HALO KARANGANYAR – Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng Sumanto menyarakankan agar petani di Karanganyar, untuk memanfaatkan pupuk organik. Menurut dia, penggunaan pupuk organik, mampu menekan biaya produksi hasil pertanian, sekaligus menambah perekonomian para petani.
Hal itu dikatakan Sumanto, dalam rangkaian kegiatan ‘Dialog Proaktif,’ di Kabupaten Karanganyar, baru-baru ini.
Rangkaian kegiatan Dialog Proaktif tersebut diawali dengan bertemu perwakilan petani di Desa Tugu Jumantono dan berlanjut menyambangi pembuatan Pupuk Organik CV. Ngudi Makmur.
Dia juga menemui petani organik di Desa Gebyog Mojogedang dan terakhir bertemu Kelompok Tani selaku penerima bantuan Pengembangan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) 2021 Kedungjeruk Mojogedang, Kabupaten Karanganyar.
Saat berdiskusi dengan para petani Desa Tugu Jumantono, Sumanto menyarankan agar pupuk organik dimanfaatkan.
Dia mengakui para petani selama ini masih menganggap pupuk organik kurang memberi hasil signifikan dibanding pupuk kimia. Namun Sumanto meyakinkan, bahwa penggunaan pupuk organik secara perhitungan lebih menghasilkan seperti di Desa Gebyog Mojogedang.
“Di Desa Gebyog itu, para petani sudah mulai memanfaatkan penggunaan pupuk organik dengan campuran pupuk urea. Terbukti, lahan sekitar 21 hektare padi mulai memanfaatkan pupuk organik. Hasil gabah yang dihasilkan pun tidak kalah dengan gabah yang menggunakan pupuk berbahan kimia dengan harga seringkali fluktuatif,” kata Politikus Fraksi PDI Perjuangan itu, seperti dirilis dprd.jatengprov.go.id.
Dia mengakui, pada awal panen pascapenggunaan pupuk organik, hasil gabah terlihat turun. “Tetapi secara perhitungan ekonomi, penggunaan pupuk organik secara berkala lebih bisa menghasilkan dan pendapatan petani bisa setara dengan UMR,” kata dia.
Kemudian, Sumanto melanjutkan kegiatan ke tempat pembuatan pupuk organik di CV Ngudi Makmur. Di sana, Sumanto mengatakan penggunaan pupuk organik sebenarnya sudah pernah dimanfaatkan puluhan tahun lalu hingga di Indonesia mencapai titik swasembada pangan.
Kondisi itu didukung dengan penggunaan pupuk urea bersubsidi yang belum terlihat membantu kondisi perekonomian para petani. Justru, hasil produk pertanian masih kalah bersaing dengan produk impor.
“Puluhan tahun lalu, petani kita pada masa Orde Baru, sebenarnya menggunakan pupuk organik dan hal itu mendorong periode pertanian di Indonesia menjadi swasembada pangan, hingga mengekspor hasil bumi terutama beras. Adanya penggunaan pupuk berbahan kimia terutama pupuk urea yang bersubsidi senilai Rp 33 triliun setiap tahunnya yang berjalan hingga sepuluh tahun belum memberikan hasil memuaskan,” jelasnya.
Di CV Ngudi Makmur, dia mengaku sangat mendukung produksi pupuk organik yang sudah berjalan. Karena, selain tidak mengandung bahan kimia, harganya masih terjangkau.
“Penggunaan limbah kotoran sapi dan penggunaan sistem fermentasi serta penambahan unsur hara seperti sekam dan lainnya terbukti menghasilkan pupuk yang lebih berkualitas sekaligus harga yang bersahabat dengan kantong petani,” tambahnya. (HS-08)