HALO BREBES – Diperlukan komitmen semua pihak, untuk secara konsisten merawat dan menghidupkan kebudayaan tradisional.
Menurut anggota DPRD Jateng HM Ishkak, tugas untuk merawat budaya dan kesenian tradisional tersebut memang berat. Namun demikian tetap harus dilakukan dan tak bisa lepas tangan.
Tugas untuk nguri-uri budaya tradisional itu, juga perlu melibatkan generasi muda. Bahkan mereka menjadi kunci dari pelestarian kebudayaan.
“Melibatkan generasi muda inilah yang menjadi kunci pelestarian kebudayaan kita. Mereka jangan ditinggalkan, mereka harus dilibatkan supaya ada kesinambungan dalam melestarikan budaya Jawa. Kami pun baik pemerintah dan DPRD mendorong upaya-upaya pelestarian budaya,” ungkap Ishkak, saat mengisi program Media Tradisional DPRD Jawa Tengah, di Balai Desa Pagojengan, Kecamatan Paguyangan, Brebes, baru-baru ini.
Dalam program itu dipentaskan pula kesenian wayang kulit, dengan lakon “Jamus Kalimasadha”.
Pendapat serupa disampaikan Ki Sukarso, dalang wayang kulit kondang dari Brebes.
Menurut dia, Brebes sebenarnya menjadi daerah unik dan menarik dalam hal kebudayaan.
Di wilayah ini terdapat perpaduan kebudayaan Jawa dan Sunda.
Adapun Keberadaan wayang kulit di Brebes, juga menjadi sebuah kesenian yang telah lama digandrungi masyarakat di bagian selatan.
“Saking tersohornya wayang kulit, di Brebes ada enam dalang kondang, antara lain dalang senior Ki Aji Windu Suwarto yang akan menampilkan cerita hari ini dan saya Ki Sukarso sebagai narasumber,” kata dia, seperti dirilis dprd.jatengprov.go.id.
Para seniman ini telah memiliki semangat untuk melestarikan kesenian ini, lewat pendidikan, misal ekstrakurikuler wayang di sekolah dan lain-lain.
Namun demikian tetap perlu adanya campur tangan pemerintah, supaya kegiatan ini berjalan dengan lancar.
Ki Aji Windu Suwarto menjelaskan, Jamus Kalimasada yang menjadi lakon wayang kulit ini, sebenarnya sebuah kiasan yang digunakan Walisongo, dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa, dengan menggunakan media wayang.
Jamus Kalimasada merupakan bentuk dari perlambang sebuah jimat (oleh orang Jawa diartikan: siji dirumat) atau diartikan satu untuk dijaga. Sementara kalimasada merupakan bahasa dari syahadat.
“Oleh Walisongo, syahadat dilambangkan dengan sebuah judul tontotan untuk menjadi tuntunan dengan Jamus Kalimasada atau jimat kalimat syahadat,” kata dia.
Menurut Ki Aji Windu Suwarto, melalui lakon ini, Walisongo menyampaikan pesan bahwa umat Islam di Jawa, diharapkan menjaga syahadatnya.
“Pesan moral dari lakon ini adalah kita harus berpegang dengan keyakinan jangan sampai terlepas dari diri sediri, apabila tidak dijaga makan akan hancur diri kita,” kata dia. (HS-08)