HALO SEMARANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang terus mendorong pembangunan kota untuk lebih responsif kepada pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas, salah satunya di layanan moda angkutan massal.
Menurut Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Dini Inayati, bahwa sebenarnya dari sisi regulasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas sudah diakomodir di Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas No 8 Tahun 2016, maupun dalam Peraturan Daerah (Perda).
“Namun, memang implementasinya masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang cukup banyak. Misalnya, di Kota Semarang, juga belum diimplementasikan sepenuhnya di angkutan publik. Termasuk pedestrian, gedung sekolah juga belum masuk kategori ramah untuk difable,” ujarnya, saat menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) bersama DPRD Kota Semarang dan Forwakot dengan tema Peran Media Mengawal Pemenuhan Hak Penyandamg Disabilitas untuk Pembangunan di Resto Maari Nusantara Ventura Semarang, Rabu (22/10/2025).
“Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT), feeder itu sebetulnya punya Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari menteri Perhubungan, mulai dari armada, halte. Semua aspek ada indikatornya yang memuat kondisi armada dan seluruh fasilitas pendukung angkutan massal untuk kebutuhan disabilitas,” lanjutnya.
Dikatakan Dini, SPM ini seharusnya diukur pada periode tertentu, pelayanan minimal, indikator pemenuhan untuk lansia, anak-anak, ibu hamil.
“Termasuk pemberian informasi, dihalte juga begitu,” katanya.
“Ini sedang kita dorong di Komisi C agar Dishub melalui Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk melakukan pengkajian layanan minimal BRT. Berapa persen yang belum memenuhi atau berapa persen yang sudah memenuhinya. Sehingga menjadi rekomendasi agar dijadikan BLU untuk mengalokasikan anggaran dan rencana kerja yang belum ada tersebut menjadi 100 persen,” tegasnya.
Dini berharap, adanya SPM ini, membuat layanan BRT yang sudah berjalan selama ini, nantinya diikuti oleh peningkatan layanan yang lebih baik.
“Dan masyaralat akan semakin tertatik menggunakan transportasi umum saat beraktivitas,” pungkasnya.
Narasumber lain yang juga dihadirkan dalam FGD, Jurnalis Jateng Pos, Sigit Hermawan, menyampaikan bahwa memang belum banyak media yang memperhatikan isu disabilitas. Karena belum semua media terutama arus media maintream mengangkat topik terkait pemenuhan hak yang sama bagi penyandang disabilitas.
“Sebaiknya awak media dan masyarakat mulai sadar dan memperhatikan penyandang disabilitas, misalnya di lingkungan perkantoran pemerintahan, dan gedung DPRD yang sudah menyediakan fasilitas atau jalur khusus di dalamnya untuk memudahkan ke kantor,” katanya.
Sementara, Jurnalis Halosemarang.id, Yulianto menambahkan, tujuan pemberitaan media penyandang disabilitas yang inklusif bisa mempengaruhi opini atau persepsi publik. Dan dapat membuat perubahan sosial di dalam masyarakat dan kebijakan serta untuk advokasi.
“Dengan pemberitaan juga memberikan inspirasi, dan semangat serta percaya diri agar makin baik. Sehingga dapat memberikan ruang beraktivitas, mengejar cita-cita serta mengembangkan potensi diri untuk pembangunan,” imbuhnya. (HS-06)