HALO SEMARANG – Dalam kegiatan Kabupaten Kota (KaTa) Kreatif di Kota Bogor, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, ditantang oleh para perajin dari Salam Rancage, untuk membuat produk kerajinan anyaman.
Namun kerajinan bukan menggunakan rotan sebagai bahan baku, melainkan limbah berupa kertas koran bekas, sehingga dihasilkan produk ekraf berkualitas dan ramah lingkungan.
Menparekraf RI Sandiaga Salahuddin Uno, bersama Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto pun menerima tantangan itu.
Demikian pula dengan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Iceu Pujiati; dan Kepala Bidang Industri Pariwisata Provinsi Jawa Barat, Rispiaga.
Mereka bersemangat dan tampak fokus ketika praktik menganyam dengan menggunakan material yang berbeda dari biasanya.
Selain kertas koran bekas, bahan pendukung lainnya yang mudah ditemui adalah lidi.
Mulanya kertas koran dilinting terlebih dahulu pada sebatang lidi sebanyak dengan jumlah yang diinginkan, kemudian masuk ke tahap menganyam.
Ketika sudah menjadi bentuk yang diinginkan seperti bentuk kotak tisu atau keranjang pakaian, maka masuk tahap berikutnya.
Barang kerajinan setengah jadi itu kemudian melalui proses coating menggunakan coating non-toxic.
Jenis coating ini juga aman dan ramah lingkungan, karena menggunakan bahan dasar air dan tidak mengandung thinner.
Menparekraf Sandiaga, seperti dirilis kemenparekraf.go.id, mengakui menganyam menggunakan kertas koran dan lidi ternyata tingkat kesulitannya cukup tinggi.
Dalam prosesnya, harus dikerjakan secara teliti dan dibutuhkan keuletan dari pengrajin.
“Maka kita selain tadi enggak boleh jadi ‘rohali’ (rombongan hanya lihat-lihat), harus jadi ‘rojali’ (rombongan yang jadi beli), dan ‘rogana’ (rombongan yang enggak pakai nawar-nawar) kalau beli produk ekonomi kreatif. Karena ternyata susah pembuatannya,” kata Menparekraf Sandiaga, dalam Workshop KaTa Kreatif Indonesia yang berlangsung di Bogor Creative Center, Jawa Barat, Kamis (19/10/2023).
Produk kriya yang telah mendapat berbagai penghargaan, salah satunya Inacraft Award 2018, menunjukkan potensi ekonomi kreatif Kota Bogor yang patut diacungi jempol.
Selain kriya, Kota Bogor juga terkenal dengan ragam kuliner yang menjamur di tiap sudut Kota Bogor, begitupun dengan subsektor busananya.
Besarnya potensi ekraf Kota Bogor, membuat Menparekraf Sandiaga berharap kota hujan ini segera melakukan proses uji petik Penilaian Mandiri Kabupaten Kota Kreatif (PMK3I).
Uji petik ini berguna untuk menetapkan subsektor ekonomi kreatif unggulan yang akan memperkuat posisi Kota Bogor sebagai Kabupaten/Kota Kreatif Indonesia.
“Kita sudah mendapat komitmen dari Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, bahwa tahun depan Kota Bogor akan ikut proses uji petik dari subsektor yang akan diunggulkan untuk penetapan Kota Bogor sebagai kota kreatif,” ujar Sandiaga.
“Harapannya pada suatu saat Bogor bisa diajukan menjadi kota kreatif yang mendapat pengakuan dari UNESCO. Baru ada empat kota kreatif di Indonesia yang mendapat pengakuan UNESCO yaitu Ambon cityof music, Bandung city of design, Jakarta city of literature, dan Pekalongan city of craft sandfolk art. Mudah-mudahan Bogor bisa mengikuti jejak empat kota lainnya,” katanya.
Salah satu pendiri Salam Rancage, Aling Nur Naluri, menceritakan awal mula didirikannya Salam Rancage sebagai inovasi yang dilakukan komunitas bank sampah.
Di mana komunitas yang beranggotakan ibu-ibu berfikir untuk menghadirkan produk ekraf recycle yang memiliki nilai jual tinggi. Kemudian tercetuslah kerajinan dari limbah kertas.
“Ibu-ibu ini belajar dari nol. Jadi di Bogor tidak ada budaya menganyam, akhirnya mereka belajar menganyam. Kenapa kertas? Karena di Bogor tidak ada pandan, tidak ada rotan, tidak ada bahan baku, yang melimpah hanya kertas dan dibantu oleh Pemerintah Kota Bogor, limbah-limbah kertasnya diberikan ke kita untuk memberdayakan ibu-ibu,” ujar Aling Nur Naluri.
Dalam sebulan para perajin Salam Rancage dapat memproduksi sekitar 2.800 buah, dengan harga yang bervariatif. Untuk keranjang pakaian dihargai Rp900.000. Menparekraf Sandiaga pun memborong keranjang pakaian tersebut.
“Ini menunjukkan karya kriya Indonesia itu cukup rumit, tapi sangat berkualitas tinggi, sehingga layak masuk ke persaingan global. Dari bahan yang terbatas, tapi ternyata dilakukan dengan kesungguhan jadi produk yang berkualitas,” kata Aling Nur Naluri.
Turut mendampingi Menparekraf, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf, Hariyanto; Plt. Direktur Infrastruktur Ekonomi Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf, Oneng Setya Harini; Direktur Pengembangan Destinasi Regional I Kemenparekraf/Baparekraf, S. Utari Widyastuti. (HS-08)