, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, ditetapkan juga bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM.
“Perubahan dalam proses perizinan dan perluasan bidang usaha untuk investasi, kami yakini akan menjadi game changer dalam percepatan investasi dan pembukaan lapangan kerja baru. Dengan penerapan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, maka kita memasuki era baru dalam memberikan kemudahan dan kepastian perizinan dan kegiatan usaha, sehingga akan meningkatkan daya saing investasi dan produktivitas, serta efisiensi kegiatan usaha,” tutur Airlangga. (HS-08)