HALO SEMARANG – Kota Sibolga dikenal sebagai ‘Negeri Berbilang Kaum’ . Masyarakatnya cukup heterogen dengan kondisi sosial hidup yang rukun dan damai berdampingan.
Kondisi ini tidak terlepas dari pengaruh dan kiprah penyuluh agama, tokoh agama, tokoh adat, budaya yang terus menebarkan ajaran agama, tatasusila kebaikan yang diterapkan kepada masyarakat.
Sebut saja salah satunya, Jupraini Sipahutar, Penyuluh Agama Islam Non PNS Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Sibolga.
Jupraini Sipahutar menjadi Penyuluh Non PNS sejak 2011. Namun pengabdiannya untuk umat sudah sejak 1998 sebagai pengajar di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) sekaligus membina Majelis Taklim.
“Saya bekerja sebagai penyuluh Agama Islam (PAI) Non PNS di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sibolga Selatan. Kebetulan rumah tidak terlalu jauh ke kantor. Jadi, terkadang pernah ditempuh berjalan kaki untuk bekerja ke kantor,” kata Jupraini Sipahutar, di Sibolga, baru-baru ini seperti dirilis kemenag.go.id.
Dia mengakui penghasilan kecil sebagai penyuluh Agama Islam Non PNS, secara ekonomi memang kurang memadai.
“Namun keberkahan dari menebarkan dan memberi penyuluhan kemasyarakatan rasanya cukup untuk kehidupan sehari-hari,” sambung Jupraini Sipahutar seraya berkisah.
Jupraini Sipahutar melanjutkan ceritanya, bahwa selama menjadi penyuluh dan mengajar di TPQ tak terasa sudah berjalan 26 tahun.
Semua dilaluinya dengan syukur yang tak henti hingga saat ini perhatian pemerintah kepada Penyuluh Agama Islam Non PNS.
“Alhamdulillah. Pemerintah sudah memperhatikan kami para Penyuluh Agama Islam Non PNS. Terlebih saat Menteri Agama YaqutCholilQoumas. Dan mudah-mudahan di pemerintahan Kabinet Merah Putih, dan Menteri Agama Nasaruddin Umar, terus dan terus memberi perhatian baik kepada Penyuluh Agama Islam Non PNS,” kata Jupraini Sipahutar.
Jupraini Sipahutar menyampaikan bahwa selain sebagai PAI Non PNS, guru di TPQ, dirinya juga terlibat di Majelis Taklim Pengajian Nelayan yang bernama KNTM (Kumpulan Nelayan Tolong Menolong).
“Saya cerita Pak. Pernah suatu ketika, Saya hendak ke KUA Kecamatan Sibolga Selatan. Karena tidak mempunyai uang, Saya berjalan kaki. Sampai di kantor, rasa capek juga. Namun tidak mengurangi semangat saya untuk mengabdi, karena dalam benak saya adalah melaksanakan tugas”, ucap Jupraini Sipahutar.
Jupraini Sipahutar juga berkisah bahwa transportasi umum di Kota Sibolga masih minim utamanya menuju kantor KUA Kecamatan Sibolga Selatan.
Jadi, untuk menuju kantor KUA cukup mengeluarkan waktu dan tenaga berlebih ketika tidak menggunakan kendaraan pribadi.
Walau ada kendaraan pribadi seperti kereta (motor), juga harus berhati-hati karena jalanan yang kurang baik. Dan tentu kesemua hal itu berdampak terhadap perekonomian warga masyarakat.
“Ketika memberi penyuluhan kepada masyarakat disambut dengan antusias. Rasa lelah, capek diperjalanan tak lagi terasa manakala telah bertemu dengan warga,” ungkap Jupraini Sipahutar.
Selain itu, lanjut Jupraini Sipahutar, dirinya juga membina Majelis Taklim Pengajian Nelayan yang anggotanya 26 orang ibu-ibu untuk belajar mengaji Alquran yang dilaksanakan bergiliran dari rumah ke rumah pada malam hari.
“Saya tidak ingin aktivitas mengaji dan membaca Al-Qur’an hilang dari Kota Sibolga. Maka lahirlah program maghrib mengaji ini,” terang Jupraini Sipahutar.
Bagi Jupraini Sipahutar, pembangunan fisik (infrastruktur) harus diimbangi dengan pembangunan mental spiritual khususnya keagamaan. Gerakan maghrib mengaji ini diharapkan menjadi budaya dan ciri khas masyarakat khususnya anak- anak di Kota Sibolga, Kecamatan Sibolga Selatan, agar nilai-nilai spiritualitasnya terjaga.
“Pada realitasnya disini, masih banyak masyarakat yang membutuhkan pembelajaran baca tulis Al-Qur’an. Kiranya pemerintah bisa lebih memperhatikan. Disini sangat perlu mendapat perhatian dakwah. Saya bersyukur bisa bertugas disini. Pagi di KUA, siang di Majelis Taklim, dan malam di TPQ. Semuanya demi umat”, ungkap Jupraini Sipahutar.
Sebagai informasi, berdasarkan data Ditjen DukcapilKemendagri, jumlah umat berdasarkan agama Kota Sibolga yaitu, Islam 57.952 (58,7%), Protestan, 33.385 (33,82%), Katolik, 5.058 (5,12%) dan Buddha 2.327 (2,36%). (HS-08).