in

Legislator Ini Menilai BPJS Kesehatan Belum Optimal Berkoordinasi dengan Pemda

 

HALO SEMARANG – Anggota Komisi IX DPR RI, dari Fraksi Nasdem, Irma Suryani Chaniago, menilai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, belum optimal dalam berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) terkait kepesertaan jaminan kesehatan.

Pandangan itu disampaikan Irma Suryani Chaniago, dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan, Dewan Pengawas dan Dirut BPJS Kesehatan di Ruang Rapat Komisi IX, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

Menurut Irma, BPJS seharusnya lebih aktif menjalin komunikasi dengan Pemda, mengingat sebelumnya sudah ada program Jamkesda dan Jamkesmas, yang dikelola pemerintah daerah.

“Pemda seharusnya turut berkontribusi dalam membiayai kepesertaan BPJS, seperti halnya mereka mengalokasikan anggaran untuk Jamkesda dan Jamkesmas,” kata dia, seperti dirilis dpr.go.id.

Jika BPJS cabang di daerah tidak mampu bernegosiasi dengan Pemda, Irma menegaskan bahwa tanggung jawab tersebut harus diambil alih oleh para direktur BPJS.

Ia mendorong mereka untuk berkomunikasi langsung dengan bupati, wali kota, dan gubernur guna memastikan cakupan kepesertaan BPJS di daerah dapat ditingkatkan secara optimal.

Selain itu, Irma juga menyoroti adanya praktik kecurangan (fraud), yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit, dalam sistem BPJS Kesehatan.

Ia menekankan bahwa kasus-kasus tersebut harus dikawal hingga proses pengadilan, agar tidak terjadi penyimpangan lebih lanjut.

Ia mencontohkan kasus di BPOM, di mana pelaku hanya dikenai denda sebesar Rp100 ribu dan hukuman satu bulan penjara, yang menurutnya menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

“BPJS memang berfungsi sebagai juru bayar, tetapi akuntabilitas tetap harus dijaga. Fraud yang dilakukan oleh rumah sakit harus ditindaklanjuti dengan serius dan dikawal hingga proses pengadilan agar tidak ada celah bagi praktik-praktik tidak sehat,” tuturnya.

Meski demikian, Irma mengapresiasi BPJS Kesehatan yang dinilai telah menunjukkan banyak perbaikan dibanding sebelumnya.

Menurutnya, berbagai terobosan yang telah dilakukan telah mempermudah akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Selain komunikasi, Irma Suryani Chaniago juga meminta Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk mempertimbangkan dampak penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN).

Penerapan ini berpeluang menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan hal itu jelas membebani masyarakat.

Politisi NasDem dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan II itu, juga menunjukkan fakta bahwa dengan kewajiban tarif iuran semula saja, masih banyak yang tidak aktif.

Apalagi jika menaikkan iuran sebagai dampak penerapan sistem KRIS, maka akan menambah tunggakan iuran di masyarakat.

Korban Kejahatan

Sementara itu Anggota Komisi IX DPR RI Obon Tabroni, mengusulkan agar korban kejahatan, termasuk korban begal, dapat ditanggung BPJS Kesehatan.

Pasalnya, tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban kekerasan namun tidak mendapatkan perlindungan jaminan kesehatan dari BPJS.

“Sekarang marak terjadi kejahatan di wilayah-wilayah tertentu, korban begal atau lain-lain, namun mereka termasuk yang tidak di-cover BPJS,” ujar Obon.

Para korban kejahatan itu ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. “Mereka sudah menjadi korban, kemudian harta bendanya mungkin hilang dan mengalami penganiayaan,” kata dia.

Akibatnya, lanjut Obon, Korban kejahatan kerap didorong untuk mencari bantuan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), meski lembaga tersebut sejatinya tidak memiliki tugas dan wewenang dalam menangani masalah kesehatan.

“Korban kejahatan termasuk juga perempuan korban kejahatan atau pembegalan dan lain-lain didorong menjadi tanggung jawab LPSK (lembaga perlindungan saksi dan korban). Padahal yang kita tahu, LPSK bukan lembaga yang mengurusi hal itu. LPSK itu hanya pada persoalan bagaimana pelapor atau saksi itu mereka lindungi, tidak masuk dalam wilayah mereka harus cover kesehatannya atau lain-lain,” tambahnya.

Dijelaskan Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini, tidak sedikit korban kejahatan yang mengalami kerugian materi dan fisik.

Namun, ketika mereka berusaha mendapatkan perawatan medis di rumah sakit, mereka justru dihadapkan pada pengecualian, dan membuat mereka tidak bisa menggunakan BPJS.

Hal tersebut tentu akan semakin memberatkan beban psikologis maupun fisik korban.

Oleh karena itu, pihaknya berharap Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mencari solusi terhadap persoalan tersebut.

Sejatinya, korban kejahatan termasuk korban begal juga mendapatkan perlindungan yang layak, termasuk dalam akses layanan kesehatan.

“Pengecualian yang lain bisa kita pahami tapi pengecualian korban kejahatan rasanya irasional diterapkan. Mereka sudah menjadi korban, kemudian harta bendanya mungkin hilang dan mengalami penganiayaan. Tapi begitu masuk rumah sakit, mereka tidak bisa terlayani dengan baik, karena ter-cover kepada pengecualian. Nah, Pak Menkes, bagaimana persoalan ini juga bisa diselesaikan,” paparmya. (HS-08)

Komisi XII Pastikan Stok dan Distribusi Elpiji 3 Kg Aman

Bertemu Menlu Uzbekistan, Mendag RI : Siap Luncurkan Perundingan IU-PTA