HALO SEMARANG – Pengamat politik UIN Walisongo Semarang, Kholidul Adib mengatakan, posisi Dico M Ganinduto pada kontestasi Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Semarang 2024 belum aman. Hal ini karena Bupati Kendal tersebut memiliki elektabilitas yang rendah serta dukungan partai politik yang masih minim. Diketahui, Dico baru didukung dua partai, PSI (5 kursi parlemen) dan Golkar (empat kursi parlemen). Padahal untuk maju di Pilwakot Semarang, sesuai ketentuan partai pengusung minimal memiliki 10 kursi di parlemen.
Mengacu pada simulasi terbuka atau top of mind hasil survei lembaga Indo Barometer, tingkat elektabilitas Dico di Pilwakot Semarang 2024 sebesar 2,8 persen, masih berada di bawah tiga kandidat lainnya.
Posisi pertama Anggota DPR RI AS Sukawijaya alias Yoyok Sukawi dengan elektabilitas 16,5 persen. Kemudian Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu 11 persen, disusul Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang, Ade Bhakti Ariawan 6,3 persen.
Menurut Kholidul Adib, kurangnya kursi partai pengusung ini membuat posisi Dico di Pilwakot Semarang 2024 belum aman. Bahkan jika tidak ada partai yang akan merapat, maka kader Partai Golkar itu tidak bisa mendaftar sebagai calon wali kota.
“Nasib Dico yang baru diusung Golkar dan PSI dengan sembilan kursi, tentu tidak aman. Dia harus tambah dukungan dari partai lain untuk terlibat dalam proses Pilkada,” ujarnya usai Focus Group Discussion (FGD) “Membaca Peta Politik Jelang Pilwakot Semarang 2024 Jilid 3” Forum Media Online Kota Semarang (FOMOS) di Hotel Neo Candi, Selasa (6/8/2024) siang.
Dia melanjutkan, yang berperan besar dalam kontestasi Pilwakot Semarang ialah Partai Gerindra. Arah dukungan Gerindra sangat menentukan berapa poros atau berapa pasangan calon yang bertarung di Pilwakot Semarang.
Jika Gerindra akhirnya merapat ke Koalisi Semarang Maju yang mengusung Yoyok Sukawi, maka otomatis Golkar dan PSI tidak bisa mengajukan Dico Ganinduto karena hanya memiliki sembilan kursi. Bahkan kedua partai tersebut bisa lari dan mendukung Yoyok Sukawi.
“Kalau Gerindra sudah ke Yoyok, maka PSI dan Golkar kemungkinan besar juga akan ke Yoyok atau ke poros lain yaitu PDIP yang bisa mengusung calonnya sendiri. Nah sehingga ada dua poros KIM (Koalisi Indonesia Maju) plus pengusung Yoyok dan poros PDIP,” beber Adib.
Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo tersebut, saat ini dinamika politik masih sangat cair. Partai-partai yang ada di Kota Semarang masih intens menjalin komunikasi.
Namun jika pada akhirnya nanti Gerindra memutuskan berlabuh ke Koalisi Semarang Maju, maka kemungkinan Yoyok Sukawi akan melawan kandidat yang diusung PDIP.
“Cuma sampai hari ini masih lobi-lobi semua. Untuk kemungkinan dua poros sangat mungkin, kalau upaya Yoyok melobi Gerindra berhasil. Kalau bergabung dengan Yoyok, berati ada tujuh partai bergabung, total ada ada 27 kursi,” ungkap Adib.(HS)