HALO SEMARANG – Warga dan para pegiat sejarah menyayangkan adanya pembangunan toilet permanen yang berada dekat sumur artetis tua di sebelah timur Taman Srigunting, kawasan Kota Lama Semarang. Toilet tersebut, menurut infomrasi warga sekitar merupakan bagian dari pembangunan program revitalisasi Kota Lama Semarang.
Pegiat Sejarah, Johanes Kristiono mengatakan, sumur artetis tersebut merupakan sumur tertua di Kota Semarang dengan kedalaman sekitar 70 meter dan dibangun tahun 1841. Menurutnya, sangat disayangkan jika sumur tersebut harus berdampingan dengan sepictank toilet. Padahal, sumur tua tersebut merupakan objek bersejarah yang digunakan untuk suplay air pada masa Hindia Belanda dan hingga saat ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
“Hingga sekarang debit airnya masih besar. Warga pun terbantu sejak dulu sampai sekarang. Truk pemadam kebakaran juga masih mengambil air dari sini,” tutur Johanes saat melakukan aksi bersama komunitas media informasi Kota Semarang (Mik Semar) di seputaran sumur tua tersebut, Kamis (16/5/2019).
Menurutnya, sumur artetis tersebut sebaiknya direhab dan dijadikan objek sejarah yang dapat menambah nilai dan daya tarik Kota Lama. Sehingga, sumur yang telah berjasa meredam merebaknya penyakit pada zaman dulu, bisa menjadi cerita menarik bagi pengunjung Kota Lama.
Lanjut Johanes, pembangunan toilet dapat dilakukan di lokasi lain, semisal di kantung parkir yang telah disediakan di beberapa titik.
“Yang jadi masalah sebetulnya di lingkungan seperti ini tidak pas dibangun toilet permanen sekalipun pakai sistem bio fuel tank. Toilet bisa ditaruh di tempat parkir. Rombongan tour yang mau ke toilet mudah. Lagian tiap gedung sudah punya toilet. Jikapun harus menyediakan toilet, sebaiknya yang tidak permanen saja,” tegasnya.
Warga Kebonagung, Sabar (45) mengatakan, setiap hari dia mengambil air di sumur tersebut untuk dijual ke rumah makan maupun warga yang membutuhkan air bersih. Satu kaleng berisi sekitar 20 liter itu dia jual seharga Rp 1.500.
“Ini sumber rezeki untuk saya dan banyak warga lain yang memanfaatkan sumur sebagai sumber pendapatan. Sehari bisa lima kali angkut menggunakan gerobak. Biasanya yang beli pemilik rumah makan untuk cuci-cuci piring,” katanya.
Jika adanya pembangunan toilet ini nantinya mengganggu kualitas air, dia terpaksa harus beralih ke sumur lain yang bisa diandalkan untuk mencari nafkah.
“Kalau nantinya sumur ini tidak bisa diambil, terpaksa ambil air di sumur yang ada di Kauman. Kalau ini sampai mati, Tawang dan beberapa tempat lain tidak bisa isi air. Padahal banyak warga yang memanfaatkan sumber air ini untuk kebutuhan sehari-hari,” kata pria yang sudah memanfaatkan air sumur tersebut selama 24 tahun.
Sementara itu, pelaksana lapangan, Agung Santoso mengatakan, rencana pembangunan toilet akan dirancang bio fuel tank. Sehingga, dipastikan tidak akan mencemari air sumur.
“Kami hanya melaksanakan pekerjaan di lapangan sesuai dengan konsep perencanaan yang ada,” ucapnya.(HS)