HALO SEMARANG – Pemkot Semarang telah resmi menutup lokalisasi Sunan Kuning atau Resos Argorejo Semarang, pada 18 Oktober 2019 lalu. Rencananya, wilayah Argorejo setelah ditutupnya lokalisasi Sunan Kuning atau SK ini akan dijadikan kampung tematik oleh Pemkot Semarang.
Banyak kalangan yang bertanya, ke mana para wanita pekerja seks (WPS) yang berjumlah 448 orang tersebut setelah penutupan salah satu lokalisasi terbesar di Jawa Tengah ini. Halosemarang.id pun berusaha melakukan investigasi ke resos yang ada di Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, Kamis (30/10/2019) malam.
Ternyata, meski telah resmi ditutup masih banyak WPS yang memilih bertahan di sana dan tetap menjajakan diri tanpa basa-basi. Halosemarang.id pun berusaha menyusuri beberapa gang yang ada di sana, dan ternyata di beberapa gang masih banyak wanita penghibur yang menggunakan pakaian minim dan siap melayani tamu di tempat kos atau karaoke yang ada di lokalisasi tersebut.
Tak terlihat ada penindakan dari petugas Satpol PP Kota Semarang yang sebelumnya berjanji akan menindak tegas bila ada WPS yang masih beroperasi di lokalisasi. Beberapa pengunjung dengan menggunakan kendaraan bermotor maupun mobil juga masih terlihat keluar masuk ke kamar-kamar kos maupun tempat karaoke di sana.
“Masih menerima tamu. Lha mau bagaimana lagi, pulang ke kampung juga nggak tau mau kerja apa,” kata salah satu wanita pekerja seks yang ditemui halosemarang.id di gang III lokalisasi Sunan Kuning, Kamis (30/10/2019) malam.
Para wanita pekerja seks lokalisasi Sunan Kuning, mengaku tak khawatir tetap menjajakan diri di lokalisasi. Karena menurut beberapa WPS, masih banyak penghuni yang bertahan di sana dan tetap melayani pengunjung.
“Kalau ada operasi yang kita istirahat dulu. Atau bilang saja hanya menemani tamu karaoke. Lagian masih banyak yang ‘bekerja’. Tapi memang setelah penutupan agak sepi,” kata wanita 32 tahun yang identitasnya sengaja tidak disebutkan ini.
Sebelumnya, beberapa kalangan memang menilai bahwa penutupan Lokalisasi Sunan Kuning di Semarang, bukan langkah tepat untuk meniadakan aktivitas prostitusi. Justru dengan penutupan lokalisasi membuat transaksi prostitusi bakal menyebar secara massif.
“Menurut saya, penutupan lokalisasi tidak tepat karena berpotensi muncul prostitusi di mana-mana,” ungkap dosen Ilmu Komunikasi Universitas Semarang (USM) Yuliyanto Budi Setiawan usai diskusi publik “Pemberdayaan Lokalisasi Sunan Kuning” di Balai RW IV Resosialisasi Argorejo, Kalibanteng Kulon, Semarang Barang, beberapa waktu lalu.
Yulianto menyebut uang santunan atau tali kasih yang diberikan pemerintah ke tiap wanita pekerja seks (WPS) tidak bisa menjamin mereka ke luar dari dari dunia prostitusi.
Hal senada disampaikan Ketua LSM Lentera Asa, Ari Istiadi.
Dirinya menilai penutupan tanpa dibarengi program pengentasan WPS hanya akan memindahkan aktivitas prostitusi ke tempat dan bentuk lain. Karenanya dia berharap ada kejelasan kebijakan pemerintah setelah Sunan Kuning ditutup. “Akan dibawa ke mana para WPS,” ujar dia.
Sebelumnya, Kasi Tuna Sosial dan Perdagangan Orang Dinas Sosial Semarang, Anggie Ardhitia menyampaikan, penutupan Sunan Kuning adalah perintah langsung dari Presiden.
“Dinas Sosial diperintahkan oleh gubernur dan wali kota, bahwa harus bisa menyelesaikan dengan sebaik-baiknya sebelum penutupan, untuk bisa memanusiakan manusia. Kami juga akan membantu mereka (WPS) untuk mencari ketrampilan lain,” tutur dia.(HS)