HALO SEMARANG – Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya penutupan pabrik yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan hingga ratusan ribu pekerja.
Beberapa perusahaan yang dilaporkan terpaksa menutup operasionalnya dan merumahkan sekitar 3.200 pekerjanya, antara lain PT Sanken Indonesia, PT Yamaha Music Product Asia, PT Tokai Kagu, PT Danbi Internasional Garut, dan PT Bapintri.
Bahkan, PT Sritex yang menutup pabriknya pada 1 Maret 2025, juga mengumumkan PHK massal terhadap 10.969 pekerja.
Alifudin mengungkapkan, bahwa total lebih dari 14.000 pekerja telah dirumahkan akibat penutupan beberapa pabrik tersebut.
Ia menyatakan bahwa jumlah ini mencerminkan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama bagi keluarga-keluarga yang bergantung pada pendapatan dari pekerjaan mereka di pabrik-pabrik tersebut.
“Ini adalah masalah besar yang mempengaruhi tidak hanya pekerja yang dirumahkan, tetapi juga ekonomi lokal dan nasional. Pemerintah harus hadir untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja yang terkena PHK bisa terlindungi dengan baik,” kata Alifudin, di Jakarta, Rabu (5/3/2025), seperti dirilis dpr.go.id.
Politisi PKS ini juga menyoroti perincian PHK di beberapa perusahaan besar, yang menutup operasionalnya, antara lain PT Sanken Indonesia dengan 459 pekerja yang terkena PHK, PT Yamaha Music Product Asia dengan 200 orang, dan PT Tokai Kagu dengan 195 orang.
Sementara itu, PT Danbi Internasional Garut, yang juga terdampak, mencatatkan PHK sebanyak 2.079 pekerja, dan PT Bapintri di Kota Cimahi sebanyak 267 pekerja.
Alifudin menyayangkan bahwa penutupan pabrik-pabrik besar ini, terjadi dalam waktu yang berdekatan, meningkatkan kecemasan tentang gelombang PHK yang lebih luas.
Lebih lanjut, Alifudin mengingatkan bahwa situasi ini bukan hanya berdampak pada pekerja, namun juga berisiko memperburuk kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
“Jika tidak segera ditangani dengan serius, kondisi ini bisa memicu penurunan daya beli masyarakat dan merugikan perekonomian dalam jangka panjang. Pemerintah harus mampu menciptakan iklim industri yang stabil dan ramah bagi dunia usaha agar tidak terjadi PHK massal yang lebih meluas,” ujar Alifudin.
Alifudin juga mendesak Kementerian Ketenagakerjaan, untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja yang terkena PHK dapat dipenuhi dengan baik dan utuh.
“Kemenaker harus segera turun tangan untuk memastikan pekerja yang terdampak memperoleh kompensasi yang sesuai, seperti pesangon dan hak-hak lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Alifudin menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini untuk mencegah potensi penyalahgunaan hak-hak pekerja.
Sebagai Anggota Komisi IX yang membidangi tenaga kerja, Alifudin menyatakan komitmennya untuk mendorong pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah strategis guna melindungi pekerja dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Ia juga mengajak seluruh pihak, termasuk sektor swasta, serikat pekerja, dan lembaga terkait, untuk bekerja sama dalam mencari solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini.
Alifudin juga meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap iklim industri Indonesia, dengan melibatkan berbagai pihak terkait, guna menciptakan kebijakan yang mendukung kelangsungan industri tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.
“Pemerintah perlu mendorong perkembangan sektor industri yang lebih berkelanjutan dan memperhatikan kepentingan pekerja. Kami tidak bisa membiarkan pabrik-pabrik terus menutup pintunya dan merumahkan ribuan pekerja,” tegas Alifudin.
Sebagai langkah awal, Alifudin mengusulkan agar pemerintah mengidentifikasi sektor-sektor yang mengalami kesulitan, dan memberikan insentif yang tepat untuk mempertahankan operasional pabrik-pabrik tersebut.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan dukungan kepada perusahaan yang berjuang untuk tetap bertahan, serta memastikan bahwa hak-hak pekerja tidak hilang dalam proses PHK ini,” kata Alifudin.
Dia mendesak agar Pemerintah RI dapat segera mengatasi persoalan gelombang PHK massal yang merugikan ini, secara cepat dan tepat.

Sementara itu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar antara Komisi IX DPR RI dengan Serikat Pekerja Sritex Group, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani, menyampaikan beberapa hal penting terkait kondisi perusahaan tekstil Sritex dan nasib pekerja.
Irma mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterimanya dari Wakil Menteri Ketenagakerjaan, akan ada investor baru yang akan meneruskan operasi Sritex.
Ia juga menambahkan bahwa dalam dua minggu kedepan, perusahaan masih akan melanjutkan aktivitas operasional dan beberapa aset Sritex akan disewakan, yang nantinya akan menjadi modal untuk memulai kembali produksi.
“Akan ada investor baru yang akan meneruskan Sritex,” kata Irma di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Lebih lanjut, Irma menyampaikan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan agar tidak terlalu mudah memberikan putusan kepailitan kepada perusahaan.
“Pemerintah juga harus menekan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk tidak terburu-buru mengajukan kepailitan, karena banyak perusahaan yang akhirnya tutup di Indonesia namun membuka cabang di negara lain seperti Vietnam,” ungkap Irma.
Menurutnya, jika perusahaan menutup operasionalnya di Indonesia namun membuka cabang di luar negeri dengan produk yang sama, maka perusahaan tersebut tidak seharusnya diberikan izin kembali untuk beroperasi di Indonesia.
“Kita tuntut juga nasionalisme mereka, jangan cuma nasionalisme pekerja dan rakyat Indonesia saja yang diminta,” tegas Legislator Dapil Sumatera Selatan II ini.
Irma juga menyoroti masalah bagi pekerja Sritex yang berusia di atas 45 tahun, yang akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang sama di perusahaan baru.
Ia pun menekankan pentingnya solusi untuk masalah ini dan mendorong agar pihak pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan memberikan perhatian lebih pada pekerja berusia lanjut, agar mereka tidak tertinggal dalam persaingan.
“Dengan adanya investor baru, ada banyak karyawan Sritex yang berusia di atas 45-50 tahun. Tentu ini akan sulit bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sama di posisi yang sama,” kata Politisi Fraksi NasDem ini. (HS-08)