in

Cegah Tindak Pidana, Anggota DPR Ini Minta OJK Hapus Aturan Penggunaan Debt Collector

Anggota Komisi III DPR RI Abdullah. (Foto : dpr.go.id)

 

HALO SEMARANG – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghapus aturan yang mengizinkan Sektor Jasa Keuangan menggunakan debt collector, untuk menagih utang.

“Saya mendesak OJK menghapus aturan pelaku jasa keuangan yang boleh melakukan penagihan utang menggunakan jasa pihak ketiga. Alasannya, praktik di lapangan tidak sesuai aturan dan malah banyak tindak pidana, saya mendorong juga masalah utang ini diselesaikan secara perdata,” kata Abdullah, baru-baru ini seperti dirilis dpr.go.id.

Abdullah mengaku miris dengan peristiwa penagih utang yang melakukan tindak pidana.

Misalnya, peristiwa di Lapangan Tempel Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah pada Kamis (2/10/2025) lalu, di mana mobil penagih utang ditimpuki batu oleh warga saat ingin menarik mobil di daerah pemukiman warga.

Aksi penimpukan karena mobil penagih utang mengebut di pemukiman warga dan menimbulkan keributan yang meresahkan warga.

“Pelanggaran yang dilakukan penagih utang ini sudah banyak diadukan,” jelas Abdullah.

Adapun data dari OJK untuk periode Januari hingga 13 Juni 2025, terdapat 3.858 aduan terkait penagihan utang oleh pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Ditambah lagi, kata Abdullah, para penagih utang juga diduga kuat banyak melakukan tindak pidana, mulai dari ancaman, kekerasan dan mempermalukan. “Namun pertanyaan saya, sudah berapa banyak perusahaan jasa keuangan yang diberi sanksi administratif atau bahkan sampai pidana?” tukas Legislator dari Dapil Jateng VI itu.

Lebih lanjut, Abdullah mendorong penyelesaian masalah utang ini diselesaikan melalui perdata.

Dengan cara ini, risiko pelanggaran lainnya seperti tindak pidana relatif kecil dan dapat diminimalisasi.

“Melalui perdata perusahaan jasa keuangan mesti mengikut mekanisme yang ada. Mulai dari penagihan, penjaminan, sampai penyitaan. Mereka yang berutang atau debitur, jika tidak mampu membayar juga akan masuk daftar hitam atau blacklist nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Bank Indonesia atau OJK,” terang tambahnya.

Desakan dan dorongan ini pun disampaikannya, mengacu pada perspektif hukum dan HAM yang melindungi konsumen sebagai pihak yang rentan.

Namun, penagihan utang juga adalah hak kreditur atau pelaku jasa keuangan yang harus dihormati.

“Maka itu, sekali lagi saya tegaskan, negara hukum yang beradab tidak mengukur keberhasilan penegakan hukum dari seberapa banyak orang dipaksa membayar utang, melainkan dari seberapa jauh hak manusia dihormati dalam proses itu,” kata dia. (HS-08)

Kemenag Raih Satu Emas dan Dua Perak Pornas XVII Korpri 2025

Wamenpar Dorong Pemandu Wisata Lumajang Kuasai Bahasa Asing