HALO SEMARANG – Ungkapan duka mengalir dari berbagai pihak, atas wafatnya Ketua PP Muhammadiyah periode 1998-2005, Buya Ahmad Syafii Maarif, Jumat (27/5/2022), jam 10.15.
Tokoh besar itu, wafat pada usia 86 tahun, setelah mendapat perawatan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, di Yogyakarta.
Ucapan duka antara lain datang dari Ketua PBNU, Hj Alissa Wahid. Alissa yang kerap berdiskusi dan berkegiatan bersama Buya Syafii, merasa sangat kehilangan. Bahkan, kata Alissa, bangsa Indonesia kehilangan mutiaranya.
“Saya bersaksi, Buya orang yang berhati bersih, bernurani jernih, segalanya dilakukan untuk umat dan bangsa. Ya Allah, bangsa ini sungguh kehilangan mutiaranya. Ya Allah….,” ucap Alissa, melalui twitternya, @AlissaWahid.
Ungkapan duka cita juga disampaikan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Ganjar pun menyebut, Buya Syafii Maarif sebagai tokoh panutan yang selalu menyejukkan.
“Iya, barusan saya dapat kabar. Saya menyampaikan duka cita mendalam atas kepergian Buya Syafii Maarif. Beliau itu tokoh panutan yang selalu menyejukkan,” kata Ganjar.
Kabar duka juga disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD, melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Jumat (27/5/2022).
“Inna lillah wa inna ilaihi raji’un. Telah wafat Buya Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah pada hari ini jam 10.15 di Yogyakarta. Ummat Islam dan bangsa Indonesia kehilangan lagi salah seorang tokoh besarnya. Semoga Buya Syafii diampuni segala dosanya dan mendapat surga-Nya,” tulis Mahfud MD.
Uangkapan serupa disampaikan pula oleh PP Muhammadiyah, melalui akun Twitter Muhammadiyah, @muhammadiyah.
“Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, pada hari Jumat tgl 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muh Gamping. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Semoga beliau husnul khatimah diterima amal ibadah dan diampuni kesalahannya,” demikian tulis admin @muhammadiyah.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, sebelumnya sempat mengalami sesak napas. Dia kemudian dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (11/4/2022).
Setelah itu kondisi Buya Syafii Maarif dilaporkan sempat membaik, bahkan kemudian diperbolehkan pulang.
Kabar duka itu pun mendapat banyak tanggapan dari warganet.
“Iya pak, jelas indonesia kehilangan tokoh besar dan rasanya negeri ini terlambat melahirkan banyak tokoh2 seperti buya Maarif,” cuit Ibrahim Adi, melalui akun @JohanIb60933475.
Ungkapan duka cita juga datang dari UNY Yogyakarta. “Turut berduka cita yang mendalam atas berpulangnya Bapak Buya Ahmad Syafii Maarif, Semoga amal ibadahnya semasa hidup diterima di sisi Allah SWT,” tulis akun @unyofficial.
Jaringan Gusdurian juga mengungkapkan duka cita mendalam. “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Jaringan GUSDURian berduka cita yang sangat mendalam atas wafatnya sosok panutan bangsa, Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif. Lahu Al-Fatihah,” cuit @GUSDURians.
Untuk diketahui, Prof Dr KH Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafi’i, adalah seorang ulama dan cendekiawan Indonesia. Buya Syafi’i, seperti disampaikan Wikipedia, pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP), dan pendiri Maarif Institute.
Ahmad Syafii Maarif, lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau pada 31 Mei 1935, dari pasangan Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu, dan Fathiyah.
Pada tahun 1953, dalam usia 18 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke Jawa.
Buya Syafii menempuh pendidikan tinggi di Universitas Cokroaminoto, dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1964. Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya untuk tingkat sarjana penuh (doktorandus) pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.
Selanjutnya, mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS.
Sementara gelar doktornya, diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi: Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
Selama di Chicago inilah, anak bungsu dari empat bersaudara ini, terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman.
Di sana pula, ia kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.
Penulis Damiem Demantra, membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi’i Maarif, yang berjudul ‘Si Anak Kampung’. Novel ini telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF). (HS-08)